Mempunyai beragam warisan budaya, termasuk tari tradisional, merupakan sesuatu yang amat membanggakan dari negara kita tercinta ini. Bagaimana tidak, dari Sabang sampai Merauke, masing-masing memiliki tarian tradisional yang unik. Salah satunya tari tradisional Papua yang terkenal dengan nama Sajojo.
Selain tari Sajojo, masih banyak tari tradisional Papua lain yang cukup terkenal. Contohnya tari Yospan, tari Wutukala, dan juga tari Kafuk. Tiap tarian tersebut juga memiliki fungsi tersendiri, lho. Penasaran fungsi apa yang tiap tarian itu miliki? Yuk, ketahui selengkapnya berikut ini!
Macam Tari Tradisional Papua
Selain tari Sajojo, Yospan, Wutukala, dan juga Kafuk, ada pula tiga tarian tradisional lain dari Pulau Bumi Cendrawasih ini. Tujuh tarian tersebut akan kita ketahui rinciannya, mulai dari fungsi hingga pakaian yang dikenakan, berikut ini.
1. Tari Tradisional Papua, Sajojo
Tari Sajojo merupakan salah satu tarian dari Papua yang lumayan tersohor. Mungkin banyak juga dari kamu yang sering melihat tari ini melalui sosial media, sebab tari ini kerap kali tampil di sejumlah kesempatan dan acara. Apalagi, tari ini memiliki fungsi sebagai bagian dari seremonial adat di Papua.
Kemudian, sesuai dengan nama tariannya, lagu yang berjudul Sajojo juga akan dimainkan sebagai iringan musik. Lagu Sajojo ini merupakan lagu khas Papua yang berkisah mengenai seorang gadis yang menjadi idola masyarakat, terutama di kampung halamannya.
Nah, gerakan pada tari Sajojo ini amat khas dan enerjik. Tak heran apabila para penarinya seringkali tersenyum dan lincah dalam bergerak. Gerakan yang para penari hasilkan biasanya terpusat pada gerakan tangan dan kaki. Penari akan menggerakkan tangan serta kakinya sesuai irama dan ritme lagu.
Tari tradisional Papua yang dikenal dengan nama Sajojo ini umumnya dimulai dari gerakan kaki kiri. Kaki kanan akan mengikuti alur, dengan irama khas bernuansa gembira.
2. Tari Penuh Energik, Tari Yospan
Tari tradisional Papua yang kedua ini bernama tari Yospan. Yospan merupakan singkatan dari Yosim Pancar, sebuah tarian budaya yang kerap pemuda dan pemudi pentaskan sebagai simbol persaudaraan serta persahabatan. Saat membawakan tarian ini, para penari akan memposisikan diri hingga berbentuk lingkaran.
Kemudian, para penari akan berjalan melingkar, dengan terus membawakan tarian yang penuh semangat. Dinamika yang pas dan gerakan yang energik juga menjadi khas dari tari Yospan ini.
Sementara untuk kostum yang para penari kenakan merupakan pakaian yang terbuat dari daun atau akar. Kostum tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah aksesoris layaknya lukisan tubuh dan penutup kepala.
Nah, asal-usul dari tari Yospan ini juga menarik. Seperti yang telah kamu baca sebelumnya, tari Yospan seringkali berkaitan dengan persahabatan dan persaudaraan. Sebab, tari Yospan ini sebenarnya merupakan gabungan dari dua tarian berbeda, yaitu tarian Yosim dan tarian Pancar.
Tarian Yosim sendiri berasal dari daerah Serui, Waropen. Tari ini terkenal dengan gerakannya yang lincah, dan para penarinya wajib membawakannya dengan penuh semangat. Kebebasan gerak merupakan prinsip utama dari tarian ini.
Sementara itu, tari Pancar merupakan tari yang berasal dari Biak, Manokwari dan Numfor. Gerakan yang tari ini hasilkan pun bertolak belakang dari tari Yosim. Kamu akan mendapati gerakan tarian Pancar jauh lebih kaku daripada tari Yosim.
Akan tetapi, seiring waktu berjalan, tari gabungan Yosim dan Pancar ini menjadi tari pergaulan yang amat disukai di Papua. Tidak hanya karena gerakan tariannya yang unik, namun karena penonton pun boleh ikut serta masuk dalam lingkaran penari dan ikut menari.
3. Tari Bermakna Semangat, Tari Wutukala
Ada pula tari tradisional Papua yang bernama tari Wutukala. Tari ini memiliki kisah yang menarik, yaitu mengenai pasangan yang sedang berburu. Akan tetapi, pasangan tersebut mengalami kesukaran saat berusaha menangkap ikan dengan tombaknya.
Cerita yang terkandung dalam tarian ini menciptakan gerakan yang khas pula. Awalnya, penari pria akan masuk, membentuk formasi seolah sedang berburu. Lalu, penari wanita akan ikut bergabung, membawa Noken (tas khas Papua) guna menampung ikan yang berhasil mereka tangkap.
Sedangkan pakaian yang mereka gunakan adalah rok dari daun sagu. Para penari juga akan mengenakan hiasan kepala yang tercipta dari burung cendrawasih.
Mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa tarian ini memiliki konsep nelayan yang sedang berburu ikan? Ya, tarian ini merupakan gambaran dari suku Moy yang dahulu kala memiliki mata pencaharian utama sebagai pencari ikan atau nelayan. Seiring waktu berjalan, suku Moy memiliki cara efektif untuk menangkap ikan.
Mereka menemukan cara untuk menangkap ikan dengan mudah menggunakan akar tuba. Akar tuba ini mengandung ‘racun’ ringan yang mampu memabukkan ikan. Oleh karena itu, masyarakat mendapat ide dengan cara menumbuk akar tuba hingga menjadi bubuk, dan menaburkannya di laut agar ikan cepat tertangkap.
Kisah menarik dari tari tradisional Papua ini juga memiliki makna semangat dari suku Moy. Mereka yakin bahwa mereka dapat menghadapi segala rintangan kehidupan dengan semangat yang membara.
4. Tari Sambutan, Tari Kafuk
Selanjutnya, ada tari Kafuk, sebuah tari tradisional Papua yang menjadi tari sambutan khas masyarakat lokal. Tari ini tercipta karena sifat masyarakat lokal yang kerap bersuka cita saat ada orang lain yang bertamu ke Papua. Kata ‘siau tayunu foo siau’ yang berarti selamat datang akan kerap kamu dengar di tarian ini.
Tari Kafuk ini berasal dari Distrik Miyah, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya. Saat membawakan tari Kafuk, penari perempuan akan membentuk formasi dalam dua barisan. Para tetua akan memposisikan diri di barisan terdepan, para muda-mudi akan berbaris di belakang para tetua, dan anak kecil menyesuaikan.
Keunikan yang terdapat pada tari Kafuk ini terletak pada gerakannya. Gerakan pada tari Kafuk lebih terpusat pada gerakan tangan ketimbang gerakan kaki. Para penari mengayun-ayunkan tangannya dengan riang seolah mengajak yang lain menari bersama.
5. Tarian Mistis, Tari Soanggi
Tarian adat berikutnya adalah Tari Soanggi. Tari tradisional Papua yang satu ini berasal dari wilayah pantai Teluk Cendrawasih.
Tidak ada sejarah pasti yang mampu membuktikan asal usul tari ini, namun tari tradisional ini tetaplah salah satu bentuk ekspresi rakyat Papua yang masih kental dengan nuansa magisnya.
Sama dengan tari tradisional Papua lainnya, tari Soanggi ini memiliki cerita latar belakang yang unik. Seperti apakah kisah dibalik tari yang penuh ekspresi ini? Mari simak selengkapnya berikut ini.
Tari tradisional ini berawal dari cerita seorang duda. Ia ditinggal mati oleh istrinya karena terdapat makhluk tak kasat mata bernama Soanggi yang menyerang sang istri. Soanggi tersebut umumnya akan merasuki tubuh wanita, yang mana wanita tersebut akhirnya mampu mencederai orang lain secara magis.
Melalui cerita bernuansa magis tersebut, masyarakat Papua pun menciptakan tari Soanggi yang terkenal khususnya di daerah Teluk Cendrawasih. Tarian ini dipentaskan oleh puluhan penari pria, dan salah satu pria akan berperan sebagai pimpinan penari.
Sementara untuk busana yang penari kenakan adalah pakaian tradisional Papua Barat. Penari juga akan mengenakan bawahan berupa rumbai-rumbai. Akan tetapi, sebelum mulai menari, penari wajib melakukan ritual yang akan kepala suku pimpin. Sebab, nuansa magis yang ada dalam tari ini masih amat kental.
Karena sejarah yang terkandung dalam tarian ini bersifat gaib, maka tak heran bahwa masyarakat Papua menampilkan tarian ini saat ada warga yang meninggal. Sehingga, tarian ini tidak mungkin masyarakat lakukan sebagai pentas seni atau pertunjukan umum layaknya tari Sajojo atau tari Kafuk.
Tari Tanda Cinta Lingkungan, Tari Awaijale Rilejale
Tari tradisional Papua selanjutnya adalah tari Awaijale Rilejale. Tarian yang bermakna keindahan alam Pesisir Sentani ini memiliki penari yang terdiri dari sekelompok wanita dan pria. Cerita dibalik tari ini merupakan cerita keseharian warga Papua, saat mereka pulang bekerja dengan perahu pada waktu senja.
Nah, saat mementaskan tariannya, penari Awaijale Rilejale akan memakai baju adat Papua yang bernama Pea Malo. Pea Malo ini terbuat dari serat pohon Genemo, daun sagu, dan juga kulit kayu. Kalung manik-manik (hamboni) juga akan penari kenakan.
Tarian ini cukup unik karena secara tidak langsung masyarakat Papua berusaha memamerkan keindahan alam Sentani. Tanda kecintaan masyarakat Papua terhadap lingkungannya pun terpampang jelas melalui tarian tradisional ini.
Tarian Tradisional Papua, Tari Aluyen
Tari tradisional Papua yang akan menjadi bahasan terakhir pada artikel ini adalah tari Aluyen. Nama tarian ini dibuat dari dua suku kata, yaitu “alu” yang artinya “lagu,” dan “yen” yang artinya “dinyanyikan.” Sehingga, Aluyen dapat kita artikan sebagai “lagu yang dinyanyikan.”
Tari tradisional Papua satu ini telah hadir di Papua, bahkan jauh sejak Indonesia belum merdeka. Pertunjukan tari ini pun biasanya masyarakat lakukan sebagai bagian dari upacara adat. Upacara adat tersebut umumnya masyarakat lakukan saat ada pembangunan rumah baru atau pembukaan kebun baru.
Nah, tari ini sendiri dipertunjukkan oleh penari lelaki dan wanita, dan salah satu dari penari sebagai pimpinan. Pemimpin tersebut akan berdiri di depan penari lainnya, sementara penari lelaki dan wanita di belakang akan mengikuti pemimpin tari dengan membentuk dua barisan panjang ke belakang.
Umumnya, gerakan tari ini penari lakukan dengan gaya berjalan kaki secara bebas mengikuti irama. Tak jarang gerakan ini penari lakukan sembari menggoyangkan pinggul.
Sementara itu, busana yang wajib penari kenakan saat menari tari Aluyen adalah busana kamlanan. Pakaian ini terbuat dari kain dari daerah setempat. Sebagai tambahan, penari akan mengenakan gelang manik-manik, gelang dari jenis tali khusus, dan perhiasan dari daun pandan berwarna merah atau kuning.
Menarik Bukan, Mempelajari Tari Tradisional Papua?
Itulah tujuh jenis tari tradisional Papua yang memiliki banyak keunikan dan cerita latar belakang penuh makna. Manakah tari tradisional yang paling menarik perhatianmu dari segi cerita dan cara pertunjukannya?