Pantun di negara Indonesia memiliki beberapa nama unik yang tergantung dari daerah asalnya. Misalnya saja wangsalan atau pantun bahasa Cirebon yang dapat Anda temukan di wilayah Jawa Barat. Oleh sebab itu, bacalah artikel ini jika Anda ingin tahu pengertian dan contoh-contohnya.
Daftar ISI
Apa itu Wangsalan?
Pantun tidak hanya tertulis dalam bahasa Indonesia seperti di buku pelajaran, tetapi juga dalam banyak bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Jika masyarakat lokal Banyuwangi punya pantun kebo-keboan, maka masyarakat di wilayah Cirebon punya wangsalan atau pantun bahasa Cirebon.
Dalam budaya tradisional masyarakat Jawa, wangsalan kurang lebih berarti “teka-teki” atau tebak-tebakan. Isi dari tebak-tebakan itu bisa untuk menasehati pendengarnya, tetapi bisa juga untuk menyindir orang. Itu karena wangsalan atau teka-teki tersebut lebih banyak mengandung perumpamaan.
Pantun-pantun biasa dalam bahasa Indonesia terdiri dari empat baris yang suku kata terakhirnya wajib berirama. Sementara itu, wangsalan hanya membutuhkan satu baris atau dua, dan suku kata terakhir dalam wangsalan tersebut dapat berirama atau tidak berirama.
Jenis Pantun Bahasa Cirebon
Ada sekitar lima jenis wangsalan yang dapat Anda kenali dan pelajari. Masing-masing jenis pantun tersebut memiliki cirinya sendiri yang terbilang unik. Hanya saja, karena semua pantun ini tertulis dalam bahasa Cirebon, Anda mungkin akan kesulitan untuk menerjemahkannya.
1. Lamba
Mari mulai dengan pantun lamba, yang menggunakan satu buah objek sebagai sampiran atau perumpamaan dalam pantun. Dalam jenis pantun lamba ini, ada satu baris kalimat panjang yang penulisnya belah menjadi dua kalimat pendek.
Kalimat pertama menceritakan tentang teka-tekinya sambil menyebutkan objek dalam sampiran atau perumpamaan itu. Sedangkan kalimat yang kedua berisi jawaban teka-teki, yang mengikuti irama suku kata pada kalimat pertama..
2. Rangkep
Jika pantun bahasa Cirebon jenis lamba hanya terdiri dari satu kalimat yang dibelah dua, maka pantun rangkep memiliki kalimat penuh. Dalam bahasa Jawa, jenis wangsalan ini terkadang disebut juga dengan comboran.
Sama seperti wangsalan lamba, wangsalan rangkep menggunakan kalimat pertama untuk menceritakan teka-tekinya. Kemudian kalimat kedua bertugas menjawab teka-teki itu beserta menjelaskan permainan kata di dalamnya.
3. Padinan
Pantun Cirebonan yang ketiga yaitu wangsalan padinan, yang cenderung memakai bahasa sehari-hari untuk menceritakan isinya. Jenis pantun ini tergolong mudah untuk pendengarnya tebak, sebab wangsalan padinan selalu menggunakan teka-teki yang sederhana dan tidak terlalu rumit.
4. Edi-peni
Jenis keempat dari pantun bahasa Cirebon yaitu edi-peni, yang fokus utamanya jatuh pada pola bunyi vokal pada akhiran kalimat. Bunyi vokal di akhir kalimat tersebut wajib sepadan, supaya wangsalan ini bisa membentuk teka-teki dan jawaban yang masuk akal di benak pendengarnya.
5. Memet
Inilah jenis wangsalan Cirebonan yang paling rumit, sebab pantun memet ini memakai singkatan dan ungkapan dalam kalimatnya. Misalnya, dalam pantun memet ini ada kata “tali”, yang dalam bahasa Jawa berarti “alon-alonan”, yang maknanya kurang lebih “bekerja sambil bersantai”.
Contoh Pantun Bahasa Cirebon
Sekarang Anda akan membaca berbagai contoh wangsalan yang paling sering orang-orang asli Cirebon ceritakan di lingkungannya. Di bawah setiap wangsalan berikut, Anda bisa menemukan sedikit penjelasan mengenai contoh pantun Cirebonan tersebut supaya Anda mengerti.
1. Wangsalan Asli dalam Bahasa Cirebon
Berikut ini ialah sekumpulan pantun bahasa Cirebon asli yang belum diterjemahkan. Supaya Anda dapat memahaminya, mari baca contoh wangsalan asli Cirebonan di bawah ini:
“Jenang gula, kowe aja lali.”
Dalam bahasa Jawa, jenang gula adalah nama untuk kudapan gulali atau permen kapas. Kata “lali” di akhir wangsalan ini berirama dengan gulali, yang merupakan padanan kata “jenang gula”. Maka, wangsalan ini memberi pesan agar pendengarnya jangan cepat lupa akan hal-hal penting.
Masih tertarik dengan contoh-contoh wangsalan asli Cirebon lainnya? Bacalah daftar singkat di bawah ini:
- Reca kayu, goleka kawruh rahayu. (reca kayu: golekan = goleka).
- Ngembang garut nggremeng ora karuwan. (kembang garut: gremeng = nggremeng).
- Ngembang kacang, mbesengut ora kalegan. (kembang kacang: besengut = mbesengut).
- Kembang jambu, kemaruk duwe dolanan anyar. (kembang jambu : karuk = kemaruk).
- Godhong garing, esuk-esuk kok wis nglaras. (godhong garing: klaras)
- Mbalung geni, mbak menawa aku bisa teka. (balung geni: mawa)
- Balung pakel, aja seneng alok-alok! (balung pakel: pelok)
- Bayem arda, dhasar anteng kang adi luhung. (bayem arda: lanteng)
- Kukus gantung, sawangan kang adi luhung. (kukus gantung: sawang)
- Kancing gelung munggweng dadha, titenana! (kancing gelung: peniti)
- Yen ora nesu, geneyo kowe kok mentil kacang, mrengut terus. (mentil kacang: sungut)
- Nyaron bumbung, nganti cengklungen nggonku nggenteni. (saron bumbung: angklung)
- Masjid alit, aja sok nglanggar aturan! (masjid alit: langgar)
2. Wangsalan dalam Bahasa Indonesia
Kemudian ada pula sejumlah pantun bahasa Cirebon yang mendapat terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, meskipun jumlahnya sangat sedikit. Anda tetap dianjurkan untuk membaca penjelasan di bawahnya supaya Anda lebih paham:
“Ke Jatibarang beli buah-buahan, yang bawa barang kasih ongkos tambahan.”
Kata “buah-buahan” di pantun terjemahan tersebut berirama dengan kata “tambahan” di akhir kalimat. Maksud dari pantun ini ialah jika Anda berjalan-jalan sambil membawa barang ekstra, maka Anda wajib mengeluarkan uang tambahan untuk mengangkutnya.
Sudah Tahu Pengertian dan Contoh Wangsalan?
Dan itulah penjelasan singkat mengenai pantun bahasa Cirebon atau wangsalan yang agak berbeda dengan jenis pantun lainnya. Nilai-nilai kearifan lokal tidak melulu harus Anda ajarkan di sekolah saja. Ada cara-cara lain yang dapat Anda gunakan untuk mendidik anak sambil melestarikan budaya lokal.