Tari Cokek: Sejarah, Makna, Tujuan, Keunikan, dan Gerakannya

Sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia, tari tradisional telah lama menjadi daya tarik seni bagi masyarakat, salah satunya adalah Tari Cokek dari Betawi. Dengan akar yang dalam pada sejarah dan masyarakat Indonesia, tarian ini bukan hanya sekadar tarian, tetapi juga menceritakan kisah-kisah kehidupan serta tradisi nenek moyang. 

Pada artikel ini, kita akan membahas asal-usul, gerakan khas, dan keunikan pada tarian ini. Serta bagaimana warisan seni ini terus berlanjut di tengah perubahan zaman saat ini. Untuk lebih lengkapnya, simak terus artikelnya!

Sejarah Tari Cokek

Asal mula Tari Cokek bermula sekitar awal abad ke-19, di mana para pedagang Tiongkok memperkenalkannya bersama dengan Tan Sio Kek, yang sering mengadakan pertunjukan di rumahnya.

Ketika menggelar pesta, Tan Sio Kek mempersembahkan permainan khas Tiongkok menggunakan rebab dua dawai yang berpadu dengan alat musik tradisional Betawi, seperti gong, kendang, dan suling. Dengan berbagai irama musik tersebut, para tamu terlibat dalam tarian mengikuti irama yang tercipta.

Nah, dari sinilah lahirlah tarian Cokek yang mana penciptanya ialah Tan Sio Kek. Awalnya, tarian ini terkenal sebagai Tari Sipatmo yang pementasannya berguna untuk upacara adat di vihara dan klenteng.

Pendapat lain mengatakan bahwa tarian ini awalnya berkembang saat tuan tanah keturunan China sebelum Perang Dunia II, dan grup tarian ini masih milik keturunan China. Ada juga interpretasi bahwa “cokek” merujuk pada penyanyi yang juga menari, yang mana sering membawa kesenangan dalam berbagai acara.

Para penari Cokek tidak hanya memeriahkan pesta dengan nyanyian dan tarian. Tetapi juga membantu para tamu dengan pelayanan seperti menuangkan minuman atau memberi makanan, sambil menampilkan gerakan yang lincah. 

Kemudian, Tari Cokek juga menjadi tarian pergaulan yang diiringi oleh orkes gambang kromong, di mana para tamu diundang untuk berpasangan dengan penari Cokek. Buku “Batavia 1740 – Menyisir Jejak Betawi” mencatat bahwa penari Cokek belajar dari guru tari asal China, yang membuat tarian ini kental dengan gerakan tarian khas Tiongkok. 

Pada masa lampau, penari Cokek biasanya terdiri dari perempuan muda yang berstatus sebagai budak. Tarian ini menggabungkan elemen-elemen budaya Betawi dengan pengaruh dari luar, menciptakan bentuk tarian sosial yang unik.

Kini, Tari Cokek tidak hanya dikuasai oleh keturunan China, tetapi juga oleh masyarakat lokal yang terlibat sebagai pemain dan penonton dalam pertunjukan tarian di berbagai daerah. Termasuk daerah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi.

Makna Tari Cokek

Tari Cokek
Tari Cokek | Image Source: Tempo

Kombinasi mata tajam dan ekspresi kegenitan penari memiliki tujuan untuk memikat tamu pria agar turut berpasangan selama menari di panggung atau halaman rumah. Hal ini menjadikan Tari Cokek memiliki peran sebagai bentuk tarian pergaulan.

Masyarakat Betawi menyebutnya Tari Ngibing Cokek yang mana selama menari, para penari minum minuman tuak untuk menjaga semangat. Pada tahun 1970-an, kesenian Cokek hanya melayani tamu atau acara yang melibatkan komunitas Tionghoa. 

Sebelum Perang Dunia II, tarian ini dan musik Gambang Kromong dimiliki oleh kelompok peranakan Tionghoa untuk melayani tuan tanah kaya. Para penari Cokek umumnya memiliki pimpinan yang mengarahkan mereka untuk melayani tamu Tionghoa. 

Gerakan erotis seperti menggoyangkan pinggul membuat para penari Cokek mendapat julukam sebagai wanita penghibur atau cabo dalam bahasa Betawi. Seiring berjalannya waktu, berbagai pendapat masyarakat tentang tarian ini muncul, dan pandangan ini turut mempengaruhi perkembangannya.

Tari Cokek mendapatkan dukungan dan kritikan dari masyarakat sekitar. Kritik ini muncul karena gerakan tarian ini tidak memiliki nilai moral yang meragukan. Kritik ini muncul karena gerakan menggoyangkan pinggul dari bawah ke atas oleh penari Cokek. 

Demi menghibur para tamu dan memperoleh pendapatan, penari Cokek akan menggunakan selendang untuk mengajak tamu-tamu Tionghoa berpartisipasi dalam tarian bersama. Ini memunculkan pandangan bahwa laki-laki yang ditarik oleh penari Cokek tidak akan kembali ke rumah.

Namun, mengutip dari laman Antara, tarian ini juga memiliki makna positif dalam gerakannya. Salah satunya adalah gerakan tangan ke atas yang mengandung arti memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam tarian ini, juga terdapat gerakan menunjuk mata yang menggambarkan upaya manusia dalam menjaga pandangannya dari hal-hal yang tidak baik atau negatif. Selain itu, gerakan menunjuk kening memiliki makna bahwa manusia seharusnya menggunakan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang positif.

Tujuan Tari Cokek

Tarian ini memiliki tujuan yang berbeda seperti upacara adat, pertunjukan seni, dan juga interaksi sosial yang akrab. Berikut ini penjelasannya:

1. Sebagai Upacara Adat

Salah satu fungsi utama dari tarian Cokek adalah dalam konteks upacara adat. Tarian ini sering ada dalam rangkaian acara tradisional seperti pernikahan, penyambutan tamu, dan berbagai ritual adat. 

2. Sebagai Pertunjukan Seni

Selanjutnya juga berfungsi sebagai bentuk seni pertunjukan yang menarik bagi penonton. Ketika pementasan tari di panggung atau area terbuka, tarian Cokek menjadi bentuk hiburan yang memukau dan menghibur.  

3. Sebagai Pergaulan

Tidak hanya sebatas pertunjukan formal, tarian ini juga memiliki peran penting dalam konteks pergaulan sosial. Tari ini menjadi salah satu cara bagi masyarakat untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan cara yang santai dan menyenangkan. 

Keunikan Tari Cokek

Keunikan Tari Cokek
Keunikan Tari Cokek | Image Source: 1001 Indonesia

Tari Cokek menunjukkan keunikan melalui gerakan perlahan dari tubuh penari, yang memudahkan penonton untuk mengikutinya dengan mudah. Setelah pertunjukan gerakan tarian Cokek, penari akan mengajak penonton untuk turut berpartisipasi dalam menari.

Penari melakukannya dengan mengalungkan selendang di leher dan menariknya ke depan atau menuju panggung. Biasanya, ajakan ini untuk tokoh-tokoh masyarakat atau individu berpengaruh yang hadir dalam acara tersebut.

Dalam tarian Cokek, terdapat interaksi dekat antara penari dan penonton, meskipun tanpa kontak fisik langsung. Selain gerakan yang pelan, hal yang mencolok dari tarian ini adalah pakaian khas yang dipakai oleh para penari.

Umumnya, para penari mengenakan kebaya yang terbuat dari kain sutra dengan warna yang mencolok, seperti hijau, merah, kuning, dan ungu. Warna-warna ini semakin mencolok saat terkena sorotan lampu.

Properti Tari Cokek

Terdapat beberapa perlengkapan yang harus penari Cokek gunakan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Atribut Pakaian Khas

Penari Cokek mengenakan atribut khas berupa baju kurung dan celana panjang. Warna tersebut adalah merah, kuning, merah muda, biru dan ungu. Umumnya, celana memiliki dekorasi yang sesuai dengan warna celana tersebut.

2. Selendang Panjang

Penari Cokek juga menggunakan selendang panjang yang terikat pada pinggang dan dibiarkan terurai ke bawah. Selendang ini tidak hanya memberikan elemen visual yang menarik, tetapi juga memungkinkan penari untuk menggerakkan selendang dalam tarian.

3. Hiasan Rambut

Rambut penari harus rapi, sehingga kebanyakan dari mereka akan mengenakan sanggul yang berukuran cukup besar. Sanggul ini juga memiliki hiasan tusuk konde yang dapat bergerak-gerak, hal itu menambahkan sentuhan artistik pada penampilan penari.

Gerakan Tari Cokek

Gerakan Tari Cokek
Gerakan Tari Cokek | Image Source: Museum Nusantara

Gerakan dalam Tari Cokek biasanya lembut dan anggun, menggambarkan nuansa elegan dan keanggunan. Berikut adalah urutan gerakan umumnya:

1. Angkat Tangan ke Atas

Gerakan mengangkat tangan ke atas melambangkan bahwa manusia hanya mampu memohon dan mengandalkan kehendak Tuhan Yang Maha Esa agar semua harapan dan permohonan dapat terkabul. Gerakan ini menggambarkan upaya manusia untuk berdoa kepada Sang Pencipta, karena hanya pada Tuhan lah manusia dapat berharap.

2. Tunjuk Kening

Gerakan menunjuk kening pada Tari Cokek mencerminkan pentingnya agar manusia selalu berpikir dengan bijak dan tidak membentuk prasangka buruk sebelum mengetahui kebenarannya terhadap suatu hal. Jika manusia membentuk prasangka buruk, maka tidak akan ada kebaikan yang datang.

3. Tutup Mulut dengan Tangan

Gerakan menutup mulut dengan tangan menggambarkan perlunya manusia untuk selalu berbicara dengan kata-kata yang baik. Jika manusia tidak mampu berbicara dengan baik, maka lebih baik diam.

4. Tunjuk ke Mata

Gerakan menunjuk mata melambangkan bahwa manusia harus selalu menjaga penglihatan atau pandangannya dari segala hal yang negatif. Mata adalah anugerah Tuhan, sehingga gerakan ini menekankan bahwa kita harus bersyukur dengan menggunakan mata untuk hal-hal yang positif.

Tertarik untuk Menarikan Tari Cokek?

Kesimpulannya, Tari Cokek merupakan warisan budaya yang kaya akan makna dan nilai-nilai tradisional. Dengan gerakannya yang khas, tarian ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana untuk mempererat ikatan sosial dan melestarikan identitas budaya suatu daerah. .

Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah dan makna properti, kita turut berkontribusi dalam melestarikan cagar budaya Indonesia. Mari kita terus mengapresiasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tari Cokek serta memastikan bahwa warisan ini tetap lestari! 

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page