Bank Syariah: Definisi, Prinsip, Jenis & Regulasinya

Saat ini perkembangan bank syariah semakin pesat. Tentunya ini dimulai dari proses yang panjang untuk membuat masyarakat menyadari dan mengakui bahwa bank tersebut menjalankan aktivitas perbankannya sesuai tuntutan hukum Islam. 

Bank tersebut juga menjadi solusi masyarakat yang menginginkan transaksi bebas dari riba. Berikut pembahasan selengkapnya seputar bank berbasis islami tersebut.

Pengertian Bank Syariah

Menurut OJK (Otoritas Jasa Keuangan), bank syariah merupakan bank yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip atau sesuai syariat Islam. Dalam menjalankan kegiatannya, bank tersebut berpedoman pada Al-Quran dan As-Sunnah.

Menurut UU No. 21 Tahun 2008, perbankan syariah merupakan bank yang aktivitas usahanya dijalankan dengan berpedoman pada prinsip syariah maupun hukum Islam. Maksud prinsip syariah Islam yaitu:

  • Keadilan serta keseimbangan (‘adl wa tawazun);
  • Kemaslahatan (maslahah);
  • Universal (amaliyah).

Seperti halnya pada bank konvensional, bank syariah sama-sama merupakan lembaga keuangan yang menghadirkan pelayanan transaksi keuangan secara lengkap. Produk serta layanan yang disediakan bank tersebut memang sangat beragam. Misalnya untuk kebutuhan menabung, sudah tersedia produk simpanan. 

Akan tetapi, simpanan yang disediakan bank berbasis prinsip Islam ini cenderung berbeda dibandingkan bank konvensional. Lalu untuk kebutuhan investasi, bank tersebut juga menghadirkan produk reksadana yang bisa dipilih.

Bagi yang memerlukan pembiayaan, maka bank syariah juga sudah memiliki layanannya. Bahkan melalui bank tersebut, kamu bisa menyalurkan infak, zakat, maupun sedekah.

Fungsi Bank Syariah

Fungsi utama bank syariah yaitu mengumpulkan serta menyalurkan dana dari/ke masyarakat. Namun fungsinya tentu bukan itu saja melainkan terdapat beberapa fungsi lainnya.

1. Manajer Investasi

Fungsi yang pertama yaitu sebagai manajer investasi. Ketika menerapkan akad mudharib atau pengelola dana, maka secara tak langsung bank islami ini memegang peran sebagai manajer investasi.

Bank syariah akan menjadi pihak yang mengelola dana untuk menentukan rendah atau tingginya bagi hasil yang diterima nasabah. Sementara itu, nasabah merupakan pemilik dana tersebut. Kehati-hatian, profesionalisme, serta keahlian dari bank tersebut sebagai manajer investasi dapat memberikan hasil yang cukup signifikan.

2. Investor

Fungsi kedua dari bank syariah adalah sebagai investor. Tentunya sebagai manajer investasi, maka bank tersebut juga akan menjalankan aktivitas investasi. Kemudian untuk instrumen investasinya dipilih oleh bank tersebut dan hanya yang sesuai dengan ajaran Islam. Misalnya investasi yang memakai akad musyarakah, mudharabah, serta akad sewa-menyewa di dalam transaksinya.

3. Jasa Keuangan

Berikutnya, bank tersebut juga memiliki fungsi lainnya yaitu sebagai pihak penyedia layanan keuangan. Dalam menjalankan fungsi tersebut, bank syariah selalu berusaha untuk melakukan inovasi dengan menghadirkan layanan dan produk baru. Kesemuanya disesuaikan berdasarkan kebutuhan serta keinginan nasabah.

4. Fungsi Sosial

Fungsi terakhir dari bank syariah yaitu menjalankan fungsi sosial. Untuk menjalankan fungsi tersebut, sudah ada Corporate Social Responsibility alias CSR. Bukan itu saja, layanan yang dimiliki seperti infak, zakat, wakaf, maupun pembiayaan berdasarkan akad hassan menjadi upaya dalam melaksanakan fungsi sosial tersebut.

Tujuan Bank Syariah

Berikut beberapa tujuan hadirnya bank syariah:

1. Berupaya Menghadirkan Keadilan pada Sektor Ekonomi

Melalui aktivitas investasi yang diterapkan bank berbasis islami ini, diharapkan mampu menghadirkan perataan pendapatan di antara pemilik modal serta pihak yang memerlukan dana. Dengan begitu, kesenjangan di antara keduanya atau gap-nya menjadi tak terlalu besar.

2. Menghindari Persaingan Tak Sehat pada Lembaga Keuangan

Tujuan yang kedua yaitu bank tersebut diharapkan mampu mengatasi kemandirian dari lembaga keuangan terhadap gejolak moneter baik di dalam maupun luar negeri.

3. Meningkatkan Transaksi Berbasis Islam

Kehadiran bank syariah bertujuan untuk menghadirkan ragam layanan dan produk keuangan sesuai syariah. Hal tersebut diharapkan mampu meningkatkan minat masyarakat, khususnya muslim/muslimah untuk memanfaatkan perbankan syariah. 

Transaksi yang mereka lakukan akan terhindar dari gharar, unsur penipuan, dan riba yang menjadi salah satu dosa paling besar dalam Islam.

4. Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat

Hadirnya produk pembiayaan secara syar’i, menjadikan nasabah yang butuh kucuran dana bebannya menjadi lebih mudah. Ini karena pada bank yang berbasis syariah memang tidak menerapkan sistem bunga yang persentase atau nominalnya akan terus bertambah tak terkira ketika adanya keterlambatan saat membayar.

5. Membantu Ekonomi Moneter Tetap Stabil

Dengan tidak menggunakan sistem bunga, diharapkan bank berbasis syariah mampu menekan laju inflasi dan negative-spread dari diberlakukannya sistem bunga tersebut.

Prinsip Bank Syariah

Seperti apa prinsip yang menjadi dasar bank berbasis islami dalam menjalankan aktivitas perbankannya? Berikut informasi selengkapnya.

1. Prinsip Simpanan Giro

Ini merupakan fasilitas yang disediakan bank karena ingin memberikan kesempatan bagi pihak yang mempunyai kelebihan dana untuk menyimpannya dalam bentuk al wadiah. Tujuannya demi keamanan serta pemindahan buku dan bukan untuk keperluan investasi seperti deposito atau tabungan.

2. Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini berkaitan dengan bagaimana pembagian usaha yang terjadi antara shohibul mal atau pemilik dana dengan mudharib atau pengelola dana. 

Pembagian hasil tersebut bisa terjadi baik antara bank dengan pemilik dana maupun antara bank dengan penerima dana. Prinsip inilah yang juga menjadi dasar untuk keperluan produksi pembiayaan dan pendanaan, baik dalam bentuk deposito maupun tabungan.

3. Jual Beli serta Mark-up

Prinsip berikutnya yaitu jual beli serta mark-up. Prinsip tersebut berkaitan dengan pembiayaan bank berdasarkan perhitungan secara lum-sum berbentuk nominal di atas nilai kredit yang diperoleh nasabah penerima kredit. Biasanya biaya bank sudah ditetapkan sesuai kesepakatan di antara nasabah dengan bank.

4. Prinsip Sewa

Terdapat dua jenis prinsip sewa yaitu opening lease atau ijarah alias sewa murni. Kemudian ada financial lease atau bai’al ta’jir alias sewa beli.

5. Prinsip Jasa

Prinsip tersebut mencakup seluruh kekayaan yang termasuk non pembiayaan yang diberi oleh bank. Misalnya inkaso, kliring, transfer, dan lain-lain.

Ciri Bank Syariah

Setelah paham pengertian, fungsi, serta prinsip-prinsipnya, berikut informasi seputar ciri-ciri bank tersebut.

1. Ada DPS atau Dewan Pengawas Syariah

Ciri yang pertama yaitu bank syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi bank tersebut. Memang sudah ada OJK sebagai pihak yang tugasnya melakukan pengawasan. Akan tetapi, DPS ini adalah representasi langsung dari DSN-MUI untuk setiap lembaga yang mempunyai produk maupun layanan berbasis syariah.

Hadirnya DPS pada bank-bank syariah bermaksud untuk memastikan bahwa produk, layanan, serta transaksi yang berlangsung sesuai aturan hukum Islam. Hal ini mulai dari perencanaan sampai perilisan produk lalu siap untuk ditawarkan ke nasabah.

2. Tidak Terdapat Persentase Tetap

Ciri yang kedua bisa terlihat dari produk pembayaran. Persentase tetap di bank berbasis Islam ini memang tidak diperbolehkan. Mengapa demikian?

Alasannya karena untuk persentase tetap sifatnya melekat terhadap sisa utang. Meskipun terdapat batas waktu perjanjian, namun tetap saja persentase tetap tersebut dilarang.

3. Tidak Menyediakan Fixed Return

Sistem fixed return pada bank tersebut juga tidak berlaku. Lewat penetapan angka pembayaran awal atau fixed return namun proyek masih belum dikerjakan, maka berpotensi menjadi akar munculnya gharar atau ketidakpastian.

Padahal transaksi yang di dalamnya mengandung unsur gharar tersebut dilarang dalam Islam. Maka dari itu, memastikan nominal atau angka pembiayaan sebelum tahu proyek tersebut rugi atau untung menjadi sesuatu yang dilarang dan jatuh pada keharaman.

4. Menerapkan Sistem Bagi Hasil atau Nisbah

Ciri bank syariah berikutnya adalah menerapkan nisbah atau sistem bagi hasil. Nisbah tersebut merupakan cara memberikan keuntungan terhadap nasabahnya. Beberapa orang bertanya terkait sistem ini yang dianggap hampir sama dengan bunga. Sementara kita tahu, bunga bank adalah sesuatu yang haram. 

Lalu mengapa nisbah boleh? Alasannya terdapat perbedaan akad dari kedua istilah tersebut. Untuk akad pada bank konvensional cenderung mengakibatkan munculnya riba. 

Sementara akad nisbah di bank syariah yaitu mudharabah. Maksudnya, akad yang menempatkan nasabah menjadi pemilik dari dana tersebut. Sementara bank syariah merupakan pengelola dana.

5. Mengutamakan Keadilan

Ciri selanjutnya yaitu lebih mengutamakan keadilan. Hubungan yang terjalin antara bank dengan nasabah yaitu sebagai mitra. Dengan kata lain, keduanya memang menjunjung tinggi serta memiliki status yang sama dan saling bekerja sama.

Baik nasabah maupun bank juga berusaha untuk mendapatkan keuntungan secara halal. Dengan begitu, transaksi yang dilakukan tentu harus berdasarkan pada prinsip rahmatan lil alamin. Ini terwujud dari transaksi yang lebih mengutamakan prinsip keadilan. 

Untuk mencapai prinsip tersebut, maka perbankan syariah harus benar-benar transparan ketika memberikan laporan pada para nasabahnya.

Jenis Bank Syariah Berdasarkan Sistem Operasionalnya

Secara umum, terdapat 2 usaha bank syariah yaitu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRS dan bank umum syariah. Keduanya mempunyai fungsi dasar sama di dalam menyalurkan maupun menghimpun dana masyarakat.

Akan tetapi, perbedaan keduanya terdapat pada sistem operasi bank yang ditawarkan nasabah. Sementara itu, beberapa jenis perbankan syariah yaitu:

1. Fungsi Sosial

Fungsi sosial adalah aspek pertama yang menunjukkan perbedaan BPRS dan bank umum syariah. Dalam penerapan aktivitasnya, bank umum syariah bisa menjalankan fungsi sosial dan berperan sebagai baitul mal. Pada hal ini, penerimaan dana didapat dari infak, zakat, sedekah, hibah, maupun dana sosial yang lain.

Kemudian dana yang diperoleh dapat disalurkan ke organisasi atau lembaga pengelola zakat demi keperluan sosial. Sementara itu, pada BPRS tidak mempunyai fungsi sosial tersebut.

2. Penghimpunan Dana

Terkait sistem penghimpunan dana, bank umum syariah diizinkan agar bisa menghimpun dana sosial. Dana tersebut diperoleh dari wakaf yang berbentuk uang. Untuk wakaf tersebut diterima dan disalurkan pada nazhir atau pengelola wakaf berdasarkan kehendak dari wakif atau pemberi wakaf. 

Sementara itu, BPRS hanya dapat melakukan penghimpunan dana dari nasabah lewat rekening BPRS.

3. Penyaluran Dana

BPRS hanya sebagai penyalur dana masyarakat lewat pembiayaan bagi hasil maupun penyewaan barang ke nasabah. Proses tersebut berlangsung dengan akad ijarah untuk dana bergerak maupun tidak.

Kemudian untuk pembiayaan yang dapat dilakukan BPRS yaitu dengan sewa beli. Bisa juga berdasarkan pengambilan utang dengan akad hawalah. Lalu bagaimana dengan produk perbankan?

BPRS akan menawarkan simpanan serta investasi berbentuk deposito. Adapun manfaat yang dapat dirasakan nasabah harus diperoleh lewat akad mudharabah, akad, wadi’ah, atau akad yang lain selama masih sesuai dengan prinsip syariah.

Regulasi Bank Syariah

Terkait regulasi bank syariah ini memang beberapa kali mengalami perubahan. Awal regulasinya yaitu berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Pada aturan tersebut dijelaskan jika perbankan syariah merupakan bank yang menerapkan sistem bagi hasil tanpa perlu ada rincian yang menjadi landasan hukum maupun jenis-jenis usaha apa yang dibolehkan.

Setelah itu, regulasinya disempurnakan melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Memang undang-undang tersebut tidak memberikan keterangan atau aturan secara terperinci. Akan tetapi, pada garis besar pasalnya memang telah mengakomodir aktivitas usaha yang berlangsung di perbankan syariah.

Selanjutnya, OJK juga membuat aturan POJK No. 64/POJK.03/2016 mengenai perubahan aktivitas bank konvensional yang berubah menjadi bank syariah. Selain itu, aturan lain yang dibuat OJK yaitu POJK No. 3/POJK/POJK.03/2016 seputar BPRS . 

Kemudian BI juga mengeluarkan SE (Surat Edaran) dengan No. 15/13/PBI/2013 seputar bank umum syariah. Aturan lain juga resmi dikeluarkan oleh DSN (Dewan Syariah Nasional) yang merupakan otoritas untuk memberikan fatwa terkait hukum Islam, khususnya di bidang ekonomi serta keuangan.

Misalnya tentang akad mudharabah yang dikeluarkan lewat fatwa No. 50/DSN-MUI/III/2006 serta sale and lease back berdasarkan fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008. 

Berbagai regulasi yang dibuat tersebut bertujuan untuk membuat exposure pembiayaan meningkat. Aturan tersebut dibuat dengan tujuan untuk memperluas pelayanan yang berbasis perbankan syariah.

Melalui aturan tersebut diharapkan bank syariah mampu meningkatkan pangsa pasarnya. Pada akhirnya, bank tersebut juga dapat memberikan kontribusi secara nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Siapa Penanggung Jawab Bank Syariah?

Di dalam melaksanakan fungsi serta pengawasan, OJK tetap menjadi pihak yang memiliki tugas untuk mengelola bank syariah seperti halnya pada bank konvensional. OJK akan melaksanakan prinsip kehati-hatian serta memastikan pengelolaan bank berjalan secara baik. 

Meskipun demikian, untuk tata kelola serta pengawasan tetap harus disesuaikan dengan prinsip atau pedoman pada sistem perbankan syariah.

Memang prinsip syariah pada bank tersebut menjadi sesuatu yang fundamental. Hal ini karena dasar hadirnya bank tersebut memang didasari dengan keinginan untuk menghadirkan serta menerapkan sebuah sistem perbankan yang berbasis syariah. 

Selain itu, bank berbasis Islam juga harus konsisten di dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam. Untuk melakukan pemantauan atau pengawasan terhadap konsistensi tersebut, maka bank syariah berada dalam pengawasan DSN (Dewan Syariah Nasional) yang sudah diatur pada UU Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008.

Di dalam peraturan tersebut sudah ada ketentuan untuk memberikan kewenangan terhadap MUI melalui DSN dalam menerbitkan fatwa terkait produk perbankan. 

Selain itu, ketetapan yang dibuat juga sudah didukung POJK atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Pada ketetapan tersebut menjelaskan bahwa semua produk yang berbasis syariah hanya boleh untuk ditawarkan ke masyarakat ketika bank tersebut telah mendapatkan izin OJK serta fatwa DSN-MUI.

Istilah pada Bank Syariah

Beberapa istilah yang diterapkan pada perbankan syariah yaitu:

1. Pembiayaan

Pada aktivitas secara umum, istilah kredit mungkin sudah tak asing. Akan tetapi, jika berkaitan dengan bank berbasis syariah, maka Anda akan mengenal istilah pembiayaan. 

Bukan hanya sekadar perbedaan terkait namanya, namun pembiayaan pada perbankan syariah adalah program dengan tujuan memberikan bantuan pada masyarakat di dalam menyediakan dana, barang, atau fasilitas lainnya.

2. Ujroh

Ujroh adalah persetujuan terhadap harga atau nilai sewa yang wajib dibayarkan penerima manfaat atas penggunaan objek pembiayaan. Terkait besaran nilainya sudah ditetapkan sebelumnya lewat akad yang telah disepakati kedua pihak.

3. Akad

Akad merupakan kesepakatan berbentuk perjanjian secara tertulis antara nasabah dengan bank. Pada kesepakatan tersebut dijelaskan informasi seputar hak, kewajiban, persyaratan, maupun standar operasional yang menjadi kesepakatan bersama berdasarkan prinsip islami.

Akad Bank Syariah

Pada bank syariah, terdapat banyak akad yang masing-masing memiliki fungsi berbeda. Berikut penjelasan selengkapnya tentang akad tersebut.

1. Akad Wadiah

Ini merupakan sebuah perjanjian penitipan barang atau dana pemilik pada penyimpan. Pada akad tersebut, pihak penyimpan harus mengembalikan barang yang dititipkannya sewaktu-waktu. Terdapat dua jenis akad wadiah, yaitu:

  • Wadiah yad’adh dhamanah: pihak penerima titipan bisa memanfaatkan titipannya atas seizin dari pemilik barang tersebut. Akad ini juga memberikan jaminan untuk mengembalikan titipan secara utuh kapan saja ketika pemilik meminta atau menghendaki adanya pengembalian.
  • Wadiah yad al-amanah: akad yang mana barang maupun dana yang rusak ataupun hilang bukan jadi tanggung jawab pihak yang menerima titipan. Dengan catatan, kehilangan atau kerusakan tersebut bukan karena kecerobohan atau kelalaian penerima titipan.

2. Akad Mudharabah

Ini merupakan akad yang di dalamnya terdapat perjanjian untuk menanamkan modal dari shahibul maal atau pemilik dana pada mudharib atau pengelola dana. Nanti dana tersebut akan dimanfaatkan untuk aktivitas usaha tertentu sesuai tuntunan syariah. 

Kemudian terkait pembagian hasil terhadap kedua pihak akan didasarkan pada akad nisbah yang sebelumnya sudah menjadi kesepakatan bersama.

Sementara itu, beberapa jenis akad mudharabah yaitu:

  • Mudharabah al-mutlaqah: kerja sama antara kedua pihak di mana pemilik dana akan menyediakan modal lalu memberikan kewenangan secara penuh terhadap pengelola dana. Mudharib yang akan menentukan tempat maupun jenis investasi. Lalu keuntungan atau kerugian yang didapatkan akan dibagi sesuai kesepakatan awal.
  • Mudharabah muqqayadah: kerja sama antara kedua pihak di mana pemilik dana akan menyediakan modal serta memberikan kewenangan terhadap pengelola modal. Hanya saja kewenangan yang diberikan sifatnya terbatas, terkait penentuan jenis serta tempat investasi. Kemudian untuk keuntungan dan kerugiannya akan dibagi berdasarkan kesepakatan awal.

3. Akad Musyarakah

Jenis akad yang ketiga pada bank syariah yaitu akad musyarakah yang merupakan perjanjian untuk menanamkan modal baik dari dua maupun lebih shohibul maal untuk melaksanakan bisnis atau usaha tertentu sesuai ajaran Islam. 

Untuk pembagian hasilnya nanti berdasarkan akad nisbah yang sebelumnya telah menjadi kesepakatan. Sementara itu, untuk pembagian kerugiannya berdasarkan pada proporsi modal dari kedua pihak. 

Secara umum, akad musyarakah diterapkan ketika melaksanakan proyek. Kedua shohibul maal atau lebih akan menyatukan modalnya. Lalu pada pelaksanaannya nanti, para pemilik modal tersebut akan menunjuk salah satu dari mereka yang tentunya sudah berdasarkan kesepakatan. 

Selain itu, akad musyarakah juga diterapkan pada usaha dengan sebagian biayanya ditanggung lembaga keuangan dan sisanya ditanggung nasabah.

4. Akad Murabahah

Akad yang juga dinamakan akad margin ini merupakan perjanjian pembiayaan dalam bentuk transaksi jual beli terkait barang dengan besaran sesuai perolehan barang lalu ditambah margin serta waktu pengembalian yang sudah disepakati kedua pihak. Nanti penjual menginformasikan dulu harga perolehan pada pembeli.

5. Akad Salam

Berikutnya ada akad dalam bank syariah bernama akad salam. Akad ini merupakan sebuah perjanjian pembiayaan terkait transaksi jual beli seputar barang. 

Nanti, pembeli akan memberikan uangnya secara penuh pada barang yang akan dibelinya. Tentu untuk spesifikasi dan kondisi barang tersebut sudah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya, dilanjutkan dengan pengantaran barang.

6. Akad Istishna’

Akad yang satu ini merupakan pembiayaan yang di dalamnya terdapat transaksi berupa jual/beli barang berdasarkan persyaratan atau kriteria tertentu. Persyaratan tersebut juga sudah sesuai kesepakatan kedua pihak, termasuk cara atau mekanisme pembayarannya pun juga telah disepakati.

7. Akad Qardh

Berikutnya ada akad atau perjanjian yang berkaitan dengan pinjam meminjam. Transaksi tersebut tanpa ada imbalan melainkan pihak peminjam hanya bertugas mengembalikan pokok pinjaman secara langsung alias cash.

Bisa juga dengan cara mencicil berdasarkan jangka waktu tertentu. Umumnya terkait pembiayaan dana talangan ini jangka waktunya relatif pendek.

8. Akad Ijarah

Pada bank syariah, ada juga perjanjian atau akad bernama ijarah, sebuah perjanjian mengenai transaksi sewa menyewa jasa atau barang. Pemilik objek sewa memiliki hak untuk memperoleh imbalan terkait objek yang disewakannya.

Berdasarkan akad tersebut, bank syariah akan memberikan hak ke penyewa agar menggunakan barang yang telah disewakan tersebut. Nanti akan ada imbalan uang sewa berdasarkan kesepakatan. Ketika masa sewa sudah selesai, maka barang sepenuhnya dikembalikan ke pemilik.

Adapun penyewa hanya bisa memiliki barang atau jasa yang disewakan padanya berdasarkan pemindahan kepemilikan barang dari bank syariah oleh pihak yang lain. Maka di sini berlaku ijarah wa iqtina.

9. Akad Ar-Rahnu

Dalam bahasa Indonesia, ar-rahnu artinya pawn, pledge, atau gadai. Akad ini merupakan sebuah kontrak perjanjian dan penjaminan di mana untuk hak penguasaan terhadap barang/produk jaminan berpindah tangan. Dengan kata lain, akad tersebut memanfaatkan barang yang memiliki nilai ekonomis untuk dijadikan sebagai jaminan utang.

Pada akad ar-rahnu tidak ada pemindahan kepemilikan. Namun perpindahan kepemilikan ini bisa saja terjadi hanya pada kondisi tertentu yang merupakan akibat atau efek kontrak.

10. Akad Hawalah

Perjanjian ini berfokus pada pemindahan nasabah ke bank agar bank syariah membantu nasabah tersebut memperoleh modal tunai. Modal inilah yang nanti digunakan untuk melanjutkan produksinya. Bank akan memperoleh imbalan atas pemindahan piutang tersebut.

11. Akad Kafalah

Ini merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan bank pada nasabah. Jaminan ini terkait pelaksanaan proyek maupun pemenuhan kewajiban oleh pihak yang telah dijamin bank tersebut.

12. Nisbah

Nisbah merupakan akad pembagian keuntungan. Untuk besaran keuntungan yang dibagi sudah berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Bisa jadi kedua pihak mendapatkan bagian yang sama atau ada salah satu pihak yang bagiannya lebih banyak.

13. Margin

Ini merupakan besarnya keuntungan atau profit yang sudah disepakati antara nasabah dengan bank terkait pembiayaan pada akad murabahah. Untuk margin pembiayaan sifatnya tetap serta tidak berubah di sepanjang periode pembiayaan tersebut.

14. Akad Wakalah

Akad ini merupakan perjanjian perwakilan di antara nasabah dan bank. Pada akad ini, nasabah memberikan kuasa ke pihak bank agar mewakili dirinya dalam menjalankan pekerjaan maupun jasa tertentu.

15. Bai’al Muthlaq

Akad selanjutnya yang diterapkan bank syariah yaitu bai’al muthlaq, sebuah akad pertukaran antara barang dengan uang. Transaksi seperti ini mengacu pada seluruh produk dengan didasarkan transaksi jual beli.

16. Muqayyad

Ini merupakan kegiatan jual beli yang di dalamnya terdapat pertukaran barang dengan barang alias barter. Aktivitas jual beli tersebut digunakan untuk ekspor yang tidak dapat menghasilkan valas atau mata uang asing.

17. Sharf

Akad selanjutnya pada bank syariah yaitu sharf atau jual beli valas yang berbeda. Misalnya Dolar dengan Rupiah, Rupiah dengan Yen, dan sebagainya. Akad tersebut dijalankan dalam bentuk transfer dengan mengacu pada nilai kurs saat transaksi berlangsung.

Sudah Paham tentang Bank Syariah?

Sekian informasi seputar bank syariah, termasuk prinsip, fungsi, dan apa saja akad yang ada. Sangat penting mengetahui informasi tentang akad tersebut agar akad yang Anda pilih nanti sesuai transaksi yang Anda inginkan. Semoga bermanfaat.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page