Mengenal Ilmu Kedokteran: Biografi Ibnu Sina

Nama Ibnu Sina masih kerap kita temui di berbagai jenis buku pelajaran, baik sejarah maupun buku ilmu terapan lainnya. Kendati sudah lebih dari puluhan abad yang lalu, sejarah kehidupan Ibnu Sina masih tercatat jelas dalam sejarah melalui biografi Ibnu Sina. 

Dunia seolah tak ingin melupakan jasa-jasa dan warisan guru besar sekaligus bapak kedokteran dunia ini. Mengapa begitu? Ibnu Sina adalah seorang tokoh besar, yang berkat kecerdasannya mampu melahirkan banyak teori-teori dasar untuk ilmu pengetahuan di dunia. 

Pengembangan pemikiran yang luar biasa, bisa menorehkan banyak warisan besar di dunia pengetahuan. Ibnu Sina juga menjadi tokoh berpengaruh yang menginspirasi banyak ilmuan jenius di dunia. 

Pada artikel kali ini, secara lengkap akan memberikan pengenalan mendalam tentang siapa sebenarnya tokoh Ibnu Sina, serta warisan besarnya di dunia. 

Perjalanan Panjang Kehidupan dan Biografi Ibnu Sina 

Ibnu Sina adalah seorang tokoh ilmuan yang lahir pada 980-1057 di daerah Afsana, Pushkinsky, Dinasti Samaniyah, Uzbekistan. 

Memiliki nama asli Abu Ali al-Husayn, tapi beliau juga kerap dikenal sebagai Avicenna oleh orang-orang dari negara barat. Menariknya, Ibnu Sina ini juga pernah tinggal di beberapa tempat, termasuk Sindangkasih, atau saat ini disebut Majalengka. 

Ibnu Sina meninggal pada Juni 1037, tepatnya pada usia 58 di daerah Hamadan, Persia. Beberapa orang juga menyebutnya Sharaf al-Mulk, Sheikh al-Rayees, Ibn-Sino, Hujjat al-Haq dan juga Bu Ali Sina. 

Kehidupan Ibnu Sina Muda

Ibnu Sina lahir pada 980 Masehi di sebuah desa bernama Afsana, sebuah desa Bukhara yang mana kini menjadi Uzbekistan. Daerah yang terletak di ibukota Samaniyah itu masuk pada wilayah dinasti Persia. 

Tempat tinggalnya itu juga merupakan kampung halaman sang ibu, Setareh. Sedangkan ayah Ibnu Sina muda bernama Abdullah. 

Ayah Abdullah juga merupakan tokoh yang terpandang, seorang sarjana yang dihormati dan juga disegani. Ayahnya berasal dari Kota Balgh yang merupakan bagian dari kekaisaran Samanid, atau juga kita kenal sebagai Afghanistan. Selain itu, ayahnya juga bekerja di pemerintahan Samanid. 

Ibnu Sina memiliki adik laki-laki bernama Mahmoud. Kehidupannya semasa kecil dihabiskan dengan mempelajari Al-Quran dan juga sastra. Semua itu dipelajari bahkan sebelum usianya 10 tahun. Kecerdasannya sudah tampak sejak kecil, hal ini juga terbukti dari kemampuannya menghafal seluruh ayat Al-Quran di usia 10 tahun. 

Kemampuan berpikirnya yang kritis membuat Ibnu Sina menjadi sosok yang cerdas dan disegani. Bakatnya dalam ilmu pengetahuan memang sudah terlihat sejak dia kecil, belum lagi dia juga menjadi teladan bagi orang-orang disekitarnya. 

Latar Belakang Pendidikan 

Seperti yang seringkali tertulis pada biografi Ibnu Sina lainnya, kebanyakan pengetahuan dan pemikirannya muncul dari keingintahuannya yang besar. 

Ibnu Sina tak pernah benar-benar menempuh pendidikan formal sehingga mampu mencetuskan banyak teori baru, akan tetapi kebanyakan pengetahuannya dia dapat secara otodidak. Beliau sering belajar dari orang-orang di sekelilingnya.

Tak hanya itu saja, Ibnu Sina memang terkenal sebagai anak yang cerdas. Pemikirannya yang kritis membuat Ibnu Sina mampu menguasai ilmu aritmatika India, yang dipelajari secara otodidak dari para pedagang India. 

Kegemarannya dalam mempelajari hal-hal baru juga membuatnya mudah mempelajari berbagai jenis ilmu diluar pendidikan formal. Beliau juga seringkali mempelajari ilmu baru dari para sarjana yang dikenalnya, seorang yang bekerja dengan cara menyembuhkan orang sakit. 

Tak hanya itu, kemampuannya menguasai ilmu Fiqih (hukum islam) juga berawal dari keinginannya belajar dengan seorang sarjana bernama Ismail al-Zahid. Semua ilmu tersebut telah selesai dipelajarinya sejak Ibnu Sina masih kecil menuju remaja. 

Tak berhenti di sana saja, keingintahuannya yang semakin besar membawa dirinya semakin dekat dengan teori Metafisika milik Aristoteles. 

Kendati begitu, ada banyak hal yang tak mampu dipahami sebelumnya. Hingga akhirnya dia mampu menemukan benang merah untuk pemahamannya mengenai teori tersebut, setelah membaca penjelasan al-Farabi. 

Masih di usia remaja, setahun setelah dia memahami teori Metafisika, dia mulai mempelajari filsafat. Mempelajari ilmu filsafat rupanya jauh lebih sulit dari apa yang dia bayangkan. Namun, remaja yang penuh rasa ingin tahu itu terus berusaha mencari jalan keluar. 

Berdasarkan catatan biografi Ibnu Sina, mengatakan bahwa dia punya cara tersendiri ketika merasa ‘buntu’ pada pelajaran barunya. Beliau seringkali berwudhu dan pergi ke masjid untuk sholat dan berdoa. 

Terus-menerus melakukan hal itu, hingga dia mendapat hidayah dari jalan buntunya. Biasanya, dia akan berhenti membaca bukunya untuk sementara dan menghabiskan waktu untuk berdoa.

Menuju usia 16 tahun, Ibnu Sina sudah bisa menguasai ilmu kedokteran. Dia bahkan mampu menciptakan teori baru untuk metode pengobatan anak. Kemampuan Ibnu Sina ini membuat dirinya mampu mendapatkan status dokter pada usia 18 tahun. Bisa dikatakan, Ibnu Sina menjadi dokter termuda kala itu. 

Karir Ibnu Sina Dewasa

Sosok Ibnu Sina sebagai dokter muda menjadi semakin banyak terdengar di kalangan manapun. Bahkan, dirinya tidak segan-segan menyembuhkan penyakit tanpa meminta bayaran sedikitpun. Namun, karirnya sebagai dokter juga sering mendapat banyak cobaan. 

Ketika menuju dewasa, Ibnu Sina pernah berjanji untuk membantu penyembuhan Emir Nuh II dari penyakit yang berbahaya yang sebelumnya tidak pernah dia tangani. 

Untuk itu, dia membutuhkan referensi pengetahuan lain dari sebuah perpustakaan kerajaan Samaniyah. Sehingga dirinya juga sering terlihat mengunjungi perpustakaan tersebut, setelah mendapat akses. 

Tapi tak lama dari itu, perpustakaan itupun terbakar habis oleh api. Beberapa oknum yang merupakan musuh-musuh Ibnu Sina mengatakan bahwa itu adalah perbuatan dirinya. Dengan dalih Ibnu Sina ingin menjadi pintar sendiri, dan tidak ingin membagi pengetahuan miliknya. 

Namun, hal tersebut tidak menjadi kendala bagi Ibnu Sina. Dia tetap membantu pekerjaan sang ayah, dan juga menuliskan beberapa buku berisikan tentang teori-teori awal yang dia ketahui. 

Ayahnya meninggal ketika Ibnu Sina berumur 22 tahun. Saat itu, Dinasti Samanid juga telah berakhir, sehingga Ibnu Sina mulai melanjutkan kehidupannya dengan mengembara ke Nishapur, Merv hingga daerah perbatasan Khorasan. 

Sebenarnya, periode sebelum itu dia mendapatkan tawaran dari seorang teman, Mahmud, untuk ikut menuju ke barat, yakni Urgench yang letaknya berada di wilayah Turkmenistan. Tetapi Ibnu Sina memilih melanjutkan lembaran hidupnya di Grogan. 

Sebelumnya, Ibnu Sina juga sempat mengidap penyakit yang parah. Namun kemudian berangsur-angsur membaik setelah kehidupannya mulai normal kembali di pinggiran Laut Kaspia. 

Dia menemukan seorang teman baru yang tinggal di dekat rumahnya. Dari situ, Ibnu Sina belajar astronomi dan juga logika. Hari-hari membuatnya larut dalam ilmu pengetahuan baru, di sisi lain dia juga mulai menulis buku Canon of Medicine.

Proses Kreatif Penulisan Karya 

Sebenarnya, Ibnu Sina sudah banyak menuliskan buku tentang ilmu pengetahuan dan buah pemikirannya. Namun bisa dibilang Canon of Medicine ini menjadi karyanya yang besar dan merubah dunia kedokteran menjadi jauh lebih modern. 

Sedikit banyak karya Ibnu Sina juga berdasarkan apa yang dipelajari, dan hal-hal yang pernah dialami sendiri. Buku Canon of Medicine sendiri mulai ditulis ketika dia berada di Grogan. Sembari mempelajari ilmu astronomi Ibnu Sina selalu berbagi pemikiran dengan kawannya dan mengembangkan teori baru. 

Selepas dari Grogran, Ibnu Sina kembali berpindah tempat tinggal menuju ke Rey, tepatnya di wilayah Teheran. Di Kota Rhazes, kala itu berada di bawah kekuasaan Majd Addaula, putra Buwaihi seorang emir terakhir. Di kota inilah setidaknya ada 30 karya tulisan Ibnu Sina yang lahir. 

Kendati begitu, kondisi kehidupan di sana tidak selalu kondusif. Sempat ada permusuhan internal dari bupati dan anak keduanya yang bernama Shams al-Daulah, membuat berbagai perubahan tatanan kota. Salah satunya adanya aturan yang melarang para sarjana untuk melanjutkan pendidikannya. 

Ibnu Sina sempat berada di Rey juga harus mendapatkan rintangan serupa, akibat aturan yang ditetapkan. Pada akhirnya dia bisa berhasil lulus, setelah sebelumnya menetap sebentar di Qazvin. 

Ibnu Sina memutuskan untuk menetap di Hamadan, yang kala itu dipimpin oleh Shams al-Daulah. Di sana, Ibnu Sina bekerja menjadi penyedia layanan yang berhubungan dengan medis, yang salah satu pasiennya termasuk wanita. 

Mengetahui keberadaan Ibnu Sina, sang emir memintanya untuk datang dan bekerja sebagai petugas medis kerajaan. Kemudian Ibnu Sina diberikan upah berupa hadiah dan kendaraan untuk pulang menuju rumahnya. Tapi, kehidupannya yang cukup berliku membuat setiap pencapaiannya jadi tidak mudah. 

Dia sempat diangkat bekerja di sebuah kantor wazir, tapi atas beberapa alasan, akhirnya emir di sana memutuskan untuk mengeluarkan Ibnu Sina dari negara tersebut. Sehingga dalam situasi mendadak, dirinya sampai harus bersembunyi dan meminta bantuan Syekh Ahmed Fadhel. 

Lika-liku Perjalanan 

Membicarakan biografi Ibnu Sina mungkin tidak akan pernah cukup, terutama untuk memaparkan susah payahnya dia menimba ilmu dan menerapkan semuanya dengan konsisten. 

Telah disampaikan bahwa beliau sering mengembara berpindah-pindah tempat. Tapi, di setiap sudut yang disinggahi, Ibnu Sina yang menetap selalu saja terlibat permasalahan. 

Urusannya dengan emir di Hamadan belum selesai, namun akhirnya terdengar kabar bahwa penyakit emir tersebut muncul kembali. Membuat pihak kerajaan membutuhkan Ibnu Sina, dan akhirnya dia kembali lagi ke posnya untuk bekerja sebagai petugas medis. 

Satu hal yang tidak pernah lekang dan hilang adalah kebiasaannya untuk terus belajar dan menerapkan semua ajaran Allah SWT. 

Bahkan ketika kehidupannya begitu sulit, dia tidak pernah lelah untuk mengembangkan pemikirannya. Setiap malam menjelang, dia akan membacakan isi buku Canon and Sanatio serta memberikan penjelasan pada orang-orang yang menjadi muridnya. 

Hingga suatu hari, dimana emir telah meninggal, membuat Ibnu Sina memutuskan untuk tidak lagi menjadi wazir. Dia memilih hidup bersembunyi di rumah seorang teman yang merupakan apoteker. 

Di sisi lain, Ibnu Sina yang pernah mendapatkan tawaran untuk membuka jasa di kota dinamis Isfahan pun memberikan konfirmasi. Dia menulis surat untuk Abu Ya’far yang menghubungkannya ke Isfahan. 

Namun sayangnya, hal ini diketahui oleh emir baru di Hamadan membuat persembunyiannya terbongkar. Pada akhirnya, Ibnu Sina masuk ke penjara benteng. Sementara kota Hamadan dan Isfahan terus berperang. 

Pada tahun 1024, akhirnya seluruh pertengkaran dua kota tersebut usai. Ibnu Sina berhasil kabur dari Hamadan bersama oleh dua muridnya dengan menyamar mengenakan gaun Sufi. Berhasil berada di Isfahan, akhirnya dia mendapatkan sambutan baik dari warga dan juga pihak kerajaan. 

Pengabdian Terakhir Ibnu Sina

Kehidupan Ibnu Sina sebenarnya sudah berangsur-angsur membaik, selama dia mengabdikan dirinya sebagai dokter pribadi sekaligus penasihat sastra ilmiah untuk Muhammad bin Rustam Dushman Ziyar. Seorang pemimpin besar Kakuyid (Ala al-Dawla), yang juga kerap meminta bantuan Ibnu Sina untuk kampanyenya. 

Dari perjalanan hidupnya ini, Ibnu Sina masih terus belajar ilmu sastra dan filologi. Hingga akhirnya, penyakit parah kembali menyerangnya. Padahal, di waktu yang sama, dirinya bersama tentara sedang dalam perjalanan menuju Hamadan. 

Penyakitnya tergolong berat, sehingga salah satu cara mengurangi rasa sakitnya adalah menggunakan obat yang sangat keras. Hal ini terpaksa dia tempuh, bahkan dia harus bersusah payah untuk berdiri akibat efek obat tersebut. 

Tiba di Hamadan membuatnya menyadari letak sumber penyakitnya, oleh karena alasan tersebut dia mengundurkan dirinya dan memilih menetap di Hamadan. 

Melihat apa yang terjadi padanya, para sahabat pun menyarankan dia untuk menjalani hidup lebih cukup dan perlahan. Akan tetapi Ibnu Sina menolak, dia memilih jalan hidup yang pendek tapi bermakna daripada sebaliknya. 

Hari-hari Ibnu Sina berkutat dengan penyakitnya dan menghabiskan waktu untuk membaca Al-Quran setiap tiga hari. 

Harta bendanya dia limpahkan untuk orang-orang miskin, sisa-sisa kemampuannya dia gunakan untuk membebaskan budak. Dalam biografi Ibnu Sina, dia meninggal pada Juni 1037 pada umur 58 tahun di Hamadan, Iran.

Filsuf Sekaligus Bapak Kedokteran Modern

Sebagai seorang yang cerdas, bakat Ibnu Sina sudah tampak sejak kecil. Minatnya akan ilmu pengetahuan yang begitu besar membuat dirinya dengan senang hati mendekatkan diri pada Al-Quran dan juga ilmu pengetahuan. 

Tertulis dalam beberapa biografi Ibnu Sina, beberapa teori tentang madzhab Ibnu Sina. Yang kemudian terkenal dan menjadi banyak cabang ilmu pengetahuan. Sosok Ibnu Sina ini juga sangat disegani dan banyak diikuti oleh para ilmuwan serta sejarawan lainya. 

Seorang sejarawan di abad pertengahan bernama Zahir al-din al Baihaqi yang meneliti tempat karyanya, menganggap Ibnu Sina ini salah satu pengikut Ikhwan al-Safa. Kemudian ada pula Dimitri Gutas, Jules. J, dan Aisha Khan menganggap bahwa Ibnu Sina, atau dikenal sebagai Avicenna adalah seorang Sunni Hanafi. 

Terlepas dari itu semua, Ibnu Sina memang menjadi sosok cerdas, berbakat dan tokoh berpengaruh bagi orang-orang disekitarnya dan generasi setelahnya. Banyak dari tulisannya yang terbukti benar, dia bahkan sering mencetuskan teori-teori baru dalam urusan kedokteran. 

Terobosan Ibnu Sina yang besar membuat banyak bidang ilmu pengetahuan menjadi semakin maju. Berikut ini beberapa catatan perjalanan Ibnu Sina dalam menimba ilmu dan juga mencetuskan ide-ide besarnya. 

Berawal dari Teologi Islam dan Filsafat

Membicarakan filsafat dan Ibnu Sina mungkin tak cukup waktu, sebab ada begitu banyak penjelasan luas mengenai hal tersebut. Filsafat menjadi salah satu bidang yang mendefinisikan dirinya.

Kebanyakan karya milik Ibnu Sina ditulis dalam Bahasa Arab dan Persia. Salah satu contohnya adalah filsafat untuk Ala ‘ad-Daula’. Ilmu filsafat yang dipelajari secara ekstensif juga mengacu pada filsafat islam. 

Seperti yang telah diketahui, bahwa Ibnu Sina merupakan seseorang yang taat dengan islam. Hal ini membuatnya mampu memahami semua ayat-ayat Al-Quran jauh sebelum dirinya dewasa. 

Tapi berawal dari keingintahuannya yang besar untuk bisa memahami ilmu filsafat, dia mengembangkan pemikirannya. Mencoba menyatukan ilmu teologi islam dengan filsafat rasional. Tujuannya untuk membuktikan bahwa adanya eksistensi Tuhan dan ciptaan-Nya. 

Kendati mengalami kesulitan, sebab teori filsafat miliki Aristoteles begitu sulit dijabarkan dan dikaitkan dengan islam, namun akhirnya dia menemukan jalan tengah. Berkat membaca penjelasan Farabi mengenai hukum filsafat. Meluruskan benang kusut antara filsafat dan islam.

Penjabaran Ilmu Filsafat

Setelah menemukan benang merah antara kedua ilmu teologi islam dan filsafat, Ibnu Sina meyakini bahwa teori filsafat terbagi menjadi dua, yaitu filsafat fisika dan metafisika. 

Filsafat adalah ilmu yang menjabarkan tentang jiwa, sebuah kata yang memiliki makna sangat luas. Tapi pada dasarnya, arti dari jiwa itu sendiri adalah sebuah kesempurnaan awal. 

Maksudnya sebuah spesies, atau makhluk menjadi sempurna karena ada jiwa di dalamnya, sama halnya dengan manusia. Dari sini, definisi jiwa ini menjadi dua hal yang secara signifikan berbeda dalam teori fisika dan metafisika.

a. Fisika

Menurut penjelasan dalam biografi Ibnu Sina teori fisika, makna jiwa didasari oleh hal-hal yang secara fisik terlihat. Makhluk dengan jiwa yang membuatnya hidup, seperti halnya tumbuhan, hewan, dan juga manusia. 

Jiwa pada tumbuhan, membuatnya mampu makan, tumbuh, dan berkembang biak. Jiwa pada hewan yang membuatnya mampu bergerak dan menangkap. Jiwa yang ada pada manusia membuat kita memiliki kemampuan praktis (berhubungan dengan jasad) dan teoritis (berhubungan dengan hal abstrak).

b. Metafisika

Sedangkan teori filsafat metafisika merupakan hal-hal yang tidak terlihat secara kasat mata. Artinya, pada metafisika, definisi jiwa lebih menekankan pada kekekalan jiwa, hubunganya dengan jasad, hakikat jiwa serta perwujudannya. 

Penemuan Kedokteran Ibnu Sina

Ibnu Sina, atau kerap dipanggil al-Ra’s (puncak gunung pengetahuan) ini memberikan banyak kemajuan dalam bidang medis. Beberapa diantaranya adalah dari cara pengobatan penyakit tertentu yang sebelumnya belum pernah ada. 

1. Pengobatan Orang yang Tercekik Kerongkongannya

Pada beberapa pasien yang mengalami kesulitan bernafas, Ibnu Sina memberikan cara penanganan dengan menggunakan pipa udara. Pipa ini biasanya terbuat dari perak atau emas untuk dimasukan lewat mulut dan terus menuju kerongkongan. 

Penggunaan alat ini masih digunakan hingga sekarang untuk pengobatan pasien asma. Serta untuk memasukan gas bius atau oksigen pada pasien. Tapi saat ini, pipa tersebut diganti dengan bahan karet dan juga plastik.

2. Pengobatan Kepala yang Terluka

Pada pengobatan luka kepala yang dimaksud adalah luka yang berupa penyakit dari dalam, maupun luka luar yang membuat kepala pecah atau terbuka secara fisik. Ibnu Sina percaya bahwa tempurung kepala memiliki sifat yang sama dengan tulang, yang ketika pecah tidak dapat menyatu kembali. 

Kepala yang pecah dengan luka dalam, yang tidak terdapat luka luar akan mengakibatkan tumor apabila tidak dibuka (operasi). Sedangkan kepala yang terluka terbuka di luar masih bisa dilihat dari seberapa parah luka tersebut. 

3. Mengobati Penyakit Dalam

Sebagai dokter di masa yang belum modern dan minim alat, Avicenna terkenal dengan kemampuannya dalam mendiagnosa penyakit dalam. 

Dia menjadi orang yang pertama mampu membedakan penyakit lambung dan ginjal, mendiagnosa peradangan selaput otak, radang pada paru-paru, dan pembengkakan hati hingga kram perut. 

4. Pengobatan Sakit Ginjal dan Saluran Kencing

Tak perlu bantuan CT Scan, karena di masa lalu, Ibnu Sina sudah bisa membedakan penyakit akibat batu ginjal dan batu pada gangguan saluran kencing yang diakibatkan zat kapur. Selain kemampuannya mendiagnosa dengan tepat, dia juga bisa menunjukan penyebab serta solusi dari penyakit. 

5. Penyakit Khusus Wanita

Jauh sebelum adanya penemuan mikroskop, Avicenna sudah bisa membedakan jenis-jenis penyakit yang terjadi di daerah kewanitaan. Beberapa diantaranya penyebab mandul, nifas yang sering menyebabkan demam, kanker, dan selaput yang menutup saluran kewanitaan. 

Bahkan, dia juga sudah lebih dulu mengetahui bahwa gen ayah yang paling besar persentasenya dalam menentukan jenis kelamin janin. 

6. Penyakit Saraf

Dalam biografi Ibnu Sina juga menyatakan bahwa dia adalah dokter pertama yang mampu menangani masalah penyakit saraf yang sulit dipahami. Bahwa ada dua jenis penyebab saraf tubuh menjadi lumpuh, yakni dari otak dan juga akibat dari bagian anggota tubuh. 

Dia sadar bahwa adanya gangguan saraf pada otak kebanyakan timbul akibat adanya tumpukan darah di otak. 

7. Penyakit Kejiwaan 

Dari semua jenis penyakit yang memiliki sejumlah gejala fisik, penyakit kejiwaan yang sulit dipahami sekalipun dapat dipahami dengan baik oleh Ibnu Sina. Dia mampu membedakan jenis-jenis penyakit kejiwaan, dan juga penanganannya secara psikologis.

Buah Pemikiran Ibnu Sina yang Mengubah Dunia

Julukan bapak kedokteran modern dunia mungkin tidaklah berlebihan bagi Avicenna, sebab ketekunannya dalam belajar membuah hasil yang besar. Berkat dirinya, dunia kedokteran berhasil maju menjadi lebih baik dan mudah dipahami penerusnya. 

Ada pula banyak teori lain di luar ilmu kedokteran yang mampu diluruskan oleh dirinya. Karya-karya yang terkumpul dalam biografi Ibnu Sina ini menjadi bukti besarnya jasa-jasanya. 

Beliau adalah seorang yang mampu mencetuskan munculnya ilmu pengetahuan fisika, metafisika, kimia, matematika, hingga astronomi. Berikut ini adalah karyanya yang paling besar.

1. Kitab Qanun fi al-Tibb 

Buku yang dalam Bahasa Inggris berjudul Canon of Medicine ini merupakan buku yang paling penting sebagai rujukan para pakar kedokteran di Eropa dan dunia. Setidaknya, sekitar 5 abad buku ini masih terus digunakan dan dialih bahasakan supaya ilmunya mampu dipahami semua manusia.

Buku yang membahas tentang semua hal dalam urusan kedokteran ini sangat membantu banyak pihak. Canon of Medicine juga menjadi karya yang paling terkenal dan melambungkan nama Avicenna di dunia. 

2. Kitab Lisanu al-Arab (Sastra Arab)

Buku Lisanul-Arab ini merupakan kumpulan karya yang berada dalam Bahasa Arab. Selain itu, buku ini juga berisi tentang kumpulan sastra arab, dan semua yang menjelaskan mengenai Bahasa Arab itu sendiri. 

Bahkan buku ini juga ditulis hingga 10 Jilid, sebagai jawaban dari tantangan Amir ‘Ala ad-Daulah yang berada di Isfahan. 

3. Kitab An-Najat (Hikmah)

Kitab An-Najat ini berisikan tentang pembahasan seputar ilmu hikmah. Seperti yang telah disebutkan pada biografi Ibnu Sina, buku ini juga mengutip dari dari Ash-Shifa, yang mana seringkali ditulis dengan tujuan supaya para pelajar mampu memahami dengan mudah dasar-dasar hikmah. 

4. Kitab Ash-Shifa (Filsafat)

Buku Ash-Shifa ini membahas mengenai filsafat dengan cakupan yang sangat luas. Sehingga, seringkali Kitab Ash-Shifa menjadi bahan rujukan yang digunakan oleh para filsuf lainnya. 

Kitab ini juga memiliki 18 jilid, yang menguraikan tentang isi pembahasan filsafat ke dalam empat bagian besar. Matematika, logika, fisika dan juga ilmu ketuhanan, semuanya berasal dari ilmu filsafat yang luas. 

5. Fi Aqsami al-‘Ulumi al-‘Aqliyyah (Fisika)

Buku ini merupakan karya selanjutnya dari Ibnu Sina yang membahas mengenai ilmu fisika. Buku yang juga ditulis dalam Bahasa Arab ini adalah buku yang diterbitkan pertama kali di Kairo. Buku ini juga masih bisa ditemukan di perpustakaan di Istanbul dengan terjemahan Bahasa Latin. 

6. Al-Isyarat wa al-Tanbihat (Logika)

Secara umum, kitab ini membahas mengenai logika dan hikmah. Akan tetapi, banyaknya karya yang menjelaskan tentang kedua teori ini membuat buku-buku milik Ibnu Sina sulit untuk didefinisikan. Setidaknya, ada 276 karya Avicenna di Kairo. 

Sudah Paham tentang Biografi Ibnu SIna?

Kita mungkin tak bisa menyangkal bahwa kepemilikan gelar al-Syaikh al-Rais milik Ibnu Sina memang bukanlah hal yang berlebihan. Gelar The Leader Among Wisemen diberikan untuk beliau karena ketaatannya dalam menimba ilmu, dan dedikasinya yang tinggi untuk terus maju mengembangkan ilmu pengetahuan. 

Dari Ibnu Sina kita belajar bahwa setinggi-tingginya ilmu pengetahuan akan semakin membuat seseorang menjadi rendah hati, dan bijaksana. Sebab berilmu harus diimbangi dengan akhlak yang baik. Seperti Ibnu Sina, yang selalu punya cara untuk tetap menjadi sosok yang baik ketika ilmu sudah setinggi langit.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page