Biografi Ki Hajar Dewantara: Perjuangan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia

Berbicara tentang biografi Ki Hajar Dewantara, tentunya tidak cukup apabila hanya membicarakan latar belakangnya saja. Bapak pendidikan nasional ini sangat berjasa dalam kemajuan pendidikan di Indonesia melalui jasa-jasanya membangun sarana pendidikan dan mempermudah akses terhadap pendidikan.

Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai biografi Ki Hajar Dewantara. Mulai dari latar belakang, perjuangan dalam bidang pendidikan, dan pemikiran-pemikiran beliau. Salah satu yang terkenal adalah Tut Wuri Handayani. Simak lebih lengkap mengenai biografi Ki Hajar Dewantara dalam artikel berikut.

Biografi Ki Hajar Dewantara

Baca lebih lengkap mengenai perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara dalam artikel berikut. Mulai dari latar belakang dan kehidupan masa kecilnya, hingga perjuangan beliau dalam memajukan bidang pendidikan di Indonesia selama masa penjajahan.

Lahir Dengan Nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat

Sejarah pertama dari Ki Hajar Dewantara adalah nama beliau. Nama Ki Hajar Dewantara bukanlah nama asli, melainkan nama yang beliau pakai agar lebih mendekatkan diri kepada masyarakat.

Nama asli bapak pendidikan nasional ini adalah Raden Mas (R.M) Suwardi Suryaningrat. Dari namanya asli beliau, Raden Mas (R.M) Suwardi Suryaningrat merupakan keturunan bangsawan. Beliau lahir di Yogyakarta pada hari Kamis tanggal 2 Mei 1889.

Masih termasuk ke dalam keluarga bangsawan, Raden Mas Suwardi Suryaningrat merupakan keturunan dari bangsawan Pakualaman. Ayahnya adalah Kanjeng Pangeran Ario Suryaningrat dan Ibunya adalah Raden Ayu Sandiah.

Pada saat kecil, sangat lazim memberikan julukan kepada bayi. Ayah Raden Mas Suwardi Suryaningrat sangat menyukai humor sehingga memberi julukan nama ‘Jemblung’ (buncit) kepada putra beliau.

Salah satu sahabat ayah Raden Mas Suwardi Suryaningrat turut serta menambahkan nama julukan kepada Raden Mas Suwardi Suryaningrat kecil, yaitu Trunogati. 

Trunogati ini memiliki makna yang mendalam, yaitu seorang pemuda yang penting. Truno berarti pemuda, gati berasal dari kata ‘wigati’ yang memiliki arti penting atau berarti.

Ayah Ki Hajar Dewantara, KPA Suryaningrat kemudian menyempurnakan nama tersebut menjadi Jemblung Joyo Trunogati. 

Pada masa kecil, di lingkungan keluarga terdekat Raden Mas Suwardi Suryaningrat seperti ayah, ibu, kakak, dan pengasuhnya, Raden Mas Suwardi Suryaningrat dipanggil dengan nama Denmas Jemblung.

Latar Belakang dan Masa Kecil

Sebagaimana pada umumnya orang yang tinggal dalam lingkungan kerajaan, Raden Mas Suwardi Suryaningrat kecil hidup dengan berkelimpahan dan berkecukupan. Terlebih, Raden Mas Suwardi Suryaningrat merupakan cucu dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria (KGPAA) Paku Alam III.

Raden Mas Suwardi Suryaningrat kecil mendapatkan akses untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Sejak kecil, beliau belajar mengaji, karawitan, dan membaca buku sastra jawa.

Tidak hanya menghabiskan masa kecil dengan belajar, sesekali pengasuh Raden Mas Suwardi Suryaningrat mengajaknya keluar melihat kehidupan luar. Tentunya kehidupan sehari-hari di luar kerajaan sangatlah berbeda dengan kehidupan Raden Mas Suwardi Suryaningrat kecil yang berkecukupan.

Sejak kecil, Raden Mas Suwardi Suryaningrat memiliki bakat yang cerdas, perasaan halus, dan juga keinginan yang gigih untuk mendapatkan sesuatu. Bentuk tubuh Raden Mas Suwardi Suryaningrat juga kecil dan lemah. Meskipun begitu, ayah beliau tetap menerima Raden Mas Suwardi Suryaningrat kecil dengan rasa syukur.

Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Berikut ini adalah penjelasan pendidikan yang pernah ditempuh oleh sang Bapak Pendidikan Nasional. 

1. Europeesche Lagere School (ELS)

Raden Mas Suwardi Suryaningrat memulai pendidikannya dengan bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) atau sekolah dasar Belanda. 

Pada saat itu, akses pendidikan yang sulit bagi masyarakat biasa tentunya menjadi keistimewaan. Karena Raden Mas Suwardi Suryaningrat masih merupakan keturunan bangsawan, beliau bisa mendapatkan akses sekolah dengan mudah.

Europeesche Lagere School (ELS) terletak di daerah Bintaran, Yogyakarta. Sekolah ini tidak jauh dari tempat tinggal beliau. Di ELS, Raden Mas Suwardi Suryaningrat belajar selama tujuh tahun dengan mata pelajaran membaca, menulis, berhitung, dan Bahasa Belanda.

Pada zaman masa kolonial Belanda, sekolah ini hanya ditujukan bagi anak Eropa. Kemudian ELS ditujukan bagi pribumi yang mampu, seperti dari keturunan ningrat dan juga warga Tionghoa.

Di tahun 1904, Raden Mas Suwardi Suryaningrat lulus dari sekolah dasar Belanda ini. Kemudian, beliau melanjutkan pendidikannya ke Kweekschool atau yang terkenal sebagai sekolah guru pada masa itu.

2. Kweekschool (Sekolah Guru)

Kweekschool merupakan sekolah yang dibangun untuk menjadi guru pada masa kolonial Belanda. Sekolah ini berdiri pada tahun 1834 dengan menggunakan bahasa pengantar Bahasa Belanda.

Di masa sekolah ini, Raden Mas Suwardi Suryaningrat bertemu dengan  dr. Wahidin Sudiro Husodo yang menanyakan apakah ada anak-anak yang ingin belajar ke STOVIA atau Sekolah Dokter Jawa. 

Raden Mas Suwardi Suryaningrat menyelesaikan pendidikannya di Kweekschool selama satu tahun, yaitu dari tahun 1904 – 1905.

3. STOVIA (School Fit Opleiding Van Indische Artsen) 

Setelah menyelesaikan sekolahnya di Kweekschool dan bertemu dengan dr. Wahidin Sudiro Husodo, Raden Mas Suwardi Suryaningrat kemudian melanjutkan sekolahnya ke STOVIA atau School Fit Opleiding Van Indische Artsen. Karena kepandaian beliau, ia masuk ke sekolah ini dengan menggunakan jalur beasiswa.

Di kalangan pribumi, STOVIA terkenal dengan nama Sekolah Dokter Jawa. Sayangnya, karena kondisi kesehatan yang kurang membaik, Raden Mas Suwardi Suryaningrat tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di tempat ini.

Meskipun tidak menyelesaikan pendidikan di STOVIA, namun fase ini merupakan awal penting dalam sejarah biografi Ki Hajar Dewantara. Di sini, beliau bertemu dengan tokoh-tokoh penting lain dan mulai melakukan pergerakan dalam bidang pendidikan di masa kolonial belanda.

Awal Karir Sebagai Jurnalis

Ki Hajar Dewantara memulai karirnya tidak langsung menjadi jurnalis. Setelah berhenti dari STOVIA, beliau bekerja di pabrik gula Kalibagor Banyumas dengan menjadi peramu obat-obatan. Pekerjaan ini berkat pengalaman beliau saat sekolah di STOVIA.

Sayangnya, hal ini tidak berjalan lama karena ketidakfokusan beliau saat bekerja di pabrik gula tersebut. Beliau lebih tertarik untuk berkontribusi dalam bidang jurnalistik. Hal ini ditandai dengan rutinnya pengiriman artikel ke media cetak bernama De Express dan Oetoesan Hindia.

Tahun 1912, Ki Hajar Dewantara memulai karirnya sebagai jurnalis di De Express. Karirnya di sini membuat beliau menjadi seseorang yang masuk dalam pengawasan Pemerintah Hindia Belanda karena tulisannya yang memiliki kritik tajam kepada pemerintah di saat itu.

Ki Hajar Dewantara pernah dibuang ke Belanda oleh Pemerintah Hindia Belanda bersama dokter Tjipto Mangoenkoesoemo. Masa pembuangan tersebut berlangsung selama enam tahun untuk Ki Hajar Dewantara. 

Setelah masa pengasingan di Belanda berakhir, Ki Hajar Dewantara mulai meninggalkan karirnya dalam bidang jurnalistik dan beralih mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa. Masa inilah beliau mulai memperjuangkan pendidikan di Indonesia bersama dengan pahlawan lain.

Perubahan Nama Menjadi Ki Hajar Dewantara

Nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat tidak langsung berubah begitu saja menjadi Ki Hajar Dewantara. Namun, perubahan nama ini terjadi setelah dua tahun berdirinya perguruan Taman Siswa.

Pergantian nama menjadi Ki Hajar Dewantara ini terjadi pada saat usia beliau 40 tahun. Di tahun 1922, beliau mulai menggunakan nama Ki Hajar Dewantara atau yang biasa disingkat menjadi KHD. Beliau juga menanggalkan gelar kebangsawanannya.

Alasan dari perubahan nama ini supaya beliau dapat memiliki kedekatan dengan rakyat yang sedang diperjuangkan, baik kedekatan secara fisik ataupun kedekatan secara batin.

Sejarah Mendirikan Indische Partij

Indische Partij adalah sebuah partai pertama yang ada pada masa kolonial Belanda. Partai ini dibentuk oleh Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara. Didirikan pada tanggal 25 Desember 1912, Indische Partij menjadi partai bagi orang-orang pribumi dan campuran Hindia Belanda pada masa itu.

Awal pendirian Indische Partij dilatarbelakangi oleh Ernest Douwes Dekker yang memiliki keresahan akibat diskriminasi yang didapatkan beliau sebagai keturunan Belanda. Diskriminasi ini dilakukan oleh orang Belanda asli terhadap dirinya.

Beberapa contoh perlakuan tidak adil yang Douwes Dekker terima seperti tidak mendapatkan jabatan yang baik di pemerintahan Hindia Belanda pada masa itu. Hal ini karena tingkat pendidikan yang beliau miliki. Latar belakang ini juga didasari oleh tumbuhnya rasa nasionalisme dari Douwes Dekker.

Ernest Douwes Dekker kemudian mengajak Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara yang merupakan keturunan pribumi dan memiliki kritik terhadap pemerintah Belanda melalui tulisan di media cetak untuk mendirikan partai tersebut. Ketiga tokoh pahlawan ini dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai.

Tidak seperti sebelumnya, Partai Indische Bond yang didirikan Douwes Dekker kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Indische Partij justru diterima oleh berbagai golongan rakyat. Pada bulan Oktober 1912, Indische Partij memiliki anggota hingga lebih dari 7000 orang.

Selama masa berlangsungnya Partai Indische Partij, Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara secara aktif menyebarkan gagasan nasionalisme. Tak hanya itu, mereka juga menyampaikan bentuk-bentuk perlawanan terhadap kolonialisme.

Perlawanan ini dilakukan melalui tulisan provokatif yang dipublikasikan melalui surat kabar De Expres. Di sini, Ki Hajar Dewantara bertugas sebagai wartawan dalam surat kabar tersebut.

Salah satu karya yang cukup menjadi kontroversi berjudul Als Nederlander was atau Andaikan Aku Seorang Belanda. Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo juga menyampaikan tulisannya berjudul Kracht of Vrees yang berisi tentang kritik terhadap pemerintah Hindia Belanda yang sewenang-wenang.

a, Tujuan Partai Indische Partij

Berikut adalah tujuan Partai Indische Partij:

  • Meningkatkan patriotisme seluruh rakyat Indonesia kepada tanah air Indonesia.
  • Menjalankan kerja sama berdasarkan asas persamaan dari ketatanegaraan.
  • Memajukan tanah air Indonesia.
  • Mempersiapkan kehidupan rakyat Indonesia sebagai rakyat yang merdeka dari penjajah.

b. Strategi Indische Partij di Masa Kolonial Hindia Belanda

Dalam membangun partai ini, Tiga Serangkai melakukan beberapa strategi, yaitu sebagai berikut:

  • Menyerap cita-cita nasional Indonesia.
  • Menghilangkan ketidakadilan terkait stratifikasi sosial.
  • Menghilangkan berbagai usaha yang mengakibatkan kebencian antar agama.
  • Memperbesar pengaruh pro-Hindia di dalam pemerintahan.
  • Memperbaiki keadaan Indonesia dan berusaha untuk mendapatkan hak-hak yang selama ini dilupakan oleh bangsa Belanda.
  • Fokus memperkuat ekonomi Indonesia dan sesuai dengan kepentingan bangsa Indonesia.

c. Pembubaran Partai Indische Partij

Meskipun sukses menjadi partai politik pertama pada masa penjajahan Belanda, di akhir masanya, Indische Partij tetap dibubarkan oleh pemerintah karena dianggap radikal atau memiliki aliran berbeda dengan pemerintah.

Tepatnya pada tanggal 4 Maret 1913, partai ini akhirnya berhenti melakukan kegiatannya. Setelah hari pembubaran tersebut, Tiga Serangkai kemudian diasingkan ke Belanda.

Masa Pembuangan Ki Hajar Dewantara

Masa pengasingan ini membuat Ki Hajar Dewantara mengakhiri karir beliau sebagai jurnalis dan politikus setelah beliau kembali. Kemudian, beliau fokus melanjutkan perjuangannya dalam bidang pendidikan.

Pada 6 September 1913, Tiga Serangkai berangkat dari Batavia menuju ke negeri Belanda. Sebelum masa pengasingan ini, Ki Hajar Dewantara masih sempat menulis pesan yang disampaikan kepada teman-teman beliau yang mengantarnya dari Pelabuhan Tanjung Priok. 

Pesan tersebut judul Vrijheid Herdenking en Vrijheidsberoving (Peringatan Kemerdekaan dan Perampasan Kemerdekaan). Beberapa saat sebelum kapal bergerak, ia menerima kabar dari kawan-kawannya bahwa uang sumbangan yang telah terkumpul telah dikembalikan kepada para donaturnya. 

Sesampainya di negeri Belanda, mereka hidup dengan menggunakan uang yang diperoleh dari sumbangan teman teman mereka yang telah membentuk suatu badan pengumpul dana yang diberi nama TADO yang merupakan singkatan dari Tot Aan De Onafhankelijkheid (Sampai Kemerdekaan Tercapai). 

Tiga Serangkai hidup menggunakan uang ini selama masa pengasingan, yang tentunya tidak cukup.

Selama dalam pengasingan ini, Soetartinah, yaitu istri Ki Hajar Dewantara yang ikut beliau, melamar sebagai guru di sebuah taman kanak-kanak di Weimar, Den Haag. Taman kanak-kanak tersebut bernama Fröbel School.

Selama berada di Belanda, Ki Hajar Dewantara menghasilkan berbagai macam karya, antara lain beliau pernah mendirikan Indonesisch Pers Bureau.

Masa pengasingan ini berlangsung hingga tahun 1917. Sayangnya, pada masa itu ketika hendak pulang ke Indonesia, anak pertama Ki Hajar Dewantara dan Soetartinah mengalami sakit sehingga jadwal kepulangan Indonesia menjadi tertunda.

Tak hanya itu saja, rencana kepulangan ini juga tertunda karena pecahnya Perang Dunia I di Eropa. Ki Hajar Dewantara baru dapat kembali ke Indonesia dua tahun setelahnya, tepatnya pada tanggal 15 September 1919.

Pendirian Perguruan Nasional Taman Siswa

Taman Siswa berdiri pada 3 Juli 1922. Awal mulanya, Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah Perguruan Nasional Taman Siswa yang terletak di Yogyakarta

Taman Siswa bergerak sebagai lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi kelas bawah. Kenyataannya, pada zaman dahulu hanya golongan priyayi atau ningrat yang bisa mendapatkan akses pendidikan.

Gagasan mendirikan sekolah ini berasal dari hasil diskusi setiap hari Selasa-Kliwon. Awalnya, para peserta diskusi merasa prihatin dengan kondisi pendidikan yang ada di Indonesia, terlebih di masa penjajahan Hindia Belanda yang saat itu menganut sistem kolonial.

Biografi Ki Hajar Dewantara terkait dengan Taman Siswa ini merupakan perjalanan penting dalam hidup beliau. Di sini, Perguruan Nasional Taman Siswa mampu mengubah metode pengajaran kolonial dari pendidikan ‘perintah dan saksi’ menjadi metode pengajaran pamong.

Di Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara menerapkan model sekolah dari Italia (Maria Montessori) dan India (Rabindranath Tagore). Dari sinilah tercetuslah konsep trilogi pendidikan tingkah laku guru yang dapat menjadi panutan para siswa.

Taman Siswa memiliki lima jenjang pendidikan yang masih ada hingga saat ini. Mulai dari Taman Indria (TK), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), dan Taman Guru (Sarjana Wiyata).

Prinsip Pendidikan Taman Siswa

Dalam menjalankan perguruan Taman Siswa, terdapat tujuh prinsip yang dilaksanakan, yakni:

1. Hak Menentukan Nasib Sendiri. 

Prinsip pendidikan di Taman Siswa yang pertama adalah hak menentukan nasib sendiri. Tujuan utamanya adalah membangun lingkungan masyarakat yang tertib dan damai.

Metode pengajaran dalam perguruan ini memerlukan perhatian menyeluruh. Hal ini menjadi syarat bagi pengembangan diri agar pengembangan akhlak, jiwa dan raga anak dapat tercapai dengan baik. Perhatian dalam sistem pendidikan ini disebut sebagai “sistem among”.

2. Siswa yang Mandiri

Kedua adalah prinsip siswa yang mandiri agar membentuk pribadi siswa yang memiliki rasa empati, mampu berpikir, dan bertindak mandiri. Tidak hanya memberikan pengetahuan yang bermanfaat, guru perlu membuat siswa cakap dalam mencari sendiri pengetahuannya dan menggunakannya.

Pengetahuan yang diperlukan dan bermanfaat adalah pengetahuan yang sesuai kebutuhan ideal dan material dari manusia sebagai warga di lingkungannya. 

3. Pendidikan yang Mencerahkan Masyarakat

Sehubungan dengan masa depan, masyarakat harus diberikan pencerahan. Lembaga pendidikan ini harus sering bekerjasama dalam mengatasi gangguan perdamaian.

Karena sebelumnya terdapat sistem pendidikan yang timpang, Taman Siswa berusaha untuk memperbaiki hal tersebut. Dalam kebingungan ini, perguruan Taman Siswa menjadikan budaya Eropa sebagai titik tolak dan berjuang untuk membangun sistem pendidikan yang mencerahkan masyarakat.

4. Pendidikan Harus Mencakup Wilayah yang Luas

Menurut prinsip pendidikan Taman Siswa, sistem pendidikan harus mencakup wilayah yang luas karena kekuatan dari suatu negara merupakan gabungan dari kekuatan para individu. 

Perluasan pendidikan rakyat terletak dalam usaha lembaga ini. Oleh karena itu, perguruan Taman Siswa berusaha untuk mengadakan pendidikan yang mencakup wilayah luas.

5. Perjuangan Menuntut Kemandirian

Selanjutnya adalah perjuangan setiap prinsip menuntut kemandirian. Dalam sistem ini, individu baiknya jangan mengharapkan bantuan dan pertolongan orang lain, termasuk untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa. 

Lembaga Taman Siswa akan senang untuk menerima bantuan dari orang lain, tetapi menghindari apa yang bisa mengikatnya. Oleh karenanya, Taman Siswa terbebas dari ikatan yang mengekang kemandiriannya.

6. Sistem Ketahanan Diri 

Prinsip selanjutnya adalah sistem ketahanan diri. Apabila bangsa Indonesia percaya pada kemampuannya membangun bangsa, maka tidak ada persoalan di dunia yang tidak dapat terselesaikan. 

Contohnya adalah pemerintah kolonial Belanda yang tidak bisa bertahan sendiri karena bergantung dari kaum pribumi. Atas segala hal yang sudah terjadi di Indonesia, maka muncul “sistem ketahanan diri” sebagai salah satu prinsip di Taman Siswa.

7. Pendidikan Anak-anak

Tujuan lembaga Taman Siswa adalah mendidik anak-anak. Pada saat itu para pribumi tidak meminta hak, tetapi meminta kesempatan untuk dapat melayani anak-anak. 

Di tahun 1921, sekolah-sekolah Taman Siswa disiapkan, selanjutnya pada tahun  1922 didirikan secara permanen. Sekolah ini muncul sebagai “Perguruan Pendidikan Nasional”. 

Tak berselang lama, di berbagai tempat, sekolah-sekolah Taman Siswa lain berdiri. Hal ini berkelanjutan setelah pendirinya berceramah di kota-kota besar di Jawa. Dari pengenalan ini, Taman Siswa perlahan mulai mewujudkan cita-citanya untuk memperjuangkan pendidikan.

Konsep Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Siapa tak mengenal konsep trilogi pendidikan? Konsep ini bahkan digunakan sebagai semboyan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia, yakni Tut Wuri Handayani.

Trilogi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara menggunakan tiga pijakan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Pijakan ini digunakan oleh para guru dalam mendidik anak-anak.

1. Ing Ngarsa Sung Tuladha

Konsep trilogi pendidikan yang pertama adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha. Semboyan ini berarti bahwa pendidik atau guru yang berada di depan hendaknya menjadi contoh. Sung dalam bahasa Jawa berarti memberi, kata ini berasal dari asung

Ki Hajar Dewantara menggambarkan sebuah situasi  dimana seorang guru atau pendidik tidak hanya berjalan begitu saja di depan murid. Namun, seorang pendidik juga perlu menjadi contoh bagi muridnya. 

Selain mendidik dan transfer ilmu, pendidik juga harus memberikan contoh kepada murid-murid, setidaknya mengenai hal yang diajarkannya.

Ing Ngarsa tidak dapat berdiri sendiri tanpa penjelasan di belakang kata Ngarsa. Hal ini memiliki arti bahwa seorang yang berada di depan jika belum bisa dikatakan menjadi teladan, maka belum pantas menyandang gelar pendidik.

Ing Ngarsa Sung Tuladha menekankan pada ranah afektif yang berkaitan dengan sikap, perilaku, emosi, dan norma. Perilaku-perilaku guru atau pendidik akan menjadi contoh bagi para murid karena sejatinya setiap apapun yang dilakukan oleh seorang guru akan menarik perhatian.

Seorang guru yang baik tidak bisa langsung memerintah muridnya tanpa memberikan contoh atau teladan yang baik.

2. Ing Madya Mangun Karsa

Dalam Bahasa jawa, Ing Madya memiliki arti di tengah-tengah. Selanjutnya, kata Mangun berarti membangkitkan atau menggugah. Terakhir, kata Karsa artinya sebuah bentuk kemauan. 

Makna dari semboyan Ing Madya Mangun Karsa ialah seorang pendidik berada di tengah harus juga mampu melibatkan diri membangkitkan atau menggugah semangat. Contohnya, seperti mampu terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengumpulkan para siswanya.

Ajaran ini sangat erat dengan nilai kebersamaan dan kekompakan. Seorang guru harus memberi pengetahuan kepada peserta didik. Namun, tak sebatas itu saja, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai kepribadian kepada siswa, meskipun secara tidak langsung.

3. Tut Wuri Handayani

Semboyan terakhir dari trilogi pendidikan ini merupakan semboyan yang paling terkenal. Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang. Sedangkan handayani berarti memberikan dorongan moral.

Tut Wuri Handayani memiliki arti bahwa seseorang harus memberikan dorongan semangat dari belakang. Contohnya seperti perhatian yang penuh dari pendidik, arahan yang jelas, dan dukungan semangat.

Kemerdekaan yang diberikan oleh guru atau pendidik dapat melalui tanggung jawab. Dari sini, murid dapat menunjukkan kemampuannya atau bakatnya. Selanjutnya, pendidik yang ideal akan mampu mengarahkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut.

Karya Publikasi Semasa Hidup

Perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam membangun bidang pendidikan di Indonesia sungguh tidak ternilai. Mulai dari membangun perguruan Taman Siswa dengan sistem among, mengajarkan prinsip pendidikan, dan juga konsep trilogi pendidikan. Perjuangan tersebut bahkan masih digunakan hingga sekarang di Indonesia.

Tidak hanya mengajarkan nilai-nilai saja, semasa hidup Ki Hajar Dewantara juga menghasilkan berbagai macam karya. Mulai dari pada saat beliau berkarya menjadi jurnalis atau wartawan, hingga saat membangun dan mengembangkan Taman Siswa.

Dalam bidang jurnalistik, beberapa kali Karya Ki Hajar Dewantara dimuat di beberapa media cetak. Tulisan ini dilakukan bersama Tiga Serangkai yang lain. Salah satu contoh karya sastra yang terkenal adalah Als ik een Nederlander was atau artinya ‘Seandainya Aku Seorang Belanda’.

Dalam tulisan tersebut, Ki Hajar Dewantara memberikan kritik terhadap pemerintah Belanda yang menyelenggarakan pesta 100 tahun lepasnya penjajahan dari Perancis. Namun, dana pesta tersebut dibebankan kepada para pribumi.

Selain itu, berikut karya publikasi Ki Hajar Dewantara yang terkenal antara lain:

  • Tentang Pendidikan (berisi tentang pendidikan nasional, sistem pondok, keteladanan, dan norma)
  • Tentang Kebudayaan (berisi pembangunan kebudayaan nasional, sifat pribadi bangsa, dsb)
  • Tentang Politik dan Kebudayaan (berisi tulisan tentang imperialis Belanda pada masa tersebut, wanita, dan perjuangannya)
  • Tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis (berisi kisah kehidupan dan perjuangan semasa hidup)

Akhir Hayat Ki Hajar Dewantara

Akhir biografi Ki Hajar Dewantara ditutup dengan manis setelah perjuangan beliau selama 37 tahun membangun perguruan Taman Siswa. Pada saat itu Taman Siswa mampu tersebar ke seluruh Indonesia.

Ki Hajar Dewantara meninggal pada tanggal 26 April 1959 di padepokan milik beliau dan disemayamkan di Pendopo Agung Taman Siswa Yogyakarta. Semua hasil karya sastra beliau, peninggalan, buku dan sebagainya tersimpan di museum ‘Dewantara Kirti Griya’ yang terletak di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta.

Lengkap Sudah Perjuangan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional

Itu dia biografi lengkap Ki Hajar Dewantara, mulai dari masa kanak-kanak hingga akhir hayat beliau. Atas perjuangan beliau membangun pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinobatkan sebagai pahlawan nasional dan bapak pendidikan nasional Indonesia.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page