Biografi Sultan Hasanudin, Si Ayam Jantan dari Timur

Biografi Sultan Hasanudin mungkin menjadi salah satu biografi menarik tentang pahlawan yang harus Anda ketahui. Pahlawan yang berasal dari Makassar, tepatnya dari Gowa ini memang memiliki salah satu cerita perlawanan terhadap VOC yang cukup heroik.

Banyak orang juga mengenal dirinya dengan sebutan Ayam Jantan dari Timur. Nama asli dari Sultan Hasanuddin adalah Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape, dan dirinya pernah menjadi Sultan Gowa ke-16. 

Biografi Sultan Hasanudin

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada tanggal 12 Januari 1631. Bapak Sultan Hasanuddin adalah Sultan Malikussaid dan ibunya bernama I Sabbe To’mo Lakuntu. Pada saat Sultan Hasanuddin lahir, sang bapak merupakan Sultan Gowa ke-15.

Sejak kecil, orang sudah melihat jika ia memiliki bakat kepemimpinan yang cakap. Selain itu, ia juga sangat dikenal sebagai sosok anak yang cerdas dan pandai berdagang. Bakat inilah yang nantinya membuatnya memiliki jaringan dagang sangat luas, mulai dari Makassar sampai luar negeri.

1. Hasanuddin Kecil

Sultan Gowa ke-15 seolah menaruh harapan besar pada anaknya yang satu ini. Sejak kecil, dirinya sering diajak oleh sang ayah untuk menghadiri banyak pertemuan penting. Harapannya, ia bisa menyerap banyak ilmu tentang diplomasi dan juga strategi dalam berperang.

Bahkan Hasanuddin sudah sangat sering dipercaya untuk menjadi delegasi penting saat mengirimkan pesan ke berbagai kerajaan lain. 

Pendidikan lainnya yang juga didapatkan Hasanuddin kecil adalah pendidikan keagamaan yang ia dapat dari Masjid Bontoala. Selain itu, di usianya yang baru 21 tahun, ia sudah diberi amanat untuk mengurusi urusan pertahanan kesultanan Gowa. 

Satu hal yang menarik dari biografi Sultan Hasanudin adalah ada dua versi tentang kapan ia diangkat menjadi raja. Versi pertama adalah pada tahun 1653 atau saat ia berusia 22 tahun, dan yang kedua adalah pada 1655 atau saat ia berusia 24 tahun.

2. Saat Menjadi Sultan Hasanuddin

Selain dari sang ayah, Hasanuddin juga mendapatkan ilmu tentang pemerintahan dari Mangkubumi Kesultanan Gowa yaitu Karaeng Pattingalloang. Dari sinilah ia bisa memimpin Kesultanan Gowa dengan cukup cakap.

Masalah muncul ketika VOC mulai ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di wilayah timur nusantara pada abad 17. 

Awalnya, VOC berhasil melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di daerah Maluku. VOC memaksa setiap orang untuk menjual hasil rempah-rempah ke mereka dengan harga yang sudah mereka terapkan secara sepihak. 

Selain itu, VOC juga memerintahkan untuk menebang pohon pala dan cengkih di daerah tertentu, tujuannya untuk mengendalikan jumlah rempah. Hal inilah yang menjadi awal mula penolakan Sultan Hasanuddin terhadap hadirnya VOC. 

Sang raja beranggapan jika keinginan VOC tersebut bertentangan dengan kehendak Allah. VOC merasa jika Sultan Hasanuddin merupakan gangguan bagi mereka.

Di tahun 1660, VOC mulai menyerang Makassar, namun serangan ini belum bisa mengalahkan Kesultanan Gowa. VOC kembali melakukan serangan pada tahun 1667 yang dipimpin oleh Cornelis Speelman.

Serangan inilah yang menjadi awal kejatuhan Makassar. Pertempuran yang terjadi di berbagai wilayah membuat Kesultanan Gowa pada akhirnya melemah dan harus mengakui kekalahan. Sultan Hasanuddin pada akhirnya dengan terpaksa harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. 

Sempat terjadi pertempuran kembali pada tahun 1669, namun dengan kekuatan yang sudah jauh melemah, Kesultanan Gowa justru kehilangan Benteng Somba Opu yang merupakan benteng terkuat milik mereka. Sultan Hasanuddin sendiri wafat pada tanggal 12 Juni 1670 karena penyakit ari-ari yang ia derita.

3. Perjanjian Bongaya

Dalam biografi Sultan Hasanudin, perjanjian Bongaya merupakan salah satu perjanjian penting di zaman kepemimpinannya. 

Meskipun berjudul perjanjian perdamaian, namun sebenarnya ini merupakan pengakuan kekalahan Kesultanan Gowa dari VOC dan juga pengesahan monopoli perdagangan sebagian barang di Pelabuhan Makassar oleh VOC.

Dalam perjanjian ini, Kesultanan Gowa diwakili oleh Sultan Hasanuddin, sedangkan VOC diwakili Cornelis Speelman. Beberapa isi dari Perjanjian Bongaya tersebut antara lain:

  • Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan ke VOC.
  • Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili dengan segera oleh Perwakilan Belanda dan mendapatkan hukuman setimpal.
  • Raja dan bangsawan Makassar memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi pada VOC.
  • Tidak boleh ada orang Eropa lain yang melakukan perdagangan di wilayah Makassar, kecuali orang Belanda.
  • Orang Eropa yang boleh melakukan perdagangan di Makassar hanya VOC. Selain itu, orang India, Moor, Jawa, Melayu, Aceh, atau Siam juga tidak boleh memasarkan kain dan barang-barang dari China. Hanya VOC yang berhak melakukan hal tersebut.
  • VOC terbebas dari bea dan pajak impor maupun ekspor.
  • Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh berlayar ke manapun, kecuali beberapa wilayah tertentu. Hal itu pun harus seizin komandan yang memerintah di Pelabuhan Makassar. Mereka yang berlayar tanpa izin akan dianggap sebagai musuh dan diperlakukan seperti musuh.
  • Semua benteng di wilayah Makassar harus dihancurkan, termasuk Barombong, Pa’nakkukang, Garassi, Mariso, dan Boro’boso. Hanya Somba Opu yang boleh tetap berdiri untuk ditempati raja.
  • Benteng Ujung Pandang harus diserahkan ke VOC dalam kondisi baik, termasuk desa dan tanah yang menjadi wilayahnya.
  • Koin Belanda berlaku di Makassar.
  • Tidak boleh lagi terlibat dengan urusan wilayah Bima.
  • Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus diserahkan kepada VOC untuk dihukum.
  • Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan.
  • Untuk Sultan Ternate, semua orang yang sudah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan, termasuk senapan dan juga meriam. Gowa harus melepaskan seluruh kekuasaannya dari Kepulauan Selayar dan Pansiano, seluruh Pantai Timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, Kepulauan Gapi serta tempat lainnya di pantai yang sama, negeri-negeri Mandar dan juga Manado.
  • Gowa juga harus menanggalkan seluruh kekuasaannya atas negeri Bugis, Luwu, Raja tua Soppeng, dan seluruh tanah serta rakyatnya harus dibebaskan.
  • Raja Layo, Bangkala, dan seluruh Turatea serta Bajing dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
  • Seluruh wilayah yang ditaklukkan VOC dan sekutu mulai dari Bulo-Bulo sampai Turatea dan dari Turatea sampai Bungaya tetap menjadi milik VOC sebagai bagian dari hak penaklukan.
  • Wajo, Bulo-Bulo, dan Mandar haus ditinggalkan oleh Pemerintah Gowa. Pemerintah Gowa juga tidak lagi boleh membantu mereka dengan tenaga manusia, senjata, dan lainnya.
  • Pemerintah Gowa harus menutup negerinya untuk semua bangsa kecuali Belanda. Mereka juga harus membantu VOC untuk melawan musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.

Biografi Sultan Hasanudin tentang Arung Palakka

Kesultanan Gowa merupakan salah satu kerjaan yang penting di wilayah timur. Kesultanan inilah yang memegang peranan penting dalam jalur lintas perdagangan sekaligus menjadi pusat perhubungan.

Jalur pelayaran ini juga menjadi penghubung antara Pulau Jawa, Kalimantan, dan juga Maluku. Pada masa kejayaannya, Sultan Hasanuddin berhasil memerintah dengan cakap. Dalam biografi Sultan Hasanudin juga terkenal kisah beliau yang menolak monopoli perdagangan yang diinginkan VOC. 

Karena merasa konflik tidak bisa terhindarkan, maka Sultan Hasanuddin pun mengumpulkan kekuatan dengan mempersatukan kerajaan-kerajaan di sekitar Gowa sekaligus menyiapkan armada untuk melawan VOC.

Pertempuran antara Sultan Hasanuddin dan Kesultanan Gowa melawan VOC terjadi pada 1666 sampai 1669. Nama lain yang cukup terkenal dari pertempuran ini adalah Arung Palakka.

Arung Palakka sendiri merupakan pemberontak yang menjadi penghianat untuk Sultan Hasanuddin. Arung Palakka berasal dari Kerajaan Bone, yang memiliki hubungan kurang baik dengan Kesultanan Gowa. Konflik inilah yang akhirnya dimanfaatkan VOC.

Arung Palakka yang lari dari kejaran Kerajaan Gowa melarikan diri ke Batavia dan meminta bantuan VOC untuk menghancurkan Kesultanan Gowa. Hal ini jugalah yang membuat VOC seolah memiliki sekutu untuk menghancurkan Kesultanan Gowa.

Perang yang berkelanjutan dan dengan suplai yang terbatas membuat posisi Kesultanan Gowa semakin lemah. Puncaknya adalah ditandatanganinya Perjanjian Bongaya pada 1667 yang juga menandakan kekalahan dari Kesultanan Gowa.

Biografi Sultan Hasanudin, Kronologi Konflik dengan Arung Palakka

Pada tahun 1660, intensitas tekanan VOC semakin meningkat. Hal ini yang membuat Sultan Hasanuddin memerintahkan Tobala Arung Tanete selaku orang yang dipercaya Kesultanan Makassar untuk memimpin orang Bone.

Pada tahap ini Sultan Hasanuddin meminta Tobala Arung Tanete untuk memperkuat pertahanan Makassar kala berhadapan dengan VOC. Toballa akhirnya memimpin 1000 orang Bugis Bone untuk menjaga wilayah-wilayah yang berada di belakang Makassar.

Di sisi lain, pihak VOC juga mendapati laporan jika banyak bangsawan Makassar yang tidak suka akan sikap keras dari Sultan Hasanuddin. Hal ini juga diperkuat oleh beberapa laporan dari utusan Belanda yang datang langsung ke Istana Makassar.

1. Perang 1660

Berbekal laporan bahwa ada beberapa orang yang tidak suka dengan Sultan Hasanuddin, ditambah dengan laporan jika beberapa pasukan bayaran di Makassar dan Banda siap untuk membantu VOC, membuat pihak VOC siap untuk melakukan serangan ke Makassar.

Pada tahun 1660, VOC benar-benar mengirimkan pasukan untuk menguji kekuatan Makassar kala itu. Pada ekspedisi kala itu, VOC berhasil merebut Pelabuhan Panakukang. Pada akhirnya VOC menempatkan empat kapal perang dengan senjata lengkap dan dua sekoci untuk melindungi benteng tersebut.

VOC juga mulai membangun gudang logistik sebagai dukungan pengawalan Benteng Panakukang. Pada peristiwa tersebut, Sultan Hasanuddin menyalahkan Karaeng Sumanna sebagai orang yang bertanggung jawab.

2. Awal Mula Konflik dengan Arung Palakka

Karaeng Sumanna akhirnya digantikan Karaeng Karunrung, keputusan ini diambil untuk membuat Kesultanan Makassar tidak kalah lagi dari VOC. Karaeng Karunrung sangat serius untuk mengerjakan hal tersebut.

Perintah untuk membawa orang Bone ke Makassar terus ia jalankan. Sampai akhirnya, ada sekitar 10 ribu orang Bone yang bekerja untuk membangun pertahanan di wilayah Makassar.

Di sinilah masalah muncul, orang Bone merasa hak-hak mereka sebagai pekerja tidak dipenuhi dengan baik oleh Kesultanan Makassar. Hal ini membuat banyak orang Bone yang jatuh sakit dan melarikan diri.

Pada akhirnya, Karaeng Karunrung mengambil tindakan dengan mempekerjakan kalangan bangsawan dan juga rakyatnya untuk mencapai target yang diinginkan.

Di sinilah muncul Arung Palakka, salah satu bangsawan Bone yang diturunkan untuk mengawasi orang Bone bekerja. Dirinya melihat sendiri bagaimana hak-hak pekerja dari Bone tersebut dilanggar, termasuk bagaimana sistem kerja yang memberatkan tersebut.

Arung Palakka tidak tinggal diam atas penderitaan rakyat Bone tersebut. Ia berusaha lari dari pekerjaan tersebut, sekaligus mempengaruhi beberapa orang untuk ikut bersamanya, termasuk Tobala Arung Tanete.

Akhirnya, Arung Palakka berhasil mempengaruhi dan meyakinkan orang-orang tersebut untuk melarikan diri. Mereka hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk pergi dari Makassar. Mereka akhirnya berhasil melarikan diri dan melakukan perjalan kembali ke Bone.

Dari kejadian ini, Arung Palakka mendapatkan persetujuan dari semua pihak di Bone untuk melakukan pemberontakan ke Kesultanan Makassar. Hal itu terkait dengan perlakukan mereka yang dianggap tidak manusiawi.

3. Pemberontakan Arung Palakka

Arung Palakka dan Tobala Arung Tanete memimpin 11 ribu orang Bugis Bone dan Soppeng untuk melakukan perlawanan terhadap Kesultanan Makassar yang telah memperlakukan orang Bone dengan tidak adil.

Sultan Hasanuddin tahu akan gerakan ini dan langsung mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Karaeng Sumanna untuk menumpasnya. 

Arung Palakka pada awalnya masih bisa membendung pasukan Makassar. Namun, ketika pasukan Makassar mendapatkan bantuan dari Wajo, Arung Palakka dan pasukannya sudah tidak bisa membendung pasukan Makassar lagi. Arung Palakka dan pasukan akhirnya mundur.

Pertempuran ini sendiri memakan korban, salah satunya adalah Tobala. Sementara Arung Palakka berhasil melarikan diri. Pasukan Makassar terus melakukan pengejaran terhadap Arung Palakka, hal ini juga yang membuat Arung Palakka merasa tidak aman untuk terus bersembunyi di sekitar wilayah Bone.

4. Kerja Sama Arung Palakka dan Pihak VOC

Kisah biografi Sultan Hasanudin tidak terlepas dari kisah Arung Palakka kali ini. Dalam pelariannya, Arung Palakka akhirnya pergi ke Batavia guna mencari dukungan. Ia akhirnya membangun kerja sama dengan VOC untuk membebaskan Bone dan Soppeng. 

Pihak VOC tentu saja menyetujui hal ini. VOC merasa ini merupakan jalan bagi mereka untuk bisa merebut kekuasan Makassar dari Kesultanan Gowa. 

Pertempuran yang telah direncanakan pun akhirnya terjadi pada 1666. VOC dan Arung Palakka menyerang Makassar sebagai musuh bersama namun dengan kepentingan yang berbeda. 

Arung Palakka memerangi Makassar karena ingin membebaskan Bone. Sementara VOC menyerang Makassar karena ingin menjadi penguasa tunggal atas perdagangan rempah di wilayah nusantara.

Pertempuran akhirnya pecah pada akhir tahun 1666. Kekuatan Sultan Hasanuddin pada awalnya masih bisa menahan kekuatan Belanda dan Arung Palakka. Sampai akhirnya pasukan VOC dan sekutunya mendapatkan dukungan dari Bone dan Soppeng.

Sultan Hasanuddin melihat kondisi yang tidak menguntungkan. Akhirnya ia mencoba untuk menormalkan kembali hubungannya dengan Bone. Sultan Hasanuddin bahkan menyatakan jika Kerajaan Bone sudah bebas dari Kesultanan Makassar. 

Selain itu, Sultan Hasanuddin juga mengembalikan La Maddaremmeng sebagai Raja Bone yang sah.

5. Perang Makassar

Kebijakan Sultan Hasanuddin tersebut nyatanya gagal untuk mengembalikan hubungan Bone dan Makassar. Dalam situasi tersebut VOC dan Arung Palakka benar-benar bersiap melakukan pertempuran terbuka dengan tujuan meruntuhkan Makassar.

Perang ini sendiri berlangsung selama hampir 2 tahun. Perang berkelanjutan dan dalam waktu yang lama ini akhirnya membuat Sultan Hasanuddin mengalami kekalahan.

Dalam banyak catatan, VOC bahkan mengakui jika Perang Makassar merupakan perang paling berat yang pernah mereka lakukan di Asia Tenggara. VOC bahkan mengakui ketangguhan dan kegigihan Sultan Hasanuddin, sehingga menyebutnya dengan De Haantjes van Het Oosten atau Ayam Jantan dari Timur.

Biografi Sultan Hasanudin tentang Akhir Hayatnya

Pertempuran panjang yang ia lakukan sejak 1660 akhirnya padam pada 1667, tepatnya 18 November 1667. Sultan Hasanuddin bersedia menandatangani Perjanjian Bongaya, perjanjian damai yang isinya juga menyatakan kekalahan Kesultanan Gowa.

Namun, tidak lama sejak perjanjian tersebut, peperangan kembali pecah di beberapa titik. Belanda yang mendapatkan bantuan dari Batavia kembali melakukan serangan ke pasukan Sultan Hasanuddin. Kali ini, kekalahan telak pun tidak terhindarkan.

Sultan Hasanuddin terpaksa menyerah pada tahun 1669. Di tahun yang sama, ia juga turun tahta. Setahun kemudian, tepatnya pada 12 Juni 1670, Ayam Jantan dari Timur menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit yang ia derita.

Kesultanan Gowa yang Erat dengan Biografi Sultan Hasanudin

Jika berbicara tentang biografi Sultan Hasanudin, maka tidak mungkin rasanya jika tidak menyebutkan tentang Kesultanan Gowa. Di sinilah Sultan Hasanuddin memimpin dan membuat kesultanan ini menjadi poros maritim penting di wilayah timur.

Pada prosesnya, Kesultanan Gowa ini pernah bernama Kerajaan Gowa, lalu pernah juga bernama Kerajaan Gowa-Tallo. Kerajaan ini awalnya merupakan penganut animisme, sebelumnya akhirnya menganut Islam dan berubah menjadi kesultanan.

1. Sejarah Kerajaan Gowa

Kerajaan ini terdiri dari sembilan komunitas, yaitu Tombolo, Laklung, Saumata, Parang-parang, Data, Agangjene, Bisei, Kalili, dan Sero. Dengan berbagai cara, kesembilan komunitas ini akhirnya mau untuk membentuk Kerajaan Gowa pada abad 14.

Pada saat itu, penguasa dan masyarakat masih menganut animisme. Raja pertama Kerajaan Gowa adalah Tomanurung Bainea yang kemudian mewariskan kerajaan kepada putranya Tumassalangga.

Pada abad ke-15, tepatnya pada masa pemerintahan Tonatangka Lopi, Kerajaan Gowa terpecah menjadi dua. Masalah ini bermula dari munculnya perselisihan antara Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero. Keduanya merupakan putra dari Tonatangka Lopi, 

Batara Gowa menang dan menjadi Raja di Kerajaan Gowa, sementara Karaen Loe ri Sero pergi dan mendirikan Kerajaan baru yaitu Kerajaan Tallo.

2. Kerajaan Gowa-Tallo

Selama bertahun-tahun Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo yang sebenarnya bersaudara namun tidak pernah akur. Sampai akhirnya, Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna dari Gowa membuat perjanjian dengan Tallo pada 1565.

Perjanjian tersebut menyatakan jika kedua kerajaan tidak boleh saling melawan. Setelah bersatu, nama Kerajaan pun menjadi Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar.

Kedua kerajaan itu pun sepakat untuk berbagi kekuasaan, di mana Raja akan menjadi hak keturunan Gowa, sementara perdana menteri akan menjadi hak keturunan Tallo.

3. Kerajaan Gowa-Tallo Menjadi Kerajaan Islam

Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan maritim yang cukup besar, aktivitas utama kerajaan ini adalah pelayaran dan perdagangan. Seiring perkembangannya, Kerajaan Gowa-Tallo pun menjadi pusat perdagangan di kawasan timur nusantara. Hal ini juga yang membuat banyak pedagang muslim berdagang di wilayah ini.

Nantinya, hal ini juga yang menjadi alasan Kerajaan Gowa-Tallo berubah menjadi Kerajaan Islam. Kerajaan Gowa-Tallo berubah memasuki masa Islam pada akhir abad ke-16 dan berubah menjadi kesultanan.

Agama Islam sendiri masuk daerah Sulawesi Selatan karena dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Penguasa Gowa-Tallo pertama yang memeluk Islam adalah I Mangarangi Daeng Manrabbia (1593-1639) dengan gelar Sultan Alauddin I.

4. Masa Kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo

Kejayaan Gowa-Tallo sendiri terjadi dalam masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Pada masa kejayaannya, kerajaan ini dikenal sebagai negara maritim dan menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur.

Di sisi sosial, Sultan Hasanuddin juga berhasil memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam. Biografi Sultan Hasanudin juga merupakan sosok raja yang sangat anti terhadap VOC.

Dirinya juga menentang kedatangan VOC yang kala itu telah berkuasa di Ambon. Dari sinilah bibit permusuhan antara Sultan Hasanuddin dan VOC mulai terjadi. Sultan Hasanuddin sendiri memimpin langsung perjuangan Makassar melawan VOC.

5. Keruntuhan Gowa-Tallo

Kedudukan Sultan Hasanuddin semakin terdesak ketika VOC melakukan politik adu domba antara Makassar dengan Kerajaan Bone. Dari sinilah akhirnya terjadi Perang Makassar.

Pada akhirnya, Kerajaan Makassar harus mengakui kekalahannya dengan menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Dalam perjanjian tersebut, banyak pasal yang merugikan pihak Makassar namun harus diterima Sultan Hasanuddin.

Sultan Hasanuddin sendiri turun tahta pada 1669 dan digantikan oleh Sultan Amir Hamzah. Perjanjian Bongaya menjadi awal mula kemunduran Kesultanan Gowa-Tallo. 

Selain itu, raja-raja setelah Sultan Hasanuddin juga tidak bisa mengembalikan kejayaan Kesultanan Gowa-Tallo. Salah satu alasannya karena mereka tidak bisa bebas untuk menentukan keputusan politik.

6. Peninggalan Kesultanan Gowa-Tallo

Sampai saat ini, masih banyak hal yang menjadi peninggalan dari Kesultanan Gowa-Tallo, Hal ini menjadi bukti sejarah dan merupakan jejak dari Kesultanan Gowa-Tallo. Berikut adalah contohnya:

  • Istana Balla Lompoa. Ini merupakan istana yang pernah menjadi tempat tinggal Raja Gowa. Terletak di Kota Sungguminasa, saat ini Istana Balla Lompoa sudah menjadi situs budaya.
  • Istana lainnya yang juga menjadi peninggalan Kesultanan Gowa-Tallo adalah Istana Tamalate yang ada di Kota Sungguminasa.
  • Masjid Katangka (saat ini bernama Masjid Al-Hilal), salah satu masjid tertua di Sulawesi Selatan, dahulu merupakan masjid Kesultanan Gowa.
  • Benteng Somba Opu. Ini merupakan saksi bisu Kesultanan Gowa-Tallo yang pada saat itu dijadikan pusat pemerintahan dan juga perdagangan.
  • Benteng Fort Rotterdam. Ini merupakan benteng yang menjadi markas pasukan Kesultanan Gowa-Tallo. Setelah perjanjian Bongaya, benteng ini menjadi milik Belanda.
  • Benteng lainnya yang juga menjadi peninggalan Kesultanan Gowa-Tallo adalah Benteng Tallo. Benteng ini sendiri sudah tidak berbentuk utuh, karena setelah Perjanjian Bongaya benteng ini dihancurkan. Saat ini, masyarakat masih bisa melihat sisa reruntuhan bangunan ini.

Sudah Makin Tahu dengan Biografi Sultan Hasanudin?

Di bagian akhir biografi Sultan Hasanudin, pada akhirnya, ia diangkat menjadi pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.

Berbicara tentang tempat persemayaman terakhir Si Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin dimakamkan di Kompleks Pemakaman yang berada di Kelurahan Katangka, Kec. Somba Opu, Kab. Gowa. Situs ini terletak di Puncak Bukit Tamalate dan di pemakaman tersebut juga terdapat 24 situs makam Raja Gowa lainnya.

Setelah melihat biografi Sultan Hasanudin dan beberapa cerita yang berkaitan langsung dengan kisah Si Ayam Jantan dari Timur ini, pelajaran apa yang dapat Anda ambil?

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page