Salah satu jenis pajak yang mungkin sering Anda dengar adalah PPN atau Pajak Pertambahan Nilai. Biasanya, pungutan pajak ini dilakukan atau ditambahkan dalam sebuah transaksi. Lalu, bagaimana cara menghitung PPN?
Pada dasarnya, jenis pajak ini akan terjadi pada saat penyerahan barang kena pajak ataupun jasa kena pajak. Bisa jadi ini merupakan pungutan pajak yang paling sering Anda bayarkan.
Daftar ISI
Pengertian PPN
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah pungutan yang dibebankan atas kegiatan jual beli. Pajak ini sendiri dilakukan oleh wajib pajak pribadi ataupun wajib pajak badan yang sudah menjadi pengusaha kena pajak.
Dalam kasus PPN ini, pihak yang memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan juga melaporkan PPN adalah pedagang atau penjual. Namun, pihak yang wajib melakukan pembayaran PPN adalah konsumen akhir.
Ketentuan tentang PPN
Saat ini sendiri PPN diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Aturan ini juga mengatur berbagai ketentuan lain, termasuk objek apa saja yang terkena Pajak Pertambahan Nilai ini
1. Undang-Undang yang Mengatur PPN
Aturan tentang cara menghitung PPN juga tertuang dalam undang-undang yang berlaku. Aturan tentang perpajakan di Indonesia sendiri sudah mengalami banyak sekali perubahan. Hal ini karena pergantian model pungutan pajak juga bertujuan untuk menciptakan pungutan pajak yang lebih sederhana dan adil untuk masyarakat.
Berikut adalah sejarah perubahan undang-undang terkait Pajak Pertambahan Nilai.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBm). Disahkan pada 1 April 1985.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Undang-Undang ini merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM. Aturan ini dibuat untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat bagi masyarakat dan juga meningkatkan penerimaan negara.
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM. Aturan ini dibuat untuk melengkapi kekurangan pada aturan sebelumnya. UU ini juga bertujuan untuk memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem pajak yang lebih sederhana.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020. Sebenarnya ini Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Namun, dalam aturan ini juga terdapat klaster perpajakan yang juga mengatur tentang PPN. Meski demikian, UU sebelumnya masih berlaku. Pada UU No 11 Tahun 2020 ini juga ada beberapa pasal yang mengubah ataupun menambahkan aturan pajak dari UU sebelumnya.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Ini merupakan aturan PPN yang berlaku saat ini.
2. Objek PPN
Pada pelaksanaannya, objek PPN adalah semua hal yang akan dikenakan PPN itu sendiri. Objek PPN terdiri dari:
- Penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
- Impor Barang Kena Pajak.
- Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang pemanfaatannya dilakukan di dalam Daerah Pabean.
- Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah Pabean yang pemanfaatannya dilakukan di dalam Daerah Pabean.
- Ekspor Barang Kena Pajak baik yang berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oke Pengusaha Kena Pajak.
3. Tarif PPN
Tarif PPN adalah dasar dari cara menghitung PPN yang nantinya akan Anda lakukan. Aturan tentang tarif PPN sendiri akan mengacu pada Undang-Undang no 42 tahun 2009 pasal 7. Kemudian, aturan tersebut diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan bab IV Pasal 7 ayat 1.
Berdasarkan aturan tersebut, penetapan tarif PPN adalah sebagai berikut:
- Tarif PPN adalah 11 persen.
- Paling lambat 1 Januari 2025, tarif PPN akan berubah menjadi 12 persen.
- Perubahan tarif PPN akan diatur dalam PP bersama DPR dalam perancangan RAPBN.
Dalam aturan tersebut juga tertulis jika barang kebutuhan pokok yang banyak masyarakat butuhkan, jasa, dan juga pelayanan kesehatan maupun medis, pendidikan, serta pelayanan sosial mendapatkan fasilitas pembebasan PPN.
4. Dasar Pengenaan PPN
Dalam cara menghitung PPN, tarif PPN akan Anda kalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. Untuk kasus PPN, maka dasar pengenaan pajak tersebut berupa:
a. Harga Jual
Harga jual adalah nilai berupa uang ditambah dengan semua biaya. Seluruh biaya tersebut yakni asuransi, pengangkutan, pengiriman, pemeliharaan, garansi, dan biaya lainnya yang diminta/seharusnya diminta oleh pihak yang menjual.
b. Nilai Impor dan Ekspor
Nilai impor adalah seluruh cost ditambah insurance dan freight, atau biasa disebut dengan CIF. Seluruh biaya tersebut ditambah dengan Bea Masuk.
Sementara itu, nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk seluruh biaya yang diminta/seharusnya diminta oleh eksportir.
c. Nilai Lain
Nilai lain adalah nilai yang penetapannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2015. Penetapan nilai ini bertujuan untuk menciptakan rasa keadilan yang masyarakat butuhkan.
Sebagai catatan, untuk dasar pengenaan pajak yang berupa harga jual ataupun penggantian, biasanya akan terpengaruh oleh beberapa hubungan istimewa. Hubungan istimewa tersebut terjadi dalam kondisi berikut:
- Pengusaha yang memiliki penyertaan secara langsung maupun tidak langsung pada pengusaha lainnya sebesar 25 persen atau lebih.
- Seorang pengusaha yang memiliki penyertaan secara langsung maupun tidak langsung kepada dua pengusaha atau lebih lainnya sebesar 25 persen atau lebih.
- Pengusaha yang menguasai pengusaha lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Adanya hubungan keluarga sedarah atau semenda, yaitu hubungan keluarga karena ikatan pernikahan, dalam garis keturunan lurus satu derajat dan atau ke samping satu derajat.
Fungsi PPN
Sebelum mengetahui cara menghitung PPN, maka Anda juga harus paham terlebih dahulu apa fungsi PPN. Berikut penjelasannya:
1. Perhitungan Kekurangan atau Kelebihan Pajak
PPN Masukan dan Keluaran bisa berfungsi sebagai perhitungan untuk mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayar ke negara atau bisa diajukan sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN.
2. Fungsi Anggaran
Dalam hal ini, maka pajak yang disetorkan ke negara akan menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang mana dana tersebut akan digunakan juga untuk membiayai negara.
3. Fungsi Regulasi Pemerintah
Fungsi PPN lainnya adalah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah, utamanya yang berkaitan dengan bidang sosial maupun ekonomi.
4. Fungsi Sebagai Stabilitas Penerimaan Negara
Hal lainnya yang juga menjadi fungsi PPN adalah sebagai penerimaan negara yang berperan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negara tersebut
5. Fungsi Pembiayaan Negara
Pajak Pertambahan Nilai ini juga berfungsi untuk pembiayaan dan pengeluaran umum juga pembangunan nasional. Dalam kasus ini, maka PPN menjalankan fungsinya sebagai pembiayaan negara.
Cara Menghitung PPN
Perhitungan PPN sendiri dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Proses penghitungannya sendiri bisa dilakukan menggunakan rumus berikut:
PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak
JIka Anda masih bingung tentang cara menghitung PPN di atas, berikut adalah contoh kasus yang akan sering Anda temukan.
Bapak A membeli sebuah mesin cuci dari Toko XYZ dengan harga Rp4.000.000, belum termasuk PPN. Transaksi jual beli tersebut terjadi di Jakarta.
Dari kasus di atas bisa Anda bisa pahami jika transaksi terjadi di dalam daerah pabean. Mesin cuci merupakan barang kena pajak, dan toko XYZ adalah pengusaha kena pajak. Maka transaksi tersebut terkena PPN.
Cara menghitung PPN nya adalah sebagai berikut
- Harga jual x Tarif PPN = Rp4.000.000 x 11%
- Maka PPN terutang = Rp440.000
Dari perhitungan tersebut, maka Bapak A harus membayar Rp440.000 ke toko XYZ. Harga tersebut sudah termasuk harga barang dan juga PPN.
Biasakanlah Taat Bayar Pajak!
Saat ini, tarif PPN yang berlaku adalah 11 persen dari dasar pengenaan pajak. Dengan taat membayar pajak, maka Anda juga sudah membantu pembangunan negara.
Dengan memahami cara menghitung PPN, maka hal tersebut akan memudahkan Anda ketika harus melakukan pembayaran. Hal tersebut juga akan memudahkan Anda ketika harus membuat laporan pajak.