10 Contoh Puisi Balada Baru Lengkap dengan Pengertiannya

Puisi balada merupakan jenis puisi baru yang memiliki ciri khas menarik. Sebab, isi puisi balada cenderung menggambarkan tingkah laku seseorang. Baik itu melalui dialog maupun monolog. Nah, untukmu yang sedang mencari contoh puisi balada, simak artikel di bawah ini, ya!

Apa Itu Puisi Balada?

Puisi balada adalah jenis puisi naratif yang fokus menggunakan kata-kata indah serta kaya akan makna. Keindahan diksi pada puisi ini bisa terlihat dari diksi, rima, majas, dan irama yang terkandung di dalamnya.

Adapun menurut Waluyo Herman, puisi balada merupakan puisi yang isinya tentang cerita orang-orang perkasa atau tokoh pujaan. 

Contoh Puisi Balada Terbaru

Berikut ini adalah 10 contoh puisi balada terbaru yang bisa kamu simak:

1. Balada Terbunuhnya Atma Karpo Karya Rendra

Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi

Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para

Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu

Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang

Segenap warga desa mengepung hutan itu

Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo

Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang

Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri

Satu demi satu yang maju terhadap darahnya

Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka

Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!

Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa

Majulah Joko Pandan! Dimana ia?

Majulah ia kerna padanya kukandung dosa

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang

Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang

Joko Pandan! Dimana ia!

Hanya padanya seorang kukandung dosa

Bedah perutnya tapi masih setan ia

Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala

Joko Pandan! Dimanakah ia!

Hanya padanya seorang kukandung dosa

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan

Segala menyibak bagi derapnya kuda hitam

Ridla dada bagi derunya dendam yang tiba

Pada langkah pertama keduanya sama baja

Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo

Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka

Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka

Pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah

Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang

Ia telah membunuh bapanya

2. Contoh Puisi Balada: Aku, Kau, dan Sejumput Asa

Aku, kau, dan sejumput asa

Berbalik saat ia pergi menyapa

Menerpa jauh, hingga tiada

Mungkin cuma sampai di sini

Cuma kau, aku, dan sejumput asa yang tiada berkata

Hey,

Kenapa sejumput asa ini terasa semakin mencekik ulu hati?

Berdiam dalam sunyi

Lalu menyeruak kembali

Padahal cuma antara kau, aku, dan sejumput asa yang kupendam sendirian

Tapi kenapa terasa begitu menyesakkan?

Belumkah puas sejumput asa ini menampakkan diri tanpa tahu malu?

Bergerak cepat memompa jantung saat kau kembali

Ah.

Kapan pula ini akan ku akhiri?

Mengubur paksa sejumput asa yang tumbuh tanpa tahu diri

Tak ada yang terjadi antara kau dan aku

Toh sampai esok tiba atau sampai kau pergi lagi pun semua tetap sama

Cuma kau dan aku

Hanya…

Antara kau dan aku tersimpan sejumput asa yang tak mau menjauh dariku

Sejumput asa yang sialnya selalu jadi milikku

Kau pergi lagi kan?

Tak apa.

Semoga saat kau kembali lagi nanti,

Sejumput asa ini sudah terkubur di dasar paling dalam sanubari

Hingga tak bisa kembali lagi ia saat kau pulang nanti

3. Contoh Puisi Balada: Lupa

Aku ingin membakar kenangan hingga hanya menyisakan debu

Inginku, menghapus ingat yang tertinggal di sanubari

Biar saat aku kembali tak ada lagi yang tersisa

Hilang terhapus lupa

Izinkan aku menghapus pinta yang pernah terkata,

Juga syair yang tak sengaja ku titipkan pada angin saat ia berhembus

Biar saat nanti lenyap

Tak ada sisa yang mengganjal sanubari

Lupa seolah menjauhiku

Menolak pintaku mentah-mentah

Hey, apa setelah senja, lupa juga tak mau menemuiku?

Menemui aku yang ingin menghapus senyap saat ia hampa

Katakan padaku

Kenapa melupakan tak semudah mengingat?

Hey, sebegitu bencikah lupa padaku hingga ia enggan menghapus ingatku?

Menolak menemuiku

Jika ku tahu lupa akan menolakku dan melupakan akan sesulit ini,

Tidak akan ku biarkan ingat menggelantung tenang di sanubari

Tidak akan ku simpan kenang di bilik hati

Ku biarkan saja mereka menggelembung dan pergi

Hey,

Kenapa lupa tak mau menemuiku?

4. Contoh Puisi Balada: Puisi Abadi

Puisi yang kau lantunkan kemarin, saat tak ada lagi sesak menyapa

Bergerak tak mau tau

Meninggalkan aku dan luka menganga

Bergerak secepat angin berhembus

Meninggalkan luka menganga yang enggan tertutup

Puisi yang kau tinggalkan bersama luka ini,

Kenapa begitu sulit ku paksa pergi?

Bergerak mengikuti seumpama bayang

Menyatu bersama kelam saat ia tiba

Apa puisi ini bak lantunan sunyi yang di lantunkan alam?

Abadi sampai nanti?

Hey,

Jangan lagi tinggalkan sepotong puisi yang belum usai jika kau tak mau menyudahinya

Berhenti melantunkan puisi saat angin menyapa

Berhenti meninggalkan sebait puisi yang tak kau akhiri

Kau tahu?

Potongan puisi yang terpenggalmu itu,

Bagai puisi abadi saat kau meninggalkannya sebelum mengakhirinya

Abadi bersama lagu alam

Penuh teka teki bagai pazel yang sukar ku selesaikan

Usaikan dulu penggalan puisimu sebelum kau pergi

Tahukah?

Sepotong puisimu itu buatku menanti hanya demi penggalan akhir dari baitnya

Esok, 

Jika mungkin waktu sedikit berbaik hati mengingatkanmu akan penggalan puisi ini,

Selesaikan ia

Akhiri ia hingga tak perlu aku menunggu lagi

Hingga sepenggal puisimu itu tak menjelma jadi puisi abadi,

Yang ikut di lantunkan alam saat ia menyapa

5. Contoh Puisi Balada: Jika

Jika kau adalah alasan di balik rindu yang menyesaki

Juga napas yang hanya tinggal separuh,

Apa saat kau benar-benar lenyap rindu yang menyesaki dan separuh napas itu akan hilang?

Pergi bersama dengan lenyapnya eksistensimu?

Jika tak pernah ada temu antara kau dan aku,

Apa aku tetap akan mengenal rindu?

Atau…

Napas yang tinggal separuh saja?

Hey,

Jika alasan rindu berdiam diri di sisiku tanpa mau pergi

Dan napas yang kupunya hanya bersisa separuh saja adalah dirimu,

Apa tetap akan berdiam rindu di sisiku saat kau tiada?

Lenyap bersama dengan alasan ia tiba?

Jika waktu tak pernah hadirkan tentu,

Apa rindu akan berdiam diri di sisiku?

Apa juga tak akan pernah ada rindu yang ku kenali di antara jalan hidupku?

Seandainya saja semuanya berjalan seakan jika,

Mungkin tak akan ada rindu yang berdiam diri di sini

Tak akan pernah ada juga separuh napas yang tiba-tiba saja pergi entah kemana

Jika saatnya tiba,

Kala kau akhirnya lenyap bersama eksistensimu

Kuharap rindu yang terus berdiam diri pun ikut lenyap bersama tiadanya dirimu

Biar aku tidak terpekur bersama rindu yang semakin meniskala

Biar tak ada lagi ruang yang tersisa saat rindu kembali menghampiri

Biar semuanya usai bersama lenyapnya eksistensimu

Juga…

Kuharap separuh napas yang entah bagaimana hilang itu,

Kembali lagi padaku

Biar aku cukup bernapas dengan seluruh napas yang ku punya

Dan biar aku bernapas meski hanya cukup menghela

Hey,

Kau dan aku tidak pernah sedekat itu kan hingga kau mengucap selamat tinggal saat kau akan lenyap?

Jadi jika saatnya tiba buatmu berakhir dari mimpi panjangku dan lenyap dari eksistensimu  yang ku temui,

Ku harap rindu itu pergi bersama dengan alasan ia menjadi

Lalu, 

Kan ku sampaikan ucapan selama tinggalku meski aku tahu itu tak perlu pada rinai hujan yang menyapa saat ia kembali

Ku doakan rindu yang terus menerus mengikutiku

Pun akan ikut lenyap setelah ucapan selamat tinggal yang ku titipkan pada rinai hujan

6. Contoh Puisi Balada: Waktu

Yang berkuasa adalah waktu

Mempertemukan lalu meninggalkan

Mencari lalu hilang

Ia cuma waktu

Berjalan pongah tak peduli

Tidak berbalik apalagi kembali

Dia hanya waktu

Berkuasa atas harap juga nestapa

Juga, berakhirnya sebuah temu

Atau rindu yang tak juga sirna

Hanya waktu

Mempertemukan sebelum akhirnya dengan begitu tak tahu malunya memisahkan

Mengukir kisah lalu menghancurkannya dalam hitungan detik

Ya, dia waktu

Karenanya ada temu yang antarkan aku dan kau

Lalu jarak yang kian melebar sebelum akhirnya hilang tanpa temu

Dia yang pertemukan aku dan kau pada sebuah detik

Tapi dia pula yang dengan mudahnya meniskala aku dan kau

Waktu

Ah, ia tetap berjalan pongah

Tak mau tau apa yang ia tinggalkan

Tak peduli banyak yang memintanya berhenti

Ya, dia cuma waktu!

Dengan pongah menciptakan temu lalu memisahkannya dalam detik selanjutnya

Dia waktu

Begitu pongah buat kabulkan pinta ‘tolong berhenti sedetik saja’

7. Contoh Puisi Balada: Sejenak Saja

Sejenak saja,

Biarkan aku memasuh luka,

Mencerai hati yang berdarah-darah

Sebelum kembali kau gores ia semakin dalam

Biarkan aku menyuguhi kelana dengan segelas air

Jangan lagi kau campurkan duri

Sejenak saja,

Biarkan raga yang berkelana itu menegak seteguk air

Sebelum kembali kau buat ia dahaga semakin lama

Sekali ini saja,

Meski hanya sedetik

Biarkan ku resapi rindu lain yang hampir mendekati

Mendengarkan bait puisinya

Sebelum kembali kau bungkam aku dengan rindu yang tak kunjung usai,

Dan sebelum kau tikam aku dengan sembilu puisimu kala fajar tiba

Tidak bisakah, sejenak saja berhenti mengikuti,

Membiarkanku kembali tanpa toreh luka juga rindu yang ikut menyiksa?

Meski hanya sejenak,

Tidak maukah kau lepaskan segala luka juga rindu yang kian membebani?

8. Contoh Puisi Balada: Kau dan Imaji

Kau berjalan lagi

Tak ada yang terjadi

Hanya ada imaji

Lupakan saja kata yang disampaikan angin

Biaskan pula syair purnama

Biar, biarkan saja

Biar kau melangkah pergi

Aku juga pergi

Tapi tak mau ku biarkan kata-kata angin pergi

Tak ku biarkan membias jaring purnama

Embun juga ada padaku

Biarkan saja aku

Kau tetap saja pergi, melangkah

Karena aku juga punya mimpi

Lalu, sekeras apapun ku yakinkan diri,

Nyatanya kau cuma sebatas imaji

Imaji yang tak kunjung pergi

Lalu, ku biarkan kau melangkah pergi

Meski, lupa tak akan kembali

9. Derita Anak Bangsa

Ia mengayuh sepedanya

Ia mengayuh semangatnya

menjual koran di pagi hari

Panasnya matahari, dinginnya hujan

Tak ia rasakan

Ia sampai putus sekolah

Cita-cita tak lagi ia gantungkan

Hanya ada satu kewajiban

Menjual koran, mencari makan

10. Jante Arkidam Karya Ajip Rosidi

Sepasang mata biji saga

Tajam tangannya lelancip gobang

Berbahan tubuh-tubuh lalang dia tebang

Arkidam, Jante Arkidam

Dinding tembok hanyalah tabir embun

Lunak besi dilengkungkannya

Tubuhnya lolos di tiap liang sinar

Arkidam, Jante Arkidam

Malam berudara tuba

Jante merajai kegelapan

Disibaknya ruji besi pegadean

Malam berudara lembut

Jante merajai kalangan ronggeng

Ia menari, ia ketawa

‘Mantri polisi lihat kemari!

Bakar meja judi dengan uangku sepenuh saku

Wedana jangan ketawa sendiri!

Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat

Bersama Jante Arkidam menari

Telah kusibak ruji besi’

Berpandangan wedana dan mantri polisi

Jante, jante Arkidam!

Telah dibongkarnya pegadaean malam tadi

Dan kini ia menari

‘Aku, akulah Jante Arkidam

Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya batang pisang

Tajam tanganku lelancip gobang

Telah kulipat ruji besi’

Diam ketakutan seluruh kalangan

Memandang kepada Jante bermata kembang sepatu

‘Mengapa kalian memandang begitu?

Menarilah, malam senyampang lalu!’

Hidup kembali kalangan, hidup kembali perjudian

Jante masih menari berselempang selendang

Diteguknya sloki ke sembilan likur

Waktu mentari bangun, Jante tertidur

Kala terbangun dari mabuknya

Mantri polisi berdiri di sisi kiri:

‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’

Digisiknya mata yang sidik

‘Mantri polisi, tindakanmu betina punya!

Membokong orang yang nyenyak’

Arkidam diam dirante kedua belah tangan

Dendamnya merah lidah ular tanah

Sebelum habis hari pertama

Jante pilin ruji penjara

Dia minggat meniti cahya

Sebelum tiba malam pertama

Terbenam tubuh mantri polisi di dasar kali

‘Siapa lelaki menuntut bela?

Datanglah kala aku jaga!’

Teriaknya gaung dilunas malam

Dan Jante di atas jembatan

Tak ada orang yang datang

Jante hincit menikam kelam

Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali

Jante datang ke pangkuannya

Mulut mana yang tak direguknya

Dada mana tak diperasnya?

Bidang riap berbulu hitam

Ruas tulangnya panjang-panjang

Telah terbenam beratus perempuan

Di wajahnya yang tegap

Betina mana yang tak ditaklukannya?

Mulutnya manis jeruk garut

Lidahnya serbuk kelapa puan

Kumisnya tajam sapu ijuk

Arkidam, Jante Arkidam

Teng tiga di tangsi polisi

Jante terbangun ketiga kali

Diremasnya rambut hitam janda bawahnya

Teng kelima di tangsi polisi

Jante terbangun dari lelapnya

Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya

Berdegap langkah mengepung rumah

Didengarnya lelaki menantang:

‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’

‘Datang saja yang jantan

Kutunggu di atas ranjang’

‘Mana Jante yang berani

Hingga tak keluar menemui kami?’

‘Tubuh kalian batang pisang

Tajam tanganku lelancip pedang’

Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap

Memandang hina pada orang yang banyak

Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah

‘He, lelaki mata badak lihatlah yang tegas

Jante Arkidam ada di mana?’

Berpaling seluruh mata ke belakang

Jante Arkidam lolos dari kepungan

Dan masuk ke kebun tebu

‘Kejar jahanam yang lari!’

Jante dikepung lelaki satu kampung

Di lingkung kebun tebu mulai berbunga

Jante sembunyi di lorong dalamnya

‘Keluar Jante yang sakti!’

Digelengkannya kepala yang angkuh

Sekejap Jante telah bersanggul

‘Alangkah cantik perempuan yang lewat

Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’

‘Jante? Tak kusua barang seorang

Masih samar dilorong dalam’

‘Alangkah eneng bergegas

Adakah yang diburu?’

‘Jangan hadang jalanku

Pasar kan segera usai!’

Sesudah jauh Jante dari mereka

Kembali dijelmakan dirinya

‘He, lelaki sekampung bermata dadu

Apa kerja kalian mengantuk di situ?’

Berpalingan lelaki ke arah Jante

Ia telah lolos dari kepungan

Kembali Jante diburu

Lari dalam gelap

Meniti muka air kali

Tiba di persembunyiannya

Sudah Tahu Apa Itu Puisi Balada?

Demikian ulasan tentang pengertian dan berbagai contoh puisi balada yang bisa kamu pahami. Manakah yang menurutmu paling menarik?

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page