Puisi balada merupakan jenis puisi baru yang memiliki ciri khas menarik. Sebab, isi puisi balada cenderung menggambarkan tingkah laku seseorang. Baik itu melalui dialog maupun monolog. Nah, untukmu yang sedang mencari contoh puisi balada, simak artikel di bawah ini, ya!
Daftar ISI
- Apa Itu Puisi Balada?
- Contoh Puisi Balada Terbaru
- 1. Balada Terbunuhnya Atma Karpo Karya Rendra
- 2. Contoh Puisi Balada: Aku, Kau, dan Sejumput Asa
- 3. Contoh Puisi Balada: Lupa
- 4. Contoh Puisi Balada: Puisi Abadi
- 5. Contoh Puisi Balada: Jika
- 6. Contoh Puisi Balada: Waktu
- 7. Contoh Puisi Balada: Sejenak Saja
- 8. Contoh Puisi Balada: Kau dan Imaji
- 9. Derita Anak Bangsa
- 10. Jante Arkidam Karya Ajip Rosidi
- Sudah Tahu Apa Itu Puisi Balada?
Apa Itu Puisi Balada?
Puisi balada adalah jenis puisi naratif yang fokus menggunakan kata-kata indah serta kaya akan makna. Keindahan diksi pada puisi ini bisa terlihat dari diksi, rima, majas, dan irama yang terkandung di dalamnya.
Adapun menurut Waluyo Herman, puisi balada merupakan puisi yang isinya tentang cerita orang-orang perkasa atau tokoh pujaan.
Contoh Puisi Balada Terbaru
Berikut ini adalah 10 contoh puisi balada terbaru yang bisa kamu simak:
1. Balada Terbunuhnya Atma Karpo Karya Rendra
Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu
Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepung hutan itu
Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri
Satu demi satu yang maju terhadap darahnya
Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa
Majulah Joko Pandan! Dimana ia?
Majulah ia kerna padanya kukandung dosa
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang
Joko Pandan! Dimana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa
Bedah perutnya tapi masih setan ia
Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala
Joko Pandan! Dimanakah ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
Segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
Ridla dada bagi derunya dendam yang tiba
Pada langkah pertama keduanya sama baja
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
Pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah
Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya
2. Contoh Puisi Balada: Aku, Kau, dan Sejumput Asa
Aku, kau, dan sejumput asa
Berbalik saat ia pergi menyapa
Menerpa jauh, hingga tiada
Mungkin cuma sampai di sini
Cuma kau, aku, dan sejumput asa yang tiada berkata
Hey,
Kenapa sejumput asa ini terasa semakin mencekik ulu hati?
Berdiam dalam sunyi
Lalu menyeruak kembali
Padahal cuma antara kau, aku, dan sejumput asa yang kupendam sendirian
Tapi kenapa terasa begitu menyesakkan?
Belumkah puas sejumput asa ini menampakkan diri tanpa tahu malu?
Bergerak cepat memompa jantung saat kau kembali
Ah.
Kapan pula ini akan ku akhiri?
Mengubur paksa sejumput asa yang tumbuh tanpa tahu diri
Tak ada yang terjadi antara kau dan aku
Toh sampai esok tiba atau sampai kau pergi lagi pun semua tetap sama
Cuma kau dan aku
Hanya…
Antara kau dan aku tersimpan sejumput asa yang tak mau menjauh dariku
Sejumput asa yang sialnya selalu jadi milikku
Kau pergi lagi kan?
Tak apa.
Semoga saat kau kembali lagi nanti,
Sejumput asa ini sudah terkubur di dasar paling dalam sanubari
Hingga tak bisa kembali lagi ia saat kau pulang nanti
3. Contoh Puisi Balada: Lupa
Aku ingin membakar kenangan hingga hanya menyisakan debu
Inginku, menghapus ingat yang tertinggal di sanubari
Biar saat aku kembali tak ada lagi yang tersisa
Hilang terhapus lupa
Izinkan aku menghapus pinta yang pernah terkata,
Juga syair yang tak sengaja ku titipkan pada angin saat ia berhembus
Biar saat nanti lenyap
Tak ada sisa yang mengganjal sanubari
Lupa seolah menjauhiku
Menolak pintaku mentah-mentah
Hey, apa setelah senja, lupa juga tak mau menemuiku?
Menemui aku yang ingin menghapus senyap saat ia hampa
Katakan padaku
Kenapa melupakan tak semudah mengingat?
Hey, sebegitu bencikah lupa padaku hingga ia enggan menghapus ingatku?
Menolak menemuiku
Jika ku tahu lupa akan menolakku dan melupakan akan sesulit ini,
Tidak akan ku biarkan ingat menggelantung tenang di sanubari
Tidak akan ku simpan kenang di bilik hati
Ku biarkan saja mereka menggelembung dan pergi
Hey,
Kenapa lupa tak mau menemuiku?
4. Contoh Puisi Balada: Puisi Abadi
Puisi yang kau lantunkan kemarin, saat tak ada lagi sesak menyapa
Bergerak tak mau tau
Meninggalkan aku dan luka menganga
Bergerak secepat angin berhembus
Meninggalkan luka menganga yang enggan tertutup
Puisi yang kau tinggalkan bersama luka ini,
Kenapa begitu sulit ku paksa pergi?
Bergerak mengikuti seumpama bayang
Menyatu bersama kelam saat ia tiba
Apa puisi ini bak lantunan sunyi yang di lantunkan alam?
Abadi sampai nanti?
Hey,
Jangan lagi tinggalkan sepotong puisi yang belum usai jika kau tak mau menyudahinya
Berhenti melantunkan puisi saat angin menyapa
Berhenti meninggalkan sebait puisi yang tak kau akhiri
Kau tahu?
Potongan puisi yang terpenggalmu itu,
Bagai puisi abadi saat kau meninggalkannya sebelum mengakhirinya
Abadi bersama lagu alam
Penuh teka teki bagai pazel yang sukar ku selesaikan
Usaikan dulu penggalan puisimu sebelum kau pergi
Tahukah?
Sepotong puisimu itu buatku menanti hanya demi penggalan akhir dari baitnya
Esok,
Jika mungkin waktu sedikit berbaik hati mengingatkanmu akan penggalan puisi ini,
Selesaikan ia
Akhiri ia hingga tak perlu aku menunggu lagi
Hingga sepenggal puisimu itu tak menjelma jadi puisi abadi,
Yang ikut di lantunkan alam saat ia menyapa
5. Contoh Puisi Balada: Jika
Jika kau adalah alasan di balik rindu yang menyesaki
Juga napas yang hanya tinggal separuh,
Apa saat kau benar-benar lenyap rindu yang menyesaki dan separuh napas itu akan hilang?
Pergi bersama dengan lenyapnya eksistensimu?
Jika tak pernah ada temu antara kau dan aku,
Apa aku tetap akan mengenal rindu?
Atau…
Napas yang tinggal separuh saja?
Hey,
Jika alasan rindu berdiam diri di sisiku tanpa mau pergi
Dan napas yang kupunya hanya bersisa separuh saja adalah dirimu,
Apa tetap akan berdiam rindu di sisiku saat kau tiada?
Lenyap bersama dengan alasan ia tiba?
Jika waktu tak pernah hadirkan tentu,
Apa rindu akan berdiam diri di sisiku?
Apa juga tak akan pernah ada rindu yang ku kenali di antara jalan hidupku?
Seandainya saja semuanya berjalan seakan jika,
Mungkin tak akan ada rindu yang berdiam diri di sini
Tak akan pernah ada juga separuh napas yang tiba-tiba saja pergi entah kemana
Jika saatnya tiba,
Kala kau akhirnya lenyap bersama eksistensimu
Kuharap rindu yang terus berdiam diri pun ikut lenyap bersama tiadanya dirimu
Biar aku tidak terpekur bersama rindu yang semakin meniskala
Biar tak ada lagi ruang yang tersisa saat rindu kembali menghampiri
Biar semuanya usai bersama lenyapnya eksistensimu
Juga…
Kuharap separuh napas yang entah bagaimana hilang itu,
Kembali lagi padaku
Biar aku cukup bernapas dengan seluruh napas yang ku punya
Dan biar aku bernapas meski hanya cukup menghela
Hey,
Kau dan aku tidak pernah sedekat itu kan hingga kau mengucap selamat tinggal saat kau akan lenyap?
Jadi jika saatnya tiba buatmu berakhir dari mimpi panjangku dan lenyap dari eksistensimu yang ku temui,
Ku harap rindu itu pergi bersama dengan alasan ia menjadi
Lalu,
Kan ku sampaikan ucapan selama tinggalku meski aku tahu itu tak perlu pada rinai hujan yang menyapa saat ia kembali
Ku doakan rindu yang terus menerus mengikutiku
Pun akan ikut lenyap setelah ucapan selamat tinggal yang ku titipkan pada rinai hujan
6. Contoh Puisi Balada: Waktu
Yang berkuasa adalah waktu
Mempertemukan lalu meninggalkan
Mencari lalu hilang
Ia cuma waktu
Berjalan pongah tak peduli
Tidak berbalik apalagi kembali
Dia hanya waktu
Berkuasa atas harap juga nestapa
Juga, berakhirnya sebuah temu
Atau rindu yang tak juga sirna
Hanya waktu
Mempertemukan sebelum akhirnya dengan begitu tak tahu malunya memisahkan
Mengukir kisah lalu menghancurkannya dalam hitungan detik
Ya, dia waktu
Karenanya ada temu yang antarkan aku dan kau
Lalu jarak yang kian melebar sebelum akhirnya hilang tanpa temu
Dia yang pertemukan aku dan kau pada sebuah detik
Tapi dia pula yang dengan mudahnya meniskala aku dan kau
Waktu
Ah, ia tetap berjalan pongah
Tak mau tau apa yang ia tinggalkan
Tak peduli banyak yang memintanya berhenti
Ya, dia cuma waktu!
Dengan pongah menciptakan temu lalu memisahkannya dalam detik selanjutnya
Dia waktu
Begitu pongah buat kabulkan pinta ‘tolong berhenti sedetik saja’
7. Contoh Puisi Balada: Sejenak Saja
Sejenak saja,
Biarkan aku memasuh luka,
Mencerai hati yang berdarah-darah
Sebelum kembali kau gores ia semakin dalam
Biarkan aku menyuguhi kelana dengan segelas air
Jangan lagi kau campurkan duri
Sejenak saja,
Biarkan raga yang berkelana itu menegak seteguk air
Sebelum kembali kau buat ia dahaga semakin lama
Sekali ini saja,
Meski hanya sedetik
Biarkan ku resapi rindu lain yang hampir mendekati
Mendengarkan bait puisinya
Sebelum kembali kau bungkam aku dengan rindu yang tak kunjung usai,
Dan sebelum kau tikam aku dengan sembilu puisimu kala fajar tiba
Tidak bisakah, sejenak saja berhenti mengikuti,
Membiarkanku kembali tanpa toreh luka juga rindu yang ikut menyiksa?
Meski hanya sejenak,
Tidak maukah kau lepaskan segala luka juga rindu yang kian membebani?
8. Contoh Puisi Balada: Kau dan Imaji
Kau berjalan lagi
Tak ada yang terjadi
Hanya ada imaji
Lupakan saja kata yang disampaikan angin
Biaskan pula syair purnama
Biar, biarkan saja
Biar kau melangkah pergi
Aku juga pergi
Tapi tak mau ku biarkan kata-kata angin pergi
Tak ku biarkan membias jaring purnama
Embun juga ada padaku
Biarkan saja aku
Kau tetap saja pergi, melangkah
Karena aku juga punya mimpi
Lalu, sekeras apapun ku yakinkan diri,
Nyatanya kau cuma sebatas imaji
Imaji yang tak kunjung pergi
Lalu, ku biarkan kau melangkah pergi
Meski, lupa tak akan kembali
9. Derita Anak Bangsa
Ia mengayuh sepedanya
Ia mengayuh semangatnya
menjual koran di pagi hari
Panasnya matahari, dinginnya hujan
Tak ia rasakan
Ia sampai putus sekolah
Cita-cita tak lagi ia gantungkan
Hanya ada satu kewajiban
Menjual koran, mencari makan
10. Jante Arkidam Karya Ajip Rosidi
Sepasang mata biji saga
Tajam tangannya lelancip gobang
Berbahan tubuh-tubuh lalang dia tebang
Arkidam, Jante Arkidam
Dinding tembok hanyalah tabir embun
Lunak besi dilengkungkannya
Tubuhnya lolos di tiap liang sinar
Arkidam, Jante Arkidam
Malam berudara tuba
Jante merajai kegelapan
Disibaknya ruji besi pegadean
Malam berudara lembut
Jante merajai kalangan ronggeng
Ia menari, ia ketawa
‘Mantri polisi lihat kemari!
Bakar meja judi dengan uangku sepenuh saku
Wedana jangan ketawa sendiri!
Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat
Bersama Jante Arkidam menari
Telah kusibak ruji besi’
Berpandangan wedana dan mantri polisi
Jante, jante Arkidam!
Telah dibongkarnya pegadaean malam tadi
Dan kini ia menari
‘Aku, akulah Jante Arkidam
Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya batang pisang
Tajam tanganku lelancip gobang
Telah kulipat ruji besi’
Diam ketakutan seluruh kalangan
Memandang kepada Jante bermata kembang sepatu
‘Mengapa kalian memandang begitu?
Menarilah, malam senyampang lalu!’
Hidup kembali kalangan, hidup kembali perjudian
Jante masih menari berselempang selendang
Diteguknya sloki ke sembilan likur
Waktu mentari bangun, Jante tertidur
Kala terbangun dari mabuknya
Mantri polisi berdiri di sisi kiri:
‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’
Digisiknya mata yang sidik
‘Mantri polisi, tindakanmu betina punya!
Membokong orang yang nyenyak’
Arkidam diam dirante kedua belah tangan
Dendamnya merah lidah ular tanah
Sebelum habis hari pertama
Jante pilin ruji penjara
Dia minggat meniti cahya
Sebelum tiba malam pertama
Terbenam tubuh mantri polisi di dasar kali
‘Siapa lelaki menuntut bela?
Datanglah kala aku jaga!’
Teriaknya gaung dilunas malam
Dan Jante di atas jembatan
Tak ada orang yang datang
Jante hincit menikam kelam
Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali
Jante datang ke pangkuannya
Mulut mana yang tak direguknya
Dada mana tak diperasnya?
Bidang riap berbulu hitam
Ruas tulangnya panjang-panjang
Telah terbenam beratus perempuan
Di wajahnya yang tegap
Betina mana yang tak ditaklukannya?
Mulutnya manis jeruk garut
Lidahnya serbuk kelapa puan
Kumisnya tajam sapu ijuk
Arkidam, Jante Arkidam
Teng tiga di tangsi polisi
Jante terbangun ketiga kali
Diremasnya rambut hitam janda bawahnya
Teng kelima di tangsi polisi
Jante terbangun dari lelapnya
Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya
Berdegap langkah mengepung rumah
Didengarnya lelaki menantang:
‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’
‘Datang saja yang jantan
Kutunggu di atas ranjang’
‘Mana Jante yang berani
Hingga tak keluar menemui kami?’
‘Tubuh kalian batang pisang
Tajam tanganku lelancip pedang’
Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap
Memandang hina pada orang yang banyak
Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah
‘He, lelaki mata badak lihatlah yang tegas
Jante Arkidam ada di mana?’
Berpaling seluruh mata ke belakang
Jante Arkidam lolos dari kepungan
Dan masuk ke kebun tebu
‘Kejar jahanam yang lari!’
Jante dikepung lelaki satu kampung
Di lingkung kebun tebu mulai berbunga
Jante sembunyi di lorong dalamnya
‘Keluar Jante yang sakti!’
Digelengkannya kepala yang angkuh
Sekejap Jante telah bersanggul
‘Alangkah cantik perempuan yang lewat
Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’
‘Jante? Tak kusua barang seorang
Masih samar dilorong dalam’
‘Alangkah eneng bergegas
Adakah yang diburu?’
‘Jangan hadang jalanku
Pasar kan segera usai!’
Sesudah jauh Jante dari mereka
Kembali dijelmakan dirinya
‘He, lelaki sekampung bermata dadu
Apa kerja kalian mengantuk di situ?’
Berpalingan lelaki ke arah Jante
Ia telah lolos dari kepungan
Kembali Jante diburu
Lari dalam gelap
Meniti muka air kali
Tiba di persembunyiannya
Sudah Tahu Apa Itu Puisi Balada?
Demikian ulasan tentang pengertian dan berbagai contoh puisi balada yang bisa kamu pahami. Manakah yang menurutmu paling menarik?