Hingga saat ini, perlakuan tidak mengenakan kepada suatu golongan tertentu atau diskriminasi masih bisa ditemukan dalam lingkungan masyarakat. Perlakuan ini seringkali terjadi di berbagai negara, apalagi dengan keanekaragaman suku dan agamanya. Bahkan, perlakuan ini bisa menimbulkan kekerasan hingga korban jiwa.
Daftar ISI
Pengertian Diskriminasi
Theodorson & Theodorson berpendapat bahwa diskriminasi merupakan perlakukan yang tidak berimbang kepada individu atau kelompok, berdasarkan sesuatu yang biasanya bersifat kategorikal atau atribut-atribut khas. Ini meliputi ras, suku, agama, atau kelas-kelas yang ada di lingkungan sosial.
Mereka melanjutkan, istilah ini digunakan untuk melukiskan suatu tindakan dari pihak yang dominan (mayoritas) dalam hubungannya kepada pihak yang lebih lemah (minoritas). Bisa dibilang, perilaku dari pihak mayoritas cenderung bersifat tidak bermoral dan tidak demokratis.
Sederhananya, diskriminasi adalah perbuatan mayoritas yang memperlakukan pihak lemah atau minoritas secara berbeda, tidak adil berdasarkan karakteristiknya. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini disebut juga dengan segregasi, pembedaan, dan pemisahan.
Umumnya, pembedaan diawali dengan prasangka. Dengan prasangka, seseorang atau kelompok akan membuat pemisahan kepada yang lainnya (biasanya minoritas). Pemisahan ini diakibatkan oleh sifat kita sebagai maklluk sosial yang seringkali ingin berkumpul dengan orang-orang yang punya kemiripan dengan kita.
Lebih lanjut lagi, prasangka biasanya didasari pada kurangnya pemahaman, rasa tidak peduli pada kelompok lain, atau ketakutan karena sebuah perbedaan. Hal tersebutlah membuat seseorang/kelompok menyamaratakan tentang orang lain dan membuat orang-orang yang berada dalam golongan lain dianggap sama dalam hal apapun.
Terlebih, prasangka diperparah dengan stigma atau stereotip tentang golongan tertentu. Hal tersebut didasari oleh fakta yang menjurus pada kesamaan pola, sehingga seseorang atau golongan menggeneralisasi seseorang atau golongan lainnya atas dasar kelompok dan klasifikasinya.
Label buruk yang disematkan ini sulit diubah maupun dihapus, Sebab, label ini dipelajari seseorang dari pengaruh sosial, seperti masyarakat, keluarga, sekolah, sampai media massa. Lebih lanjut, diskriminasi terjadi saat keyakinan atas stigma atau stereotip ini berubah menjadi suatu tindakan.
Penyebab Diskriminasi
Di bawah ini adalah beberapa penyebab terjadinya perlakuan diskriminatif yang dirasakan orang-orang yang tidak memiliki kekuatan:
1. Menjadi Pertahanan Psikologi
Seseorang tidak jarang memindahkan ciri-ciri dalam diri sendiri yang tidak disukai kepada orang lain, sehingga menghasilkan adanya label kepada korban. Padahal, ciri-ciri orang lain yang tidak disukainya merupakan proyeksi yang timbul atas dirinya sendiri.
2. Kekecewaan
Beberapa orang yang kecewa akan melempar kekecewaan mereka kepada seseorang yang dijadikan sebagai kambing hitam. Ini menyebabkan perlakuan diskriminatif, karena memberikan label buruk kepada orang lain yang dijadikan kambing hitam.
3. Merasa Terancam dan Rendah Diri
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mereka yang merasa terancam atau rendah diri adalah dengan merendahkan seseorang atau kelompok lain. Ini membuat mereka tidak perlu merasa rendah, karena menilai orang lainlah yang lebih rendah dari mereka.
4. Sejarah
Adanya perlakuan yang tidak adil atau tidak mengenakan pada masa lalu, bisa menjadi penyebab terjadinya diskriminasi. Dalam beberapa kasus, seseorang akan berpikir bahwa tidak ingin menjadi satu-satunya orang yang diperlakukan buruk. Alhasil, mereka melampiaskannya kepada orang lain.
5. Persaingan dan Eksploitasi
Hal ini disebabkan oleh pengaruh globalisasi, sehingga masyarakat menjadi lebih materialistis dan merasa hidup dalam persaingan. Hal tersebut menyebabkan seseorang atau kelompok untuk terus mendapatkan kekuasaan, meski harus melakukan hal yang diskriminatif kepada orang lain atau suatu golongan tertentu.
6. Corak Sosialisasi
Perilaku ini merupakan peristiwa yang dipelajari dan sudah turun temurun melalui proses sosialisasi. Alhasil, terbentuklah pandangan stereotip tentang suatu bangsa dengan yang lain dalam hidup bermasyarakat, yakni terkait dengan kelakuan atau cara hidup.
Melalui pandangan stereotip tersebut, orang-orang yang berusia muda, belajar menghakimi seseorang atau satu ide.
Dampak Diskriminasi untuk Kesehatan Mental Korban
Untuk orang-orang yang menjadi korban atas perlakuan diskriminatif, hal ini bisa membuat masalah yang lebih besar dan mempengaruhi kesehatan mentalnya. Akibatnya, mereka jadi lebih sulit untuk bisa bangit dari keterpurukan dan menghindar dari bantuan, karena takut mengalami stigmatisasi.
Adapun beberapa dampak dari perlakuan diskriminatif yang bisa mempengaruhi mental adalah sebagai berikut:
- Merasa malu, putus asa, dan seperti terisolasi.
- Memiliki keterbatasan akses, karena peluang untuk pekerjaan dan interaksi sosial lebih sedikit dari yang lain.
- Tidak ingin atau enggan untuk meminta pertolongan atau perawatan.
- Merasa tidak mampu untuk mencapai apa yang diinginkan dalam hidup.
- Sulit menemukan tempat tinggal.
- Memiliki keraguan dalam diri.
- Yakin bahwa dirinya tidak akan pernah bisa mengatasi kondisi tersebut.
- Memiliki peluang kerja yang kecil.
Tipe-Tipe Diskriminasi
Perlakuan diskriminatif dibedakan menjadi 2 tipe, yakni:
1. Direct Discrimination (Diskriminasi Langsung)
Direct discrimination adalah situasi ketika seseorang dirugikan dengan mendapatkan perlakuan kurang mengenakan daripada orang lain. Padahal, situasi yang dirasakan sama dan sebanding. Selain itu, tipe ini juga bisa diartikan sebagai perlakuan tidak adil antar pekerja yang nyata, atas dasar warna kulit, ras, dan gender.
Berikut ini adalah beberapa contoh dari direct discrimination:
- Ketika seseorang melamar pekerjaan dan memenuhi kualifikasi dari iklan. Namun, orang tersebut tidak diundang untuk wawancara. Sedangkan orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama atau serupa dipanggil untuk wawancara. Perbedaan kedua orang ini adalah dari jenis kelaminnya.
- Saat seorang berkebangsaan Afrika-Amerika ingin membeli bahan bakar di SPBU terdekat di New York. Namun, ia harus membayar di muka sebelum mengisi kendaraannya. Sedangkan pelanggan lain yang berkulit putih boleh membayar sesudahnya.
2. Indirect Discrimination (Diskriminasi Tidak Langsung)
Indirect Discrimination adalah ketika ada aturan atau prosedur yang dibuat dan terlihat menguntungkan semua pihak, tetapi sebenarnya merugikan orang dari ras, agama, dan jenis kelamin tertentu. Aturan tersebut bisa saja menjadi diskriminatif, meskipun beberapa poin yang disebutkan berlaku untuk semua orang.
Contohnya, ketika persyaratan tinggi badan tertentu yang bisa merugikan perempuan, Atau persyaratan pembuatan SIM yang bisa merugikan penyandang disabilitas. Sekilas aturan tersebut netral, karena sama untuk setiap orang. Tetapi, orang-orang tertentu tidak bisa relevan dengan aturan tersebut, karena suatu keterbatasan.
Meski demikian, dalam beberapa kondisi, hal tersebut tidak bisa disebut sebagai perlakukan diskriminatif, apabila kriteria di bawah ini terpenuhi, antara lain:
- Tujuan dari aturan atau prosedur dibenarkan. Maksudnya, sah dan bisa diterima secara objektif.
- Cara atau aturan yang digunakan tepat dan harus, agar bisa mencapai tujuan. Artinya tidak ada cara alternatif atau aturan lain yang bisa diciptakan agar tujuan tersebut bisa dicapai.
Jenis-Jenis Diskriminasi
Di bawah ini adalah jenis-jenis dari pembedaan yang sering terjadi dan bisa ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat di setiap negara, antara lain:
1. Rasisme
Rasisme adalah sebuah tindakan yang membeda-bedakan orang berdasarkan warna kulit, ras, suku, dan asal-usulnya. Perbedaan dan ketidak setaraan ini diwujudkan berupa tindakan seperti pembatasan hak dan kebebasan seseorang. Selain itu, rasisme bisa diartikan sebagai keyakinan bahwa manusia terbagi menjadi beberapa golongan.
Golongan ini dipisahkan berdasarkan ciri biologis yang disebut dengan ras. Pendapat ini juga meyakini bahwa adanya relevansi terkait ras dengan kecerdasan, sifat, moralitas, dan perilaku lain yang membuat beberapa ras dianggap lebih unggul dari yang lain secara bawaan.
Selain itu, rasisme Ini juga memunculkan beberapa dampak buruk, salah satunya bisa berujung kekerasan. Sebab, rasisme memandang mereka yang dianggap berbeda sebagai objek yang bisa diperlakukan seenaknya. Akibatnya, mereka sering mendapatkan perlakuan buruk dan bahkan kekerasan di beberapa daerah.
2. Seksisme
Seksisme adalah jenis diskriminasi yang sering ditemukan di internet. Menurut Europea Institute for Gender Equality, seksisme merujuk pada kepercayaan mengenai sifat dasar perempuan dan laki-laki serta peran yang harus mereka mainkan dalam masyarakat.
Asumsi tentang seksisme diwujudkan melalui label atau stereotip gender, di mana satu gender dianggap lebih tinggi dan unggul jika dibandingkan dengan gender lainnya. Akibatnya, seksisme dimanifestasikan dalam berbagai ranah kehidupan dalam bermasyarakat.
Seksisme bisa terjadi oleh semua orang, tetapi yang sering merasakan atau menjadi korban adalah para perempuan. Contohnya seperti anggapan bahwa seorang pemimpin harus seorang laki-laki, karena mereka dinilai lebih bisa memimpin dan perempuan tidak kompeten.
3. Ageisme
Ageisme merupakan sebuah prasangka dan diskriminatif kepada seseorang berdasarkan umurnya. Sikap diskriminatif ini bisa terjadi di mana saja. Namun, ageisme lebih sering terjadi di tempat kerja. Asumsi ini diwujudkan salah satunya dengan anggapan bahwa usia tertentu sudah tidak produktif.
Ageisme pertama kali dikenalkan oleh Robert Neil Butler. Ia menyatakan bahwa ageisme memiliki tiga komponen. Komponen ini meliputi prasangka terhadap lansia, praktik diskriminasi lansia, dan stereotip lansia yang dilakukan oleh perusahaan dan kebijakan secara terus menerus.
Meski demikian, ageisme bisa terjadi kepada anak-anak muda. Sebab, anak muda sering dianggap sebagai sosok yang naïf dan tidak memiliki pengalaman, terutama dalam hal pekerjaan, sehingga cenderung dipandang sebelah mata.
Dampak dari ageisme adalah kemiskinan, penurunan kognitif, rendahnya harapan hidup, dan kesepian. Bahkan, ageisme bisa membuat korbannya sulit mengembangkan diri, sulit mengakses pekerjaan, sampai beresiko terkena penyakit.
4. Ableisme
Ableisme adalah prasangka atau perlakuan yang diskriminatif kepada penyandang disabilitas atau difabel. Jenis diskriminasi ini pertama digunakan secara tertulis oleh Council of the London Borough Haringey pada siaran pers di tahun 1987.
Secara etimologi, ableisme berasal dari kata “able” yang artinya mampu, bisa, atau sanggup. Jadi, ableisme merupakan keyakinan atau ideologi dimana seseorang menganggap bahwa orang-orang penyandang disabilitas memiliki derajat atau status lebih rendah dibandingkan orang non-disabilitas.
Ableisme juga memandang penyandang disabilitas tidak sempurna dan mengaitkannya dengan penyakit. Lebih lanjut, ableisme melahirkan stereotip bahwa penyandang disabilitas tidak mampu melakukan hal-hal tertentu, tidak normal, dan cacat. Selain itu, ableisme dapat mengakibatkan marginalisasi, pemiskinan, hingga kekerasan.
5. Reverse Discrimination
Sesuai namanya, reverse discrimination merujuk pada keadaan di mana seseorang atau golongan minoritas didiskriminasi berdasarkan faktor yang dilindungi, seperti ras atau jenis kelamin. Misalnya, orang kulit putih yang didiskriminasi demi kepentingan ras minoritas.
Sederhananya, reverse discriminasion adalah keadaan di mana kelompok mayoritas menganggap dirinya sebagai orang yang mendapatkan perlakuan diskriminatif. Hal ini mereka lakukan karena adanya upaya untuk memperbaiki ketidaksetaraan yang dialami oleh kelompok minoritas yang menjadi korban diskriminatif sebelumnya.
Reverse Discrimination sering digunakan untuk menggambarkan argumen bahwa tindakan afirmatif atau kebijakan yang dibuat untuk memperbaiki ketidakadilan kelompok minoritas bisa menciptakan diskriminasi lain kepada kelompok mayoritas.
Namun, istilah ini juga sering digunakan untuk melawan kebijakan yang tujuannya untuk merestorasi keadilan dan memperbaiki kesenjangan antara kelompok mayoritas dan minoritas.
6. Religious Discrimination
Diskriminasi agama (religious discrimination) merupakan perlakuan yang membeda-bedakan mengucilkan atau membatasi orang, karena keyakinan tertentu dalam kehidupan bermasyarakat. Biasanya perlakuan tidak mengenakan ini dilakukan oleh hukum atau dalam pengaturan kelembagaan, seperti di tempat kerja.
Religious discrimination bisa dialami oleh korban dalam berbagai bentuk, seperti pelecehan verbal atau fisik, penolakan akses ke fasilitas umum/layanan publik, dan dikucilkan. Dalam beberapa kasus, perlakuan diskriminatif ini bisa sampai berujung kekerasan yang dilandaskan oleh perbedaan agama.
Religious discrimination dinilai perlakuan diskriminatif yang cukup ekstrim, karena orang dieksekusi akibat keyakinan yang dianggap sesat. Terlebih, dalam kehidupan sosial, di mana kebebasan beragama merupakan hak konstitusional, tidak jarang penganut agama minoritas bersuara mengungkapkan perlakuan diskriminatif yang dialaminya.
7. Diskriminasi Berdasarkan Kasta
Diskriminasi berdasarkan kasta adalah perlakuan tidak adil yang dialami seseorang, kelompok, atau golongan berdasarkan posisi mereka dalam suatu kasta. Sistem kasta sendiri merupakan sistem sosial yang membagi masyarakat menjadi beberapa kelompok dan membuat sebuah hierarki yang ditentukan oleh keturunan.
Istilah ini menganggap bahwa seseorang, kelompok, atau golongan tertentu memiliki derajat yang lebih rendah maupun lebih tinggi secara sosial, ekonomi, dan politik. Perlakuan diskriminatif ini diwujudkan dalam beberapa hal, seperti pembatasan hak, sumber daya, dan peluang seperti mendapat pekerjaan.
Bahkan, perlakuan diskriminatif ini sangat berdampak pada kehidupan korban untuk menjalani hidup, karena sulitnya mendapatkan akses pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam bidang politik. Lebih lanjut, perlakuan diskriminatif ini tentu melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang melandasi masyarakat adil dan inklusif.
8. Diskriminasi karena Perbedaan Pandangan Politik
Ini bisa diartikan sebagai perlakuan yang tidak adil kepada individu atau kelompok, karena pilihan pandangan politik yang diyakini nya. Hal ini terjadi ketika seseorang mendapatkan pembatasan atau ketidakadilan dalam kehidupan bermasyarakat, karena pandangan politik mereka yang berbeda.
Perlakuan diskriminatif ini cukup sering terjadi di Indonesia, terutama ketika menjelang pemilihan umum Presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Misalnya, ketika PEMILU tahun 2019, di mana rakyat Indonesia saling menyerang, karena perbedaan pandangan politik. Akibatnya, isu dan topik politik sensitive pada saat itu.
Lebih lanjut, perlakuan diskriminatif ini dinilai menyalahi hak asasi manusia, terutama dalam kebebasan berpendapat di bidang politik. Selain itu, hal ini sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi dan pluralism yang selalu dijunjung di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Contoh-Contoh Diskriminasi
Di bawah ini adalah beberapa contoh perlakuan diskriminatif berdasarkan jenisnya, antara lain:
1. Contoh Rasisme
Rasisme selalu bisa ditemui di negara manapun. Salah satunya di Amerika Serikat pada 25 Mei 2020 lalu. Seorang pria Afrika-Amerika bernama George Floyd meninggal setelah dua orang petugas polisi kulit putih menangkapnya di Minneapolis, Amerika Serikat.
Insiden terjadi ketika salah seorang polisi tersebut menekan leher George Floyd dengan lututnya selama kurang lebih 9 menit di muka umum. Akibatnya, terjadi aksi protes besar-besaran di seluruh dunia.
Ditarik lebih jauh ke belakang, ada peristiwa yang dinamakan Holocaust. Peristiwa ini terjadi ketika Perang Dunia II, di mana Jerman nazi melakukan genosida kepada jutaan orang Yahudi dan Romani, homoseksual, hingga penyandang cacat. Peristiwa ini menjadi kasus rasisme paling ekstrim yang membuat nyawa hilang terbesar di dunia.
2. Contoh Ageisme
Berbeda dengan rasisme, berita mengenai kasus ageism jarang ditemukan di media massa lainnya. Meski begitu, ada beberapa contoh ageisme yang bisa ditemukan, terutama dalam lingkungan kerja. Misalnya, karyawan yang berumur lebih muda tidak dilibatkan dalam rapat, karena dianggap belum memahami perusahaan dengan baik.
Contoh diskriminasi ageisme lainnya adalah seseorang yang berumur lebih tua dianggap sudah tidak kompeten untuk mengerjakan pekerjaan tertentu. Alhasil, orang tersebut bisa diberhentikan secara sepihak, penolakan promosi, dan mengabaikan pelamar kerja yang memiliki umur lebih tua.
Selain itu, orang yang lebih tua sering dianggap tidak bisa menguasai teknologi, yang mana hal tersebut merendahkan kemampuan seseorang karena faktor usia. Contoh lainnya adalah merencanakan kegiatan yang hanya cocok untuk usia muda saja, sehingga karyawan usia tua tidak diikut sertakan di dalamnya.
3. Contoh Ableisme
Tahun 2021 lalu, Menteri Sosial Tri Rismaharini dikritik oleh banyak pengguna internet pada acara Hari Disabilitas Internasional. Sebab, ia ‘memaksa’ seorang anak penyandang disabilitas rungu untuk berbicara. Awalnya, anak tuna rungu tersebut menghadiahi Risma sebuah lukisan pohon sebagai bentuk kritik kerusakan lingkungan.
Kemudian, Risma memberikan instruksi kepada sang anak untuk menjelaskan secara lisan mengapa ia mengkritik pemerintah. Hal tersebut dilakukan agar sang anak berlatih supaya bisa lancar berbicara. Alhasil, sang anak kesusahan untuk melakukan hal yang diperintahkan sang menteri tersebut.
Itu bisa dikategorikan sebagai diskriminasi terhadap penyandang disabilitas atau ableisme. Sebab, Mensos beranggapan bahwa disabilitas bisa disembuhkan sepanjang orang tersebut mau berusaha untuk melatih dirinya.
Apalagi, Risma dinilai bias ableisme, karena membandingkan sang anak dengan Angkie Yudistia, staf khusus yang tuli.
4. Contoh Perlakuan Diskriminatif Berdasarkan Agama
Masyarakat di Indonesia menganut agama yang beragam. Dalam beberapa kasus, penganut agama mayoritas terlibat permasalahan dengan minoritas yang memiliki agama berbeda. Hal ini bisa memunculkan perlakuan diskriminatif antar umat beragama yang berujung pada suatu permasalahan.
Misalnya, penyegelan gereja yang di Purwakarta pada bulan April 2023. Hal ini dilakukan oleh bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika yang menyegel Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Purwakarta pada 1 April 2023. Ini dilakukannya karena gereja tersebut tidak memiliki izin
Padahal, perizinan harusnya merupakan urusan administrasi negara yang tidak bisa menjadi sebuah alasan menggugurkan jaminan hak asasi di dalam konstitusi.
5. Contoh Reverse Discrimination
Reverse discrimination bisa dirasakan oleh mayoritas di manapun. Misalnya, ketika penerimaan mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Mereka memberlakukan kebijakan untuk memberikan kuota terbatas bagi kelompok mayoritas. Ini dilakukan agar kelompok minoritas agar lebih diuntungkan dalam penerimaan mahasiswa.
Beberapa contoh reverse discrimination atau diskriminasi terbalik lainnya, antara lain:
- Perusahaan yang melakukan promosi terhadap kelompok minoritas, terlepas dari pengalaman atau senioritas pelamar mayoritas.
- Menolak mempekerjakan atau memecat orang yang berusia dibawah 40 tahun, demi mempekerjakan orang yang berusia di atas 40 tahun.
- Menolak calon siswa mayoritas dan menerima siswa minoritas hanya atas dasar ras.
- Mempekerjakan atau mempromosikan perempuan hanya didasarkan jenis kelamin mereka, tanpa melihat kompetensi dan kualitasnya.
6. Perlakuan Diskriminatif Didasarkan Kasta
Contoh diskriminasi ini terjadi di India. Kasta dalit sering mendapatkan perlakuan tidak mengenakan, seperti mendapatkan pembatasan akses ke tempat-tempat suci. Dalit sendiri adalah kasta terendah di India dan dianggap haram untuk disentuh. Mereka diperlakukan tidak adil, bahkan dihina oleh orang-orang dengan kasta yang lebih tinggi.
Mereka tidak memiliki akses untuk mendapatkan pekerjaan layak. Oleh sebab itu, banyak diantara mereka yang memiliki pekerjaan yang dianggap kotor. Misalnya, pemulung, bekerja di pembakaran batu bara, di tempat sanitasi, dan pekerjaan lain yang dianggap tidak terhormat bagi kasta lebih tinggi
Kasta Dalit juga mengalami diskriminasi dalam mendapatkan akses ke pendidikan layak. Mereka seringkali mendapatkan perlakuan tidak adil dalam institusi pendidikan, seperti intimidasi dan pembatasan akses ke fasilitas di area pendidikan.
Hal ini dirasakan oleh Deepa P. Mohanan, seorang perempuan dari kasta Dalit yang berjuang melawan perlakuan diskriminatif yang ada di lingkungan pendidikan di India.
7. Contoh Seksisme
Contoh seksisme yang sering dialami perempuan di kehidupan sehari-hari adalah mendapatkan pelecehan secara lisan atau verbal sampai fisik. Menurut survey yang dilakukan Stop Street Harassment, setidaknya ada 81% perempuan yang menjadi korban pelecehan di dunia nyata dan media sosial.
Bentuk pelecehan tersebut seperti catcalling, sentuhan tidak diinginkan, ucapan yang mengarah ke hal seksual, dan komentar mengenai bagian tubuh perempuan. Selain itu, ketika pelecehan tersebut, perempuan sering disalahkan atau mendapatkan victim blaming.
Padahal, laki-laki yang menjadi pelaku utama pelecehan dimaklumi dan dibiarkan saja. Misalnya, ketika perempuan mendapatkan pelecehan, akan ditanya pertanyaan yang menyudutkan.
Seperti, apa yang mereka pakai, apakah ia menikmati atau senang dengan perlakuan tersebut, dan seperti apa tingkah lakunya, sehingga kaum adam tergoda melakukan pelecehan.
Sudah Tahu Apa Itu Diskriminasi?
Perlakuan diskriminatif memang menjadi momok menakutkan bagi golongan minoritas yang tidak memiliki kekuatan dan cenderung lemah. Untuk itu, perlu adanya kesadaran diri dari masyarakat, agar bisa terus menjunjung tinggi toleransi dan menghargai hak asasi manusia semua orang, tanpa memandang ras, agama, maupun jenis kelaminnya.