Pengertian Hukum Keluarga: Asas, Ruang Lingkup & Sumbernya

Hukum memang memegang peranan yang sangat penting hampir terhadap seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hubungan keluarga. Hukum tersebut dikenal sebagai hukum keluarga. Pastinya, setiap keluarga menginginkan hubungan yang terjalin secara harmonis.

Hukum tersebut merupakan aturan yang mengatur hubungan di dalam keluarga karena sebab perkawinan. Adanya hukum tersebut akan menjamin kehidupan keluarga yang harmonis sehingga tidak menimbulkan konflik yang berpotensi dapat merugikan semua pihak.

Pengertian Hukum Keluarga

Istilah hukum keluarga asalnya dari terjemahan kata dalam bahasa Belanda, yaitu familierecht atau family law (Inggris). Seperangkat aturan yang kaitannya dengan hubungan perkawinan dan kekerabatan.

Hubungan tersebut terjadi karena ada hubungan keluarga atau pergaulan hidup kekeluargaan. Setidaknya terdapat dua poin penting yang diatur di dalam hukum tersebut, yaitu perkawinan dan hubungan sedarah.

Definisi Hukum Keluarga Menurut Ahli

Definisi Hukum Keluarga Menurut Ahli
Definisi Hukum Keluarga Menurut Ahli | Image Source: media.istockphoto.com

Beberapa ahli memberikan pandangannya seputar definisi family law, di antaranya:

1. Van Apeldoorn

Hukum keluarga merupakan pengaturan hubungan hukum dan terjadi karena ada hubungan keluarga.

2. C.S.T Kansil

Family law merupakan seperangkat ketentuan hukum dari kesatuan hidup keluarga.

3. R. Subekti

Seperangkat hukum yang di dalamnya mengatur hubungan keluarga.

4. Rahmad Usman

Hukum kekeluargaan yaitu ketentuan atau aturan yang mengatur hubungan orang-orang di dalam ikatan keluarga.

5. Djaja S. Meliala

Hukum keluarga yaitu aturan umum yang di dalamnya mengatur hubungan antara saudara sedarah dan keluarga hasil perkawinan.

6. Sudarsono

Family law merupakan keseluruhan peraturan yang menerangkan tentang hubungan saudara sedarah dengan kerabat karena status perkawinan.

7. Prof. Ali Afandi, S.H

Hukum kekeluargaan merupakan keseluruhan ketentuan tentang hubungan hukum yang berlangsung dan berlaku baik di dalam lingkup kekeluargaan sedarah maupun kekeluargaan karena perkawinan.

8. Prof. Soediman Kartohadiprodjo

Family law merupakan keseluruhan kaidah hukum terkait bagaimana menentukan berbagai syarat serta caranya mengadakan hubungan secara abadi beserta seluruh akibatnya.

9. Ensiklopedia Indonesia

Hukum keluarga merupakan aturan yang mengatur hubungan hukum karena ikatan keluarga. Maksud family law tersebut yaitu peraturan perkawinan, peraturan perwalian, serta peraturan kekuasaan bagi orang tua.

Jika meninjau berdasarkan pendapat para ahli, terdapat dua poin penting yang bisa menjadi acuan. Kedua poin tersebut yakni hubungan darah serta perkawinan.

Keluarga sedarah merupakan ikatan keluarga yang berlangsung secara turun-turun. Maksudnya, kerabat tersebut mempunyai nenek moyang sama. Kemudian, beberapa kerabat sedarah juga ditarik berdasarkan garis paternal yang dinamakan patrilineal.

Kemudian beberapa di antaranya diambil berdasarkan garis keturunan ayah maupun ibu dan dikenal dengan bilateral atau parental. Adapun ikatan keluarga dari hubungan perkawinan dinamakan keluarga semenda. Lebih lanjut lagi, ikatan keluarga yang timbul karena adat dinamakan keluarga adat. Contohnya yaitu saudara angkat.

Asas di Dalam Hukum Keluarga

Asas di Dalam Hukum Keluarga
Asas di Dalam Hukum Keluarga | Image Source: media.istockphoto.com

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 serta KUH Perdata, terdapat beberapa asas di dalam hukum keluarga, antara lain:

  • Asas monogami: seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu istri dan begitu sebaliknya. (Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 27 KUH Perdata).
  • Asas perjanjian: asas yang mengatur perkawinan maupun perwalian dianggap sah ketika terdapat kesepakatan maupun kesepakatan yang berlangsung antara calon suami dengan calon istri yang sudah menetapkan perkawinan. (Pasal 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 dan Pasal 28 KUH Perdata).
  • Asas proporsionalitas: disebut juga asas keseimbangan karena mengatur hak serta kedudukan istri dan suami di dalam menjalankan kehidupan berumah tangga serta masyarakat. (Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974).
  • Asas kebulatan: asas yang mengatur tentang penggabungan harta (KUH Perdata Pasal 119).
  • Asas yang tak bisa dibagi: asas yang memberikan ketegasan bahwa setiap perwalian harus mempunyai seorang wali. Di dalam asas tersebut berlaku beberapa pengecualian, yaitu:
    • Perwalian dilakukan ibu serta hidupnya lebih lama, maka ketika ibu tersebut menikah lagi, suaminya akan menjadi wali serta atau wali peserta.
    • Ketika ditunjuk sebagai pelaksana terkait pengurusan barang-barang anak di bawah umur yang ada di luar Indonesia.
    • Asas monogami terbuka atau poligami terbatas, maksudnya suami boleh mempunyai istri lebih dari satu asalkan mendapatkan persetujuan dari istri pertama serta sudah memenuhi berbagai persyaratan lain sesuai ketentuan.
    • Asas prinsip dari calon suami maupun calon istri yang harus matang jiwa dan raganya. (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7).
  • Asas perkawinan agama: sebuah perkawinan hanya dikatakan sah ketika dilaksanakan menurut hukum agama serta kepercayaan masing-masing. (Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Pasal 31 tentang Perkawinan).
  • Asas perkawinan sipil: perkawinan hanya dikatakan sah ketika sudah dilaksanakan serta dicatat pegawai tercatat sipil, dalam hal ini kantor kecamatan sipil.

Ruang Lingkup Hukum Keluarga

Ruang Lingkup Hukum Keluarga
Ruang Lingkup Hukum Keluarga | Image Source: media.istockphoto.com

Sementara itu, ruang lingkup dari hukum keluarga antara lain:

1. Otoritas Orang Tua

Anak harus tunduk pada orang tuanya hingga usia mereka cukup atau sampai menikah. Kewenangan orang tua tersebut dimulai atau berlaku saat kelahiran anak (anak lahir lewat perkawinan yang sah).

Maka dari itu, kekuasaan orang tua yaitu kekuasaan yang dijalankan ayah maupun ibu selama masih terikat dalam perkawinan terhadap anaknya yang masih belum dewasa, begitu bunyi pasal 299. Sementara itu, pada Pasal 300 dijelaskan bahwa tanggung jawab dari orang tua lazimnya diberikan pada ayah.

2. Putusnya Perkawinan

Ruang lingkup hukum keluarga yang kedua yaitu putusnya perkawinan. Maksudnya, putusan hubungan keluarga yang terjadi antara suami dan istri melalui ikrar yang memang menjadi kewenangan pihak suami. Ikrar yang dimaksud adalah talak yang dijatuhkan ke istri.

Ketika suami menjatuhkan talak, otomatis putuslah hubungan suami-istri di antara keduanya. Ketika suami menjatuhkan talak sebanyak 1 maupun 2 kali, suami tersebut masih mempunyai hak untuk kembali atau rujuk dengan istrinya.

Akan tetapi, ketika talak yang dijatuhkan sebanyak 3 kali maka suami tersebut tidak berhak atau bahkan dilarang untuk rujuk dengan istrinya. Lalu, ketika mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain kemudian cerai tanpa ada unsur paksaan atau niat untuk kembali dengan suami pertama, maka suami yang pertama dibolehkan untuk rujuk.

3. Harga Benda di Dalam Perkawinan

Ruang lingkup hukum keluarga berikutnya adalah harta benda di dalam perkawinan. Harta benda tersebut mempunyai sifat tergabung atau campur. Ketika salah satu pihak meninggal, misalnya suami maka harta tersebut tidak seluruhnya langsung menjadi milik istri. 

Akan tetapi, harta tersebut wajib dibagikan sesuai ahli waris dan hak-hak yang didapatkannya berdasarkan ilmu waris atau ilmu faraidh.

4. Adopsi

Ruang lingkup hukum keluarga ke-4 adalah adopsi. Adopsi merupakan pengangkatan terhadap seorang anak yang dimaksudkan untuk menjadikan anak tersebut sebagai miliknya. Di dalam hukum perdata atau Burgerlijk Wetboek, hal tersebut tidak mungkin dan tidak berlaku.

Alasannya karena Burgerlijk Wetboek menganggap pernikahan sebagai hidup bersama dan bukan tentang keturunan. Di dalam ketentuan yang berlaku di Indonesia, pengangkatan anak bisa dilakukan oleh pasangan.

Ketika pengangkatan anak tersebut dilakukan janda, ia tak boleh diizinkan untuk mempunyai anak laki-laki. Sementara itu, janda belum menikah boleh mengadopsi, dengan catatan tidak mempunyai keturunan laki-laki dari pernikahan sebelumnya.

Sumber Hukum Keluarga

Terdapat dua sumber yang dipakai di dalam hukum keluarga, yaitu sumber hukum tertulis dan tak tertulis. Adapun beberapa sumber hukum yang tertulis tersebut yaitu perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

Adapun sumber hukum tertulis yang berlaku di Indonesia terkait family law yaitu:

  • KUH perdata atau Burgerlijk Wetboek
  • Hukum perkawinan campuran
  • Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan
  • UU No. 32 Tahun 1954 mengenai Pendaftaran Perkawinan, Perceraian, serta Rukun
  • Keputusan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
  • Ordonansi perkawinan Indonesia, Minahasa, Kristen, Jawa, dan Ambon
  • Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 mengenai Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974
  • Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1987 juncto Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 mengenai Izin Perkawinan serta Perceraian untuk PNS
  • Inpres Nomor 1 Tahun 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam Indonesia (hukum tersebut berlaku untuk warga/masyarakat yang beragama Islam)

Sementara itu, hukum tidak tertulis seperti hukum kebiasaan atau hukum adat yang berkembang dan diterapkan di dalam masyarakat. Hukum atau ketentuan-ketentuan tersebut memang tidak hadir secara tertulis, namun masyarakat sudah menerapkannya, bahkan menjadi aturan turun-temurun.

Sudah Mengerti Apa itu Hukum Keluarga?

Jadi, hukum keluarga yaitu peraturan atau ketentuan yang timbul karena adanya hubungan keluarga. Tujuan penerapannya adalah untuk menghadirkan lingkungan keluarga yang harmonis. Hukum tersebut juga dibedakan menjadi 2, yaitu hukum tertulis serta tidak tertulis.

Contoh hukum tertulis seperti perundang-undangan, traktat, serta yurisprudensi. Kemudian, untuk hukum tak tertulis seperti kebiasaan yang berkembang dan diterapkan di dalam masyarakat. Semoga bermanfaat.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page