Dalam hukum Islam, ada salah satu istilah penting yaitu qiyas. Qiyas adalah hukum Islam yang telah dibahas dalam Al Quran, hadis dan ijma. Untuk lebih jelasnya mengenai qiyas, yuk simak penjelasan lengkapnya pada artikel berikut!
Daftar ISI
Pengertian Qiyas
Secara bahasa, qiyas berasal dari kata qaasa, yaqishu, dan qiyaasan yang memiliki arti pengukuran. Sedangkan menurut istilah, qiyas adalah menyamakan sesuatu yang hukumnya tidak tertulis secara langsung dengan yang sudah tertulis berdasarkan kesamaan manfaatnya.
Pengertian Qiyas Menurut Para Ulama
Untuk lebih jelasnya mengenai qiyas, berikut ini pendapat para ahli tentang qiyas.
1. Al Ghazali
Pendapat pertama yaitu dari Al Ghazali, yang menyatakan bahwa qiyas adalah kegiatan menanggungkan sesuatu yang diketahui terhadap suatu hal lainnya dalam menetapkan hukum atau menghilangkan hukum dari keduanya. Penetapan dan penghilangan ini disebabkan karena adanya kesamaan antara keduanya.
2. Imam Syafi’i
Berdasarkan dari Imam Syafi’i, qiyas memiliki kedudukan yang lebih lemah jika dibandingkan ijma yaitu menduduki tempat terakhir pada susunan sumber hukum Islam.
3. Dr. Wahbah Az-Zuhaily
Pendapat yang hampir sama disampaikan juga oleh Wahbah. Menurutnya, qiyas adalah suatu hal yang menjelaskan status hukum syariah pada suatu kasus tentang masalah tertentu yang tidak disebutkan dalam Al-Quran dan hadis dengan masalah lain yang setara dengannya.
Rukun Qiyas
Para ulama telah menyepakati bahwa ada 4 rukun dari qiyas, yaitu:
1. Ashl
Ashl disebut juga dengan musyabbah bih dan maqis ‘alaih, dimana musyabbah bih memiliki arti yang diserupai, sedangkan maqis ‘alaih yaitu tempat mengqiyaskannya. Maksudnya yaitu ashl sebagai ukuran dan pembanding.
Lebih lengkapnya, ashl adalah kasus lama yang dijadikan sebagai objek perumpamaan atau pembanding dari kasus yang sudah ada sebelumnya dan memiliki ketetapan hukum secara terstruktur dalam Al-Quran, hadis, dan ijma.
2. Far’u
Far’u juga memiliki sebutan lain yaitu musyabbah berarti yang diserupakan, dan maqis yaitu yang diqiyaskan. Lebih lanjut, far’u memiliki arti yaitu kasus yang ingin disamakan dengan ashl karena tidak adanya dalil secara jelas pada Al-Quran ataupun hadis tentang hukumnya.
Biasanya far’u akan melalui proses tertentu untuk disamakan dengan ashl dalam penerapan hukumnya. Adapun kesamaan dalam far’u dan ashl ini disebut illat.
3. Hukum Ashl
Rukun dari qiyas berikutnya adalah hukum ashl yang termasuk hukum syariat yang telah ditentukan dalam Al-Quran dan hadis dan dikehendaki untuk menetapkan hukum terhadap far’u.
4. Illat
Terakhir yaitu ada illat yang memiliki arti alasan. Maksudnya yaitu alasan yang memberikan manfaat namun tetap sesuai syariat. Dengan kata lain, illat ini bisa berperan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan qiyas.
Jenis-Jenis Qiyas
Berdasarkan pendapat dari Imam Syafi’i bahwa qiyas terbagi menjadi 3 jenis Tiga jenis qiyas tersebut adalah:
1. Qiyas Musawi
Jenis yang pertama adalah qiyas musawi yang memiliki kekuatan illat sama dengan far’u dan ashlnya.
Sebagai contoh, ada ulama yang menyatakan bahwa apapun yang berstatus haram, maka haram baginya, begitu juga sebaliknya.
Contoh lainnya yaitu menjual hamba sahaya. Berdasarkan riwayat dari Rasulullah, jika menjual hamba sahaya, maka semua harta milik dari hamba sahaya tersebut menjadi milik pembelinya, kecuali ada persyaratan tertentu yang sudah disepakati bersama.
2. Qiyas Aqwa
Pada qiyas jenis ini memiliki illat yang lebih kuat di bagian far’unya daripada ashl. Maksudnya yaitu menyamakan sesuatu yang sedikit dengan yang lebih banyak.
Sebagai contoh, Allah SWT telah mengharamkan sesuatu hal yang bahkan dalam jumlah sedikit. Jadi jika banyak, maka hal tersebut lebih haram lagi.
Contoh lainnya yaitu sebuah pujian yang Allah SWT berikan untuk hambanya yang beribadah dalam jumlah kecil. Yang kecil saja sudah dipuji, apalagi yang lebih besar, pasti lebih dipuji lagi.
3. Qiyas Adh’af
Jenis yang ketiga ini memiliki illat pada far’u yang lebih lemah daripada ashlnya. Sebagai contoh kasus kewajiban ayah dalam menafkahi anak-anaknya. Dalam Islam, ayah memiliki kewajiban untuk menafkahi anaknya. Illat pada kasus ini yaitu hubungan darah antara ayah dan anaknya.
Adapun ketentuannya yaitu jika ayah sudah tidak sanggup untuk menafkahi anaknya, sedangkan anaknya sudah mapan, maka anak berkewajiban untuk menafkahi ayahnya.
Contoh Penerapan Qiyas dalam Thaharah
Ada banyak sekali contoh dari penerapan qiyas dalam thaharah, beberapa di antaranya adalah:
1. Babi Najis Besar
Contoh penerapannya yaitu pada hukum babi yang najis mughallazah dalam Islam. Babi yang najis mughallazah diqiyaskan dengan najis air liur anjing yang juga najis mughallazah.
Padahal ketentuan ini tidak ada satupun disebutkan dalam ayat Al-Quran atau hadis nabawi. Yang ada hanya sebatas haramnya daging babi, namun tidak sampai menyebutkan level mughallazhah dari babi ini dengan ketentuan kewajiban untuk membersihkannya menggunakan air hingga tujuh kali dan tanah.
Adapun ketentuan mengenai level najis ini, yang ada hanya untuk anjing saja. Ketentuan lengkapnya terdapat dalam riwayat hadis riwayat Muslim yang dimana diterangkan tentang bagaimana Rasulullah menganjurkan untuk membersihkan wadah bekas anjing menggunakan air hingga 7 kali dan juga tanah.
2. Istinja’ Menggunakan Tisu dari Batu
Dahulu, kebanyakan orang buang hajat di padang pasir yang notabenenya kurang air. Untuk itu, istinja’ yang mereka lakukan umumnya menggunakan batu. Hal ini pun diperbolehkan berdasarkan sabda Rasulullah SAW bahwa:
“Jika kamu hendak ke tempat buang air, maka bawalah 3 batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan. (HR. Ahmad Nasai Abu Daud AdDaaruquthuni).
Untuk itulah, beristinja’ selain dengan air diperbolehkan, namun syaratnya tentu saja harus memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang telah ditetapkan..
3. Tayammum Dua Tepukan
Penerapan lain dari qiyas adalah berkaitan dengan tayammum. Dalam bertayammum akan ada keadaan dimana Anda akan menepuk ke tanah.
Ada dua pendapat ahli mengenai jumlah dari tepukan ini, yaitu 1 kali atau 2 kali. Walau begitu, jumhur ulama di dalam mazhab As-Syafi’i dan mazhab Al-Hanafiyah lebih condong ke hadis yang menepuk dua kali. Hal ini karena lebih dekatnya pada tata cara wudhu yaitu setiap anggota wudhu membutuhkan air yang baru.
4. Hilang Akal Membatalkan Wudhu
Ada berbagai hal yang bisa membatalkan wudhu, salah satunya yaitu hilang akal. Maksudnya hilang akal yaitu gila, ayan, dan mabuk. Namun tidak ada hadis yang menerangkan secara jelas mengenai ketentuan ini.
Hadis yang ada yaitu ketentuan tentang tidur yang mana menurut sabda dari Rasulullah SAW bahwa “Orang yang tidur maka dia harus berwudhu lagi”. Nah gila, ayan, dan mabuk ini diibaratkan sebagai tidur sehingga bisa membatalkan wudhu.
5. Larangan pada Perempuan Nifas
Ada beberapa larangan untuk perempuan yang nifas antara lain menjalankan shalat, puasa, masuk masjid, sentuh mushaf, dan jima’. Namun ketentuan ini tidak dijelaskan secara langsung dalam hadis.
Hal ini berdasarkan pada kesepakatan para ulama bahwa perempuan yang nifas dilarang melakukan semua itu. Adapun kesepakatan ini didasarkan pada ketentuan mengenai perempuan yang haid.
Berdasarkan pada hadis riwayat Abu Daud bahwa dari Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “tidak dihalalkan untuk perempuan yang junub dan haid untuk masuk ke masjid”.
Sudah Tahu Apa Itu Qiyas?
Qiyas adalah hukum Islam yang wajib untuk Anda ketahui sebagai umat muslim. Ada banyak sekali penerapan hukum ini, namun tidak bisa disebutkan satu persatu. Namun beberapa contoh tersebut semoga bisa membantu Anda dalam menunaikan ketentuan syariat Islam yang ada. Semoga bermanfaat!