Kita mengenal keris sebagai salah satu senjata tradisional khas Daerah Istimewa Yogyakarta. Akan tetapi Yogyakarta memiliki banyak senjata tradisional baik itu untuk bertarung, berburu, atau membela diri. Nah, kali ini kita akan membahas tentang senjata tradisional Yogyakarta. Yuk, simak ulasannya.
Daftar ISI
10 Senjata Tradisional Yogyakarta yang Perlu Kita Ketahui
Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beragam ilmu budaya termasuk juga jenis-jenis senjatanya. Senjata tradisional Yogyakarta terbagi atas beberapa jenis kategori, yakni:
- Tikam: senjata yang berfungsi untuk menyerang atau menikam, seperti keris, candrasa, patrem, wedhung, dan lain-lain. Beberapa senjata tikam juga dikenal sebagai tosan aji yang berarti besi terhormat.
- Lempar: alat yang berfungsi untuk menyerang dari jarak jauh dan berburu. Contohnya adalah bandhil, plintheng, dan tulup.
- Bela diri: Berfungsi sebagai perhadap serangan lawan. Misalnya, perisai atau tameng.
Untuk lebih lengkapnya, berikut ini adalah jenis-jenis senjata khas yang ada di Yogyakarta.
1. Tombak
Tombak atau Waos merupakan senjata yang efektif untuk berburu dan berperang. Bentuknya yang panjang menguntungkan penggunanya untuk tetap bertarung di atas kuda mereka. Tombak dapat memberikan jarak antara penggunanya dan musuh. Selain itu, tombak juga dapat dilempar untuk serangan jarak jauh.
Tombak memiliki tiga bagian penting, yaitu mata tombak, tongkat tombak atau landheyan, dan sarung tombak. Mata tombak terbuat dari beberapa campuran logam, sedangkan tangkai tombak dari kayu cendana, jatiwangi, atau sonokeling. Selain itu, sarungnya terbuat dari kayu pohon palem atau bambu.
Senjata tradisional Yogyakarta ini mempunyai beberapa jenis. Antara lain:
- Bertuah atau pusaka: Tombak jenis ini merupakan tombak yang memiliki kualitas tinggi. seorang empu yang membuat tombak ini harus melakukan ritual khusus. Karena kesakralannya, tombak ini juga dipercaya memiliki kekuatan magis.
- Baik: Tombak ini memiliki kualitas yang lebih rendah daripada tombak pusaka, namun masih memiliki nilai estetika yang tinggi. Senjata jenis ini tidak cocok dalam pertempuran, tapi hanya sebagai hiasan dalam sebuah pameran.
- Kodhen: Jenis senjata ini memiliki kualitas rendah. Pembuatannya juga tidak perlu memikirkan tujuan estetika atau nilai lainnya. Tombak kodhen berfungsi sebagai properti dalam sebuah pagelaran seperti pentas seni, ketoprak, atau wayang orang.
Tombak mempunyai variasi dalam ukurannya. Ada yang berukuran pendek sekitar 40 cm hingga ada yang memiliki panjang hingga 2,5 meter. Peletakan tombak biasanya pada tempat khusus. Tempat ini adalah plonco. Plonco ini terbuat dari kayu dan memiliki ornamen ukiran seperti naga, ular, dan sebagainya.
2. Patrem
Senjata tradisional Yogyakarta ini mirip dengan keris namun ukurannya lebih kecil. Patrem memiliki ukuran selebar rentangan telapak tangan dari ibu jari hingga jari kelingking atau sekitar 20–25 cm. Karena ukurannya yang kecil, senjata ini berfungsi untuk menyerang musuh dari jarak dekat.
Sama seperti keris, jenis patrem juga memiliki bentuk yang lurus dan bentuk luk atau yang memiliki lengkungan. Selain itu, patrem juga memiliki nama lain. Dalam jawa baku, patrem juga disebut sebagai Gendhik Naga. Sebagian lain menyebut senjata ini sebagai Gendhik Singa dan Kikik.
3. Keris
Keris merupakan senjata tradisional Yogyakarta yang ikonik dan menjadi senjata khas yang berasal dari tanah Jawa. Keberadaan keris sudah ada sejak 1200 masehi pada masa kerajaan Majapahit hingga tersebar ke seluruh tanah Jawa. Pada zamannya, seorang empu atau abdi dalem keraton yang bertugas membuat keris.
Keris juga merupakan senjata yang memiliki nilai spiritual dan keramat. Seorang empu selain mempersiapkan material untuk pembuatan keris, juga mempersiapkan persiapan secara spiritual. Persiapan tersebut bisa meliputi menyiapkan sesaji, berpuasa, hingga menentukan hari yang tepat untuk membuat keris.
Waktu pembuatan keris bisa memakan waktu hingga 125 hari atau lebih, tergantung pada tingkat kerumitan bentuk dan campuran material. Keris umumnya memiliki ukuran 65-85 cm. Terdapat bagian utama dari keris, yaitu: bilah atau wilah, pegangan keris, dan sarung atau warangka.
Dari bentuknya, keris terbagi atas dua jenis: leres dan luk. Leres adalah jenis keris yang memiliki bilah yang lurus. Sedangkan, luk adalah bentuk bilah keris yang berkelok-kelok. Umumnya luk memiliki jumlah lengkungan yang ganjil dari 3, 5, hingga 13. Keris yang memiliki lebih dari 13 lengkungan disebut keris kalawijan.
Material bilah terbuat dari campuran logam seperti nikel, timah putih, besi, timbal, dan titanium. Pegangan keris terbuat kayu, tapi ada juga yang terbuat dari logam, tulang dan gading. Sedangkan warangka umumnya terbuat dari kayu jati atau kayu cendana.
4. Wedhung
Wedhung memiliki kemiripan dengan pisau namun dengan ukuran yang lebih besar. Para abdi dalem menggunakan wedhung untuk mempersenjatai diri. Wedhung biasanya diselipkan di muka atau samping pinggang. Selain abdi dalem, pejabat tingkat lurah ke atas juga menggunakan wedhung.
Selain itu pejabat keraton juga menggunakan jenis wedhung yang bernama pasikon. Penggunaan wedhung juga berfungsi sebagai senjata ampilan untuk mengiringi sultan pada upacara kerajaan.
Secara umum, wedhung terbagi atas tiga bagian: bilah senjata, sarung, dan sangkelitan atau penjepit pada sarung. Bilah wedhung terbuat dari besi dan baja, sedangkan sarungnya terbuat dari kayu trembalo dan kayu cendana. Sangkelitan terbuat dari kulit penyu yang terikat dengan material kuningan, perak, atau rotan.
Berdasarkan penggunaannya, terdapat tiga jenis wedhung:
- Pasikon dengan tiga suh (cincin yang terbuat dari rotan bambu): Senjata yang digunakan oleh Kanjeng Pangeran Adipati Anom.
- Pasikon dengan empat suh: Orang menggunakan wedhung jenis ini antara lain: pangeran putra kerajaan, abdi dalem, patih, bupati, dan bupati anom.
- Wedhung lugas: Wedhung ini digunakan oleh abdi dalem panewu dan mantri ke bawah.
5. Candrasa
Candrasa adalah salah satu senjata tradisional Yogyakarta. Dari bentuknya, candrasa terlihat mirip dengan tusuk konde atau hiasan sanggul rambut. Namun, jangan terkecoh, karena benda ini bisa menjadi senjata yang mematikan.
Senjata ini digunakan oleh pejuang wanita dalam misi telik sandi (mata-mata). Mereka akan memancing musuh dengan kecantikan dan rayuan. Ketika musuh lengah, mereka akan menusuk bagian vital musuh dengan candrasa. Berkat itu, senjata ini mempunyai peran penting dalam Perang Diponegoro.
Sekarang, condroso sudah jarang terlihat. Namun, kita bisa mengetahui replika senjata ini yang terpajang di Museum Diponegoro, Tegalrejo, Yogyakarta.
6. Tulup
Meskipun terlihat seperti mainan anak-anak, tulup merupakan senjata tradisional yang bisa digunakan untuk berburu. Cara kerja alat ini juga cukup sederhana, cukup memasukan peluru ke dalam lubang tulup dan meniupkannya ke arah target. Peluru bisa berupa kerikil, bebatuan kecil, anak panah yang bisa muat di dalam tulup.
Daerah lain mengenal tulup dengan sebutan sumpit. Selain Yogyakarta, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat juga menggunakan alat yang mirip dengan tulup.
7. Bandhil
Bandhil adalah salah satu senjata tradisional Yogyakarta yang banyak digunakan untuk pertempuran jarak jauh. Senjata ini juga dikenal sebagai umban pelempar batu. Terdapat tiga jenis bandhil, yaitu:
- Brubuh: Jenis bandhil untuk pertarungan jarak dekat. Terbuat dari rantai besi dengan peluru yang terbuat dari besi juga. Rantainya bisa memiliki panjang sekitar 75 cm — 100 cm. Sementara itu, peluru besinya rata-rata berbentuk bulat.
- Jauh: Senjata ini bisa untuk pertarungan jarak jauh. Bandhil jauh terbuat dari tali tampar dengan peluru besi.
- Lepas: Bandhil jenis ini bisa untuk pertarungan jarak jauh dan dekat. Senjata ini terbuat dari tali tampar dengan peluru berupa batu atau benda keras lainnya.
Dalam catatan Raffles, Bandhil mempunyai peran penting dalam masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Inggris pada tahun 1812. Banyak pejuang yang mempersenjatai diri dengan bandhil karena mudah didapat dan tidak sulit untuk dibuat.
Pada Museum Diponegoro, Tegalrejo, Yogyakarta, juga menunjukkan relief yang menggambarkan orang yang bertarung menggunakan bandhil.
8. Plintheng
Kita mengenal senjata ini dengan sebutan ketapel. Plintheng atau ketapel terbuat dari kayu yang dibentuk seperti huruf Y dan diikat pada karet. Meskipun sekarang ini plintheng berubah menjadi mainan anak-anak, senjata ini juga dapat berfungsi sebagai alat berburu.
9. Tameng
Senjata tradisional Yogyakarta ini memiliki fungsi untuk melindungi diri dari serangan musuh. Selain sebagai senjata dalam pertempuran, tampeng juga berfungsi dalam tugas sehari-hari seperti, ronda keliling, dan jaga regol.
Tameng memiliki bentuk bulat atau bulat telur. Pada bagian depan terdapat ukiran atau lukisan indah maupun bentuk-bentuk geometris. Pada bagian tengah di belakang, terdapat tempat pegangan tangan memegang tameng. Senjata ini juga merupakan atribut pelengkap yang harus ada dalam acara-acara resmi di keraton.
10. Canggah
Canggah adalah senjata tradisional Yogyakarta yang menyerupai tombak. Yang membedakan canggah dengan tombak adalah canggah memiliki dua mata bilah (dwisula) yang berbentuk lingkaran. Dwisula ini berfungsi untuk menjepit leher dan membuatnya tidak bisa melawan.
Awalnya, canggah bukan sebuah senjata, namun merupakan alat untuk “mengamankan” pencuri. Seorang pencuri akan ditangkap menggunakan canggah, sehingga dia tidak bisa kabur maupun melawan.
Beragamnya Senjata Tradisional Yogyakarta
Nah, itulah berbagai macam senjata tradisional Yogyakarta. Beragamnya senjata di Yogyakarta menunjukkan bahwa perkembangan budaya sangatlah dinamis. Setiap senjata memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing. Selain berfungsi sebagai alat bertarung, senjata tersebut juga memiliki nilai kebudayaan.
Beberapa jenis senjata juga memiliki unsur kesakralan dan spiritualitas yang tinggi, seperti keris, wedhung dan tombak. Peran kita adalah memberikan apresiasi dan melestarikan unsur-unsur kebudayaan kita miliki karena itu semua adalah bagian dari identitas kita.