Banyak sekali kasus dalam pernikahan yang muncul. Salah satunya istri dicerai belum sempat dicampuri. Bagaimana hukum Islam menerangkan masalah tersebut? Padahal dalam pernikahan istri merupakan tanggung jawab suami.
Dalam melangsungkan acara pernikahan, mas kawin atau mahar pernikahan sendiri merupakan harta wajib yang harus diberikan oleh suami kepada istri saat melangsungkan acara pernikahan.
Tujuan dari pemberian mahar ini sebagai bukti kesungguhan suami dalam menikahi mempelai perempuan. Namun, bagaimana hukum dari hak mahar istri apabila setelah menikah belum sempat dicampuri lantas suami menceraikannya?
Daftar ISI
Penjelasan Talak Istri Dicerai Belum Sempat Dicampuri
Pembahasan mengenai pembagian mahar atau harta setelah melangsungkan pernikahan tetapi belum melakukan hubungan suami istri yang sah, ternyata banyak sekali rinciannya.
Mengenai penjelasan talak sebelum digauli oleh suami, terdapat tiga masalah terperinci yang dapat kita jadikana pembelajaran, antara lain:
1. Talak Sebelum Digauli Secara Sempurna
Hukum talak pertama membahas tentang proses talak yang terjadi sebelum suami sempat menggauli istri secara sempurna. Dalam Islam, terjadinya talak ini tidak memiliki masa iddah.
Oleh karena itu, bagi istri akan mendapatkan setengah mahar yang telah suami sebutkan dalam akad nikah. Apabila maharnya belum dinyatakan, maka istri berhak mendapatkan mut’ah (pemberian sukarela suami yang menceraikan istrinya).
Mut’ah ini sesuai dengan kondisi suami pada saat itu. Nantinya, ketika ingin melangsungkan pernikahan lagi, maka suami harus memberikan melalui akad dan juga mahar baru.
Baca juga: Apakah Mengupil Membatalkan Puasa? Ini Penjelasannya
2. Talak Sebelum Digauli tetapi Sempat Berduaan
Berikutnya, Islam juga mengatur hukum talak belum sempat digauli tetapi sudah berduaan secara sempurna yang memungkinkan terjadi hubungan intim.
Beberapa ulama, seperti Mazhab Hanafi, Syafii, dan Maliki dalam mazhab yang Qadim (lama) dan beberapa kalangan mazhab Hambali berpendapat bahwa wanita tetap harus melalui masa iddah dan mendapatkan mahar penuh.
Namun, apabila suami menghendaki rujuk kembali dengan sang istri, maka dalam Jumhur Ulama berpendapat suami harus melakukan akad dan mahar yang baru.
Ketika pasangan suami istri sudah bercerai dan melangsungkan pernikahan lagi, maka akan menjadi sah apabila menggunakan akad dan mahar yang baru. Di mana, ini akan membuat perempuan sah kembali menjadi istri secara syariat Islam.
Akad pernikahan yang sah di sini tidak boleh menuntut siapa pun untuk menggugurkan sebagian hak orang lain, kecuali kita bersikap sukarela tanpa adanya paksaan.
Dari Uqbah bin Amir radiallahu anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَحَقُّ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ ) .رواه البخاري، رقم 2572 ومسلم ، رقم 1418 )
Artinya:
“Hak yang paling harus dipenuhi adalah hak yang dengan itu anda dihalalkan kehormatan seorang wanita (hak pernikahan).” (HR. Bukhari, no. 2572 dan Muslim, no. 1418).
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah hak-hak yang paling utama dipenuhi adalah syarat-syarat pernikahan, karena perkaranya lebih hati-hati dan babnya lebih sempit.” (Fathul Bari, 9/217).
3. Suami Dilarang Menarik Syarat yang Sudah Disepakati
Terakhir, penjelasan mengenai talak ini adalah suami tidak diperbolehkan untuk menarik kembali syarat yang sudah disepakati. Baik syarat tersebut berdasarkan lisan maupun ucapan pada saat akad nikah berlangsung.
Hal ini bersifat berdasarkan agama dan terjadi antara dirinya dan Allah SWT.
Istri Dicerai Belum Sempat Dicampuri, Bolehkah Suami Menarik Maharnya?
Dalam salah satu kesempatan, al-Muzani pernah menyampaikan bahwasanya mahar sebaiknya dibayar penuh kepada istri dalam dua keadaan.
Pertama, ketika melangsungkan akad nikah yang sah, tetapi mahar belum diberikan dan sudah bergaul suami-istri. Kedua, ketika salah satu dari suami atau istri meninggal dunia, baik sebelum ataupun selepas bergaul.
Berikutnya ada juga hukum yang menjelaskan bahwa hanya dibayarkan setengah ketika melangsungkan pernikahan, mahalnya belum diberikan dan belum melakukan kegiatan suami-istri, lantas diceraikan.
Meskipun pada saat melakukan akad jumlah mahar ini disebutkan, nantinya separuh akan gugur ketika dibebaskan oleh mantan istri atau wali istri.
Dalil ini jelas berdasarkan ayat suci Al-Qur’an:
وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ
Artinya:
“Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika istri-istrimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah,” (QS. al-Baqarah [2]: 237).
Selanjutnya, ada juga hukum yang menerangkan bahwa mahar akan gugur seluruhnya bahkan sebelum berhubungan intim telah terjadi pembatalan nikah atau fasakh.
Pembatalan ini khusus datang dari pihak sang istri. Contoh proses pembatalan ini bisa jadi istri murtad karena melihat kecacatan pada suami.
Kondisi ini menerangkan bahwa istri bersikap merusak sesuatu sebelum diberikan, sehingga menjadi hal yang wajah apabila ia tidak berhak memperoleh imbalan apapun dari suami.
Hukum ini juga bisa dilakukan dengan menghibahkan istri kepada suami atau mahar gugur seluruhnya. (Abu Ismail, al-Muzani, Mukhtashar al-Muzani, (Darul Ma‘rifah: al-Muzani), 1410 H, jilid 8, hal. 285).
Bagaimana jika Mahar Telah Diserahkan dan Terjadi Perceraian Tanpa Hubungan Suami Istri?
Permasalahan pernikahan yang sangat kompleks utamanya membahas mahar bagi istri setelah melalui berbagai macam keadaan.
Menjawab permasalahan penarikan mahar oleh suami apabila tidak terjadi hubungan sama sekali antara suami dan istri, Imam asy-Syafi’I menerangkap lengkap di dalam kitabnya.
Menurut beliau, ketika mahar sudah disebutkan dalam acara akad nikah dan diserahkan kepada istri kemudian terjadi perceraian sebelum melakukan jimak. Maka, ketentuan ini akan sama seperti mahar sebelum dipasrahkan kepada istri.
Nantinya, istri berhak mendapatkan separuh dari mahar yang sudah disebutkan oleh suami. Apabila suami ingin menariknya, maka hanya separuh mahar yang berhak ditarik oleh suami. Hal ini sebagaimana penjelasan dalam kutipan berikut:
فَإِنْ كَانَ دَفَعَ إلَيْهَا الْمَهْرَ وَقَدْ دَخَلَ بِهَا فَهُوَ لَهَا لَا يَأْخُذُ مِنْهُ شَيْئًا، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ دَفَعَ إلَيْهَا فَالْمَهْرُ لَهَا عَلَيْهِ وَإِنْ كَانَ لَمْ يَدْخُلْ بِهَا وَقَدْ دَفَعَ الْمَهْرَ إلَيْهَا رَجَعَ عَلَيْهَا بِنِصْفِ الْمَهْرِ وَإِنْ كَانَ لَمْ يَدْفَعْ مِنْهُ شَيْئًا إلَيْهَا أَخَذَتْ مِنْهُ نِصْفَ الْمَهْرِ
Artinya:
“Jika suami telah menyerahkan mahar kepada istrinya, serta telah bergaul suami-istri, maka mahar itu hak istrinya dan si suami tak berhak menariknya sedikit pun. Demikian jika mahar belum diserahkan, maka mahar tetap menjadi hak si istri dan kewajiban suami. Selanjutnya, jika suami belum mencampuri istrinya, dan telah menyerahkan maharnya, maka ia boleh menarik separuh mahar dari istrinya. Jika mahar belum diserahkan sedikitpun, maka si istri yang berhak mendapatkan separuhnya.” (Lihat: asy-Syafi’i, al-Umm, jilid V, halaman 216).
Itulah beberapa penjelasan mengenai hukum dari istri dicerai belum sempat dicampuri menurut Islam dan pembahasan mengenai maharnya seperti apa.
Pelajari pembahasan Islam lebih lanjut agar hidup kita berjalan sesuai dengan syariat Islam.