Dalam bermuamalah dengan sesama muslim, terkadang kita merasa ragu dan khawatir ketika melakukan transaksi tertentu yang menjurus ke riba. Salah satunya adalah perkara pinjam motor harus kembali full tank atau tidak.
Praktik ini banyak dilakukan karena rasa sungkan dengan pemilik motor yang telah bersedia meminjamkan motornya. Kita sering merasa tidak enak hati jika tidak mengisikan bensin hingga penuh setelah memakainya.
Sayangnya, kita sering terjebak dalam perkara riba meskipun maksud dari tindakan kita adalah baik. Untuk mengetahui kejelasan kasus di atas menurut Islam, mari simak bersama ulasan di bawah ini!
Daftar ISI
Memahami Pengertian dari Riba Fadhl
Salah satu bentuk riba yang perlu Anda ketahui adalah riba fadhl. Riba ini terjadi akibat tukar menukar barang sejenis, tetapi takaran atau ukurannya tidak sama rata. Hal inilah yang dilarang dalam hukum pinjam meminjam dalam Islam.
Riba fadhl sendiri sering terjadi dalam kegiatan jual beli atau tukar menukar barang ribawi (emas, perak, gandum, gandum merah, kurma, dan sebagainya), dengan kuantitas, kualitas, serta takaran yang berbeda.
Hal ini juga dijelaskan di dalam hadis riwayat Muslim:
هَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
Artinya:
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584).
Salah satu contoh transaksi riba fadhl adalah tukar menukar uang pada saat lebaran. Sering kita temukan penukaran uang satu juta dengan uang Rp 990.000 dengan alasan biaya Rp 10.000 sebagai biaya jasa. Hal ini dilarang dalam Islam.
Hal tersebut melanggar prinsip tukar menukar barang ribawi sesuai dengan bunyi hadist di atas yang mana kita harus membayarnya secara kontan, sama timbangan atau nominalnya, dan harus saling menyerahkan.
Sebagai solusi, maka kita bisa melakukan dua kali transaksi. Pertama, selesaikan terlebih dahulu tukar menukar uang, yaitu 1.000.000 uang lama dengan 1.000.000 uang baru. Jika transaksi sudah selesai, maka selanjutnya Anda bisa membayar biaya jasa.
Baca juga: Doa Nabi Nuh dalam Al-Qur’an untuk Kaum dan Anaknya!!
Apakah Pinjam Motor Harus Kembali Full Tank Termasuk Riba?
Riba adalah salah satu larangan yang harus dihindari oleh seorang muslim. Akan tetapi, kita sering terjebak dengan perkara riba lantaran ketidaktahuan prinsip-prinsip riba. Sebelum berbicara lebih jauh, tentu kita harus tahu apa saja prinsip-prinsip riba.
Disampaikan oleh para ulama bahwasanya:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ حَرَامٌ
Artinya:
“Setiap utang piutang yang di dalamnya ada keuntungan, maka itu dihukumi haram.”
Dari pernyataan para ulama tersebut, kita bisa pahami bahwa riba bisa datang dari transaksi utang piutang dan menghasilkan keuntungan.
Di samping itu, Ibnu Qudamah juga rahimahullah juga berkata:
وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ
Artinya:
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al-Mughni, 6: 436).
Pernyataan dari Ibnu Qudamah di atas memberikan kita gambaran bahwasanya utang piutang yang dipersyaratkan adanya tambahan, maka termasuk riba dan itu haram. Jadi, kita harus berhati-hati dalam menjalankan akad utang piutang terhadap sesama.
Nah, jika kita merujuk pada pengertian riba fadhl di atas, pinjam meminjam motor bukan termasuk riba fadhl. Dalam hal ini, kita akan merujuk pada dua istilah, yaitu Al-‘aariyah dan al-qordh. Berikut penjelasan dari kedua istilah tersebut:
1. Al-’Aariyah
Al-‘aariyah dalam konteks hukum Islam merujuk pada sesuatu yang dipinjamkan atau disewakan tanpa imbalan atau biaya sewa yang ditetapkan.
Dengan kata lain, al-‘aariyah adalah pinjaman atau sewa yang diberikan secara cuma-cuma atau tanpa meminta pembayaran atau imbalan tertentu sebagai ganti.
Konsep ini berkaitan dengan perjanjian peminjaman atau penyewaan tanpa syarat balik dalam hal pembayaran.
Salah satu contoh transaksi ini adalah pinjam meminjam sepeda motor dan motor tersebut tidak berpindah kepemilikan.
Baca juga: 2 Doa Sebelum Tidur dan Amalan Sunnah Nabi Muhammad SAW (Panjang & Pendek)
2. Al-Qordh
Al-Qardh dalam konteks hukum Islam mengacu pada pinjaman tanpa bunga atau tanpa tambahan apapun yang dikenakan pada pokok pinjamannya. Pinjaman ini harus dikembalikan dengan uang atau barang pengganti pada waktu tertentu.
Salah satu contohnya adalah transaksi utang piutang senilai 100 ribu antara si A dan si B yang mana si B akan mengembalikannya dalam dua hari ke depan.
Jadi, uang tersebut akan dimanfaatkan oleh si B dan dikembalikan dengan uang lain (uang pengganti) dalam jumlah yang sama. Dalam hal ini, hukum riba akan berlaku sehingga tidak boleh ada kelebihan pengembalian.
Lantas, bagaimana dengan perkara pinjam motor harus kembali full tank atau dalam keadaan bensin penuh? Jadi, jika transaksi pinjam meminjam motor tersebut dinilai sebagai Al-‘aariyah, maka akadnya menjadi ijarah (sewa).
Dengan begitu, kita berhak untuk meminta pihak yang akan menggunakan motor untuk mengembalikannya dalam keadaan bensin penuh (full tank).
Sebaliknya, jika kita menilai transaksi pinjam-meminjam motor tersebut adalah Al-qordh, maka akan berlaku hukum riba sehingga kita harus mengembalikan motor dalam keadaan seperti semula, yaitu bensin berada pada takaran tertentu.
Meski begitu, akan lebih mudah praktiknya jika kita menilai transaksi tersebut dengan Al-‘aariyah. Jadi, pinjam motor harus kembali full tank tidak harus dilakukan asalkan sudah ada kesepakatan dengan pemilik motor.