Mata uang kuno yang beredar di Indonesia ternyata juga mengalami perkembangan dari masa ke masa. Uang Rupiah yang kamu gunakan saat ini merupakan hasil perjuangan para pejuang di masa lalu. Lalu, bagaimana perkembangan mata uang versi kuno di Indonesia? Simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Daftar ISI
Sejarah Perkembangan Mata Uang Kuno di Indonesia
Setelah peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia, situasi moneter di Indonesia menjadi sangat buruk. Semua jenis mata uang versi kuno saat itu, baik itu mata uang yang diterbitkan oleh Hindia Belanda maupun mata uang terbitan Jepang, banyak beredar dan digunakan dalam transaksi di Indonesia.
Saat itu, diperkirakan terdapat sekitar empat miliar rupee mata uang Jepang yang beredar dan 1,6 miliar di antaranya beredar di Pulau Jawa. 4 jenis mata uang Jepang yang beredar secara sah waktu itu adalah De Javasche Bank, De Japansche Regeering, Dai Nippon emisi, dan Dai Nippon Teikoku Seibu.
Berikut ini adalah sejarah perkembangan mata uang kuno di Indonesia mulai dari tahun 1945 hingga saat ini:
1. Kedatangan NICA
Kondisi moneter di Indonesia semakin diperparah dengan kedatangan tentara sekutu, yaitu NICA atau Netherlands Indies Civil Administration. Tentara NICA dan sekutu berhasil menduduki kota-kota besar di Indonesia dan mengambil alih bank-bank Jepang di Indonesia.
Setelah mengambil alih bank-bank Jepang tersebut, NICA menggunakan uang Rupiah Jepang untuk mendanai operasi militernya. Selain itu, NICA juga menggunakan uang Rupiah Jepang tersebut untuk membayar gaji para staf dan mendapatkan simpati publik dengan mengedarkannya ke seluruh wilayah Indonesia.
Tidak hanya itu, NICA juga menarik semua jenis mata uang kuno yang beredar di Indonesia dan menggantinya dengan mata uang Hindia Belanda baru, yaitu “Gulden NICA” atau uang NICA.
Pada waktu itu, para pejuang di Indonesia menolak mata uang NICA, karena menampilkan potret Ratu Wilhelmina yang merupakan lambang kerajaan dan bahasa Belanda. Bahkan, saat uang NICA masuk ke Pulau Jawa, Bung Karno dengan terang-terangan mendeklarasikan bahwa uang NICA adalah ilegal.
Hal ini semakin memperburuk kondisi moneter di Indonesia, karena pemerintah Indonesia tidak memiliki hak moneter di Negaranya sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pada 2 Oktober 1945 pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan bahwa mata uang NICA sudah tidak berlaku lagi di Indonesia.
Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 1945, pemerintah Indonesia mendeklarasikan bahwa mata uang yang beredar sampai masa pendudukan Jepang diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
2. Oeang Republik Indonesia (ORI)
Setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia berusaha untuk membuat mata uang Negaranya sendiri. Namun, kurangnya sumber daya seperti modal dan tenaga ahli, membuat pemerintah Indonesia tidak bisa mencetak mata uangnya sendiri.
Akhirnya, setelah melalui perjuangan yang panjang, pemerintah Indonesia berhasil mencetak dan menerbitkan mata uangnya sendiri pada tanggal 3 Oktober 1946. Mata uang terbitan pertama dari pemerintah Indonesia tersebut dikenal sebagai ORI atau Oeang Republik Indonesia.
Setelah diterbitkannya mata uang ORI, semua mata uang terbitan Jepang harus ditukarkan dengan mata uang ORI. Pada saat itu, nilai 1 ORI sama dengan 50 Rupiah Hindia Belanda. Pemerintah Indonesia juga menetapkan bahwa 1 ORI setara dengan 0.5 gram emas.
Namun, kehadiran mata uang ORI tidak berjalan dengan lancar. Mata uang ORI mulai mengalami permasalahan finansial yang kemudian menjadi penyebab inflasi yang tidak terkendali di Indonesia.
Pada Maret 1947, nilai tukar mata uang ORI menurun drastis, dari 5 Gulden NICA menjadi 0.3 Gulden NICA. Penurunan nilai tukar mata uang ORI tersebut disebabkan karena beberapa faktor.
Beberapa faktor tersebut, yaitu terjadinya agresi militer Belanda yang mempersempit ruang gerak pemerintah Indonesia di wilayah Negaranya sendiri. Selain itu, pemerintah Belanda juga melakukan aksi pemalsuan mata uang ORI untuk membuat nilai tukarnya menurun karena inflasi.
Tidak hanya itu, penurunan nilai tukar mata uang ORI juga terjadi karena aksi intimidasi yang dilakukan oleh tentara NICA terhadap masyarakat Indonesia yang menyimpan maupun menggunakan mata uang ORI.
Penurunan nilai tukar mata uang ORI tersebut membuat pemerintah Indonesia sulit mengendalikan situasi moneter di Indonesia.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1947, pemerintah pusat memutuskan untuk memberikan mandat kepada pemerintah daerah dalam menerbitkan mata uang daerah yang dikenal dengan sebutan ORIDA atau ORI Daerah.
Tujuan pemberian mandat untuk mencetak mata uang ORIDA tersebut, yaitu untuk menghindari beredarnya kembali mata uang NICA di Indonesia.
3. Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA)
Berlakunya mata uang ORIDA tidak berlangsung lama di Indonesia. Kemunculan mata uang ORIDA hanya berlangsung sementara, yaitu tahun 1947 sampai tahun 1950. Pada tahun tersebut, mata uang kuno ORIDA hanya diterbitkan di beberapa daerah provinsi, seperti Sumatera, Tapanuli, Banda Aceh, dan Banten.
4. Beredarnya ORIDA di Pulau Sumatera
Kemunculan ORIDA di Pulau Sumatera pertama kali digagas oleh Gubernur Sumatera, yaitu Tengku Mohammad Hasan. Mata uang ORIDA yang beredar di Pulau Sumatera tersebut dikenal dengan sebutan ORIPS atau Oeang Republik Indonesia Sumatera.
Nilai tukar 1 ORIPS setara dengan 1 ORI. Selain ORIPS, terdapat beberapa mata uang ORIDA lain yang beredar di Pulau Sumatera. Mulai dari ORIPSU – Sumatra Utara, ORIBA – Banda Aceh, ORIN – Kabupaten Nias, ORITA – Tapanuli, dan ORIAB – Kabupaten Labuhan Batu.
5. Beredarnya ORIDA di Pulau Jawa
Kemunculan mata uang ORIDA di Pulau Jawa pertama kali terjadi pada tanggal 11 Agustus 1948. Mata uang ORIDA pertama yang diterbitkan di Pulau Jawa beredar di daerah Banten dan dikenal dengan sebutan ORIDAB atau Oeang Republik Indonesia Daerah Banten.
ORIDAB tersebut ditandatangani oleh seorang ulama dan pahlawan nasionalis, yaitu Achmad Chatib dalam aksara Arab.
Sementara itu, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga menerbitkan mata uang lokal ORIDA dalam bentuk surat tanda penerimaan uang. Mata uang ORIDA tersebut ditandatangani oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Penerbitan dan penggunaan berbagai jenis mata uang ORIDA tersebut telah membantu Indonesia dalam menghadapi masalah moneter dan mencegah beredarnya kembali mata uang NICA di setiap daerah.
Penggunaan mata uang kuno ORI dan ORIDA kemudian berakhir seiring dengan hasil kesepakatan KMB atau Konferensi Meja Bundar yang menyepakati untuk dilakukannya pembentukan RIS atau Republik Indonesia Serikat.
Setelah pembentukan Republik Indonesia Serikat tanggal 1 Mei 1950 tersebut, pemerintah RIS kemudian membuat kebijakan untuk menarik semua mata uang ORI dan ORIDA yang beredar di wilayah Indonesia. Pemerintah RIS juga mengganti mata uang versi kuno tersebut dengan mata uang RIS.
6. Uang Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada tanggal 1 Januari 1950, pemerintah RIS menerbitkan mata uang RIS atau yang dikenal dengan sebutan Uang Federal atau Uang DJB. Mata uang RIS tersebut menampilkan potret Presiden RIS, yaitu Soekarno. Uang RIS tersebut juga ditandatangani oleh Menteri Keuangan, yaitu MR. Sjafruddin Prawiranegara.
Setelah penerbitan tersebut, mata uang RIS telah disahkan sebagai alat pembayaran yang berlaku di wilayah Republik Indonesia Serikat. Penerbitan mata uang RIS yang baru tersebut juga bertujuan untuk menghapus keberadaan mata uang lokal sebelumnya yang memiliki nilai tukar yang berbeda-beda.
Tidak hanya itu, Menteri Keuangan Sjarifuddin juga mencetuskan kebijakan moneter lain, yang dikenal dengan istilah Gunting Sjafruddin. Gunting Sjafruddin merupakan kebijakan moneter untuk menekan inflasi, yang dilakukan dengan menggunting mata uang kuno Hindia Belanda dan uang kertas De Javasche Bank versi lama.
Dengan beredarnya uang RIS, maka berakhir pula permasalahan moneter sirkulasi uang di Indonesia. Namun, meskipun begitu, pemerintah Indonesia belum bisa mengendalikan sirkulasi uang di Indonesia sepenuhnya, karena otoritas utama masih dipegang oleh DJB atau De Javasche Bank.
Pada Agustus 1950, pemerintah Indonesia menyatakan pembubaran RIS dan Indonesia kembali ke bentuk awal, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan pembubaran RIS tersebut, maka berakhir juga masa berlaku mata uang RIS di Indonesia.
7. Kelahiran Bank Indonesia
Hari kelahiran Bank Indonesia diperingati pada tanggal 1 Juli 1953. Pada hari tersebut, keberadaan DJB atau De Javasche Bank sebagai bank sentral di Indonesia telah digantikan oleh Bank Indonesia.
Saat itu, terdapat dua jenis mata uang Rupiah yang berlaku di Indonesia dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah, yaitu mata uang yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Tentunya melalui Kementerian Keuangan dan mata uang yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Mata uang yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan pada waktu itu adalah uang kertas dan uang logam pecahan di bawah 5 Rupiah. Sementara itu, mata uang yang diterbitkan oleh Bank indonesia pada waktu itu adalah uang kertas dan logam pecahan di atas 5 Rupiah.
Namun, setelah adanya peraturan Undang-Undang No.13/1968, Bank Indonesia disahkan sebagai pemegang kekuasaan tunggal yang memiliki hak dan otoritas untuk mengeluarkan uang.
Uang Rupiah, baik berupa uang kertas maupun uang logam selalu mengalami perkembangan dari segi tampilan maupun ukuran dari waktu ke waktu. Berikut adalah gambar uang Rupiah yang beredar pada tahun 1990-an:
Kemudian, berikut adalah gambar uang Rupiah yang beredar pada tahun 2000-an:
Selanjutnya, berikut adalah gambar uang Rupiah yang beredar pada tahun 2017:
Terakhir, berikut adalah uang kertas keluaran terbaru yang beredar mulai tahun 2022 yang lalu:
Sudah Tahu Sejarah Mata Uang Kuno di Indonesia?
Itulah beberapa ulasan tentang sejarah perkembangan mata uang kuno di Indonesia mulai dari zaman proklamasi kemerdekaan tahun 1945 sampai dengan saat ini. Nyatanya perubahan model uang maupun mata uang Indonesia menyimpan kisah tersendiri di baliknya.
Selain itu, setiap model uang juga sebagai perwakilan meningkatnya teknologi percetakan uang, demi menghindari pemalsuan. Maka dari itu, sudah sepatutnya kamu jeli saat menerima uang. Agar terhindar dari pemalsuan.
Namun, di era digital seperti saat ini, peredaran uang tunai sudah mulai berkurang, akibat transaksi keuangan yang serba digital.