Pendiri Muhammadiyah dan Sejarah Berdirinya di Indonesia

Muhammadiyah dikenal sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia di mana pendiri Muhammadiyah adalah salah satu ulama besar dan berpengaruh di zamannya. Artikel ini akan menjelaskan lebih rinci tentang pendiri Muhammadiyah dan sejarah berdirinya.

Kenali Apa Itu Muhammadiyah 

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mengikuti teladan Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan ibadah wajib dan sunnah. Mereka mengikuti panduan beribadah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis.

Pengaruh besar Muhammadiyah terhadap Indonesia terlihat dari perannya yang signifikan dalam membangun negara ini.

Sekolah Muhammadiyah
Sekolah Muhammadiyah | Sumber: tabligh.muhammadiyah.or.id

Berdiri sejak tahun 1912, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, Muhammadiyah terus berkembang pesat. Organisasi ini telah aktif dalam pembangunan infrastruktur sosial seperti sekolah, rumah sakit, masjid, dan berbagai fasilitas umum lainnya.

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah berdiri pada tanggal 18 November 1912 di Desa Kauman, Yogyakarta, yang diprakarsai oleh KH. Ahmad Dahlan (semula bernama Muhammad Darwis) setelah beliau kembali dari Mekkah. Di Mekkah, pendiri Muhammadiyah ini belajar agama dan tinggal bersama para ulama setempat dan memperoleh pengetahuan yang kemudian diwariskan. 

Tujuan awal pendirian Muhammadiyah bagi Ahmad Dahlan adalah untuk menentang praktik mistik dan mengatasi kemiskinan yang masyarakat pribumi alami akibat penjajahan Belanda. 

Ahmad Dahlan dalam Muhammadiyah memadukan penafsiran kritis terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang diselaraskan dengan konteks dan permasalahan zaman sehingga dapat membawa peradaban Islam yang progresif. 

Ahmad Dahlan menggunakan Al-Qur’an sebagai inspirasi untuk membentuk Muhammadiyah, yang menjadi gerakan reformis-modernis yang mencerahkan dan memajukan ilmu pengetahuan serta teknologi, terutama di Yogyakarta. 

Pendiri Muhammadiyah berhasil meluaskan pengaruhnya, terutama melalui upaya membantu masyarakat miskin dan terpinggirkan dengan mendirikan panti asuhan, rumah sakit untuk fakir miskin, serta kegiatan pendidikan. 

Organisasi perempuan Muhammadiyah, yang kemudian dikenal sebagai Aisyiyah pada tahun 1917, juga terlibat aktif dalam pengembangan pendidikan untuk anak-anak dan perempuan di Indonesia. 

Dari perkembangan tersebut, prestasi dan kontribusi Muhammadiyah membuat Presiden Soekarno kagum. Soekarno mengakui keberanian Muhammadiyah dalam memodernisasi Islam di Nusantara. Kesepahaman antara Muhammadiyah dan Bung Karno dalam menangani kemiskinan menjadi landasan adanya dukungan terus-menerus terhadap organisasi Islam yang didirikan oleh Ahmad Dahlan ini.

Latar Belakang Pendiri Muhammadiyah Ahmad Dahlan

Berikut ini latar belakang singkat pendiri Muhammadiyah dari masa muda hingga tutup usia:

Masa Muda Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan, yang lahir dengan nama kecil Muhammad Darwis, merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara dan keturunan dari Maulana Malik Ibrahim, salah satu tokoh terkemuka di antara para walisongo yang berjasa dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Jawa.

Ketika mencapai usia 15 tahun, Ahmad Dahlan pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan tinggal selama lima tahun. Selama periode lima tahun tersebut, beliau berinteraksi dengan pemikir pembaharu dalam agama Islam. Setelah kembali dari Mekkah pada tahun 1888, dia mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan.

Setelah Kembali dari Mekah

Pada tahun 1903, Ahmad Dahlan kembali ke Mekkah dan tinggal selama dua tahun. Di sana, beliau berguru kepada Syekh Ahmad Khatib, guru dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta. 

Setelah kembali dari Mekkah, Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah, yang tak lain adalah sepupunya sekaligus putri dari kiai Penghulu Haji Fadhil. Siti Walidah juga dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, seorang pahlawan nasional serta pendiri Aisyiyah.

Setelah menikah dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan dikaruniai enam orang anak, yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah. Selain itu, Ahmad Dahlan juga menikahi Nyai Abdullah, seorang janda dari H. Abdullah.

Beliau juga menjalin pernikahan dengan Nyai Rum dan Nyai Aisyah Cianjur, adik dari Adjengan Penghulu. Dari pernikahannya dengan Nyai Aisyah, Ahmad Dahlan memiliki seorang anak bernama Dandanah.

Ahmad Dahlan meninggal pada usia 54 tahun pada tahun 1923 dan dimakamkan di pemakaman Karangkajen di Yogyakarta.

Pendidikan dan Karier Pendiri Muhammadiyah

Berikut ialah perjalanan Ahmad Dahlan selaku pendiri Muhammadiyah dari menempuh ilmu sejak usia muda hingga mendirikan Muhammadiyah:

Pendidikan dari Mekkah

Pendidikan dan karier Ahmad Dahlan tergambar melalui perjalanannya. Saat masih muda, Ahmad Dahlan tidak mengikuti pendidikan formal karena kecenderungan orang-orang Islam pada masa itu yang melarang anak-anaknya masuk ke sekolah pemerintah. Sebagai gantinya, dia belajar agama dari ayahnya.

Al-Qur’an
Al-Qur’an | unsplash.com

Ketika ia tumbuh dewasa, ia menekuni studi ilmu agama di bawah beberapa ulama terkemuka pada zamannya. Keinginannya untuk memperluas pengetahuan membawanya ke Mekkah pada usia 15 tahun, dengan dukungan kakak iparnya yang kaya raya. 

Di sana, ia bertemu dan terbuka dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah.

Mendirikan Kelas dan Organisasi

Setelah kembali dari perjalanan haji, aktivitas sosial Ahmad Dahlan semakin intens. Beliau mendirikan kelas-kelas untuk ilmu umum dan agama, serta aktif berkomunikasi dengan berbagai kalangan ulama dan intelektual, serta kelompok-kelompok pergerakan.

Merasa belum puas, beliau kembali ke Mekkah selama dua tahun. Di sana, beliau bertemu dengan banyak ulama Indonesia yang menetap di Mekkah, memperdalam pengetahuan dan mendapatkan ide-ide pembaharuan. Keahliannya dalam ilmu hisab serta pengalaman luasnya memperkaya pengetahuannya.

Perjalanan luasnya membawanya ke berbagai tempat sehingga mendapat inspirasi dari ide-ide pembaharuan yang berkembang di Timur Tengah. Dukungan dari teman-temannya mendorongnya untuk mendirikan Muhammadiyah.

Akhirnya, pada 18 November 1912, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta setelah sebelumnya mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah pada tahun 1911. Madrasah ini tidak hanya mengajarkan Al-Qur’an, tetapi juga ilmu umum yang pada akhirnya menggabungkan pendidikan tradisional dengan pendidikan modern.

Pendiri Muhammadiyah fokus pada pendidikan dan kemasyarakatan. Organisasi ini bertujuan menyebarkan ajaran Rasulullah kepada masyarakat pribumi dan memajukan agama Islam di kalangan anggotanya.

Untuk mencapai tujuan ini, Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan; mengadakan pertemuan dan tabligh; mendirikan badan wakaf dan masjid; menerbitkan berbagai publikasi seperti buku, brosur, surat kabar, dan majalah; serta melakukan aktivitas lainnya untuk memajukan masyarakat Islam berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan hadis.

Tujuan Berdirinya Muhammadiyah

Shalat berjamaah
Shalat berjamaah | unsplash.com

Maksud pendiri Muhammadiyah mencetuskan organisasi ini ialah:

  1. Menyebarkan ajaran Islam berdasarkan teladan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk pribumi di wilayah Yogyakarta.
  2. Memajukan agama kepada anggota organisasi, dengan fokus pada pengembangan pendidikan dan pembelajaran agama di Hindia Belanda.
  3. Memajukan dan menerapkan gaya hidup sesuai dengan ajaran Islam hingga mencapai tujuan akhir.
  4. Membersihkan pengaruh dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam di Indonesia.
  5. Merumuskan kembali doktrin Islam dengan perspektif pemikiran modern.
  6. Mereformasi ajaran dan pendidikan Islam.
  7. Melindungi Islam dari pengaruh dan serangan dari luar.

Peran Muhammadiyah Saat Perjuangan Kemerdekaan

Muhammadiyah mengalami pertumbuhan yang cepat sejak awal pendiriannya. Dengan cabang-cabang yang tersebar di berbagai wilayah, organisasi ini merambah pengaruhnya di kalangan umat muslim di Indonesia. 

Perannya dalam gerakan nasional Indonesia, terutama dalam upaya melawan penjajahan Belanda dan dalam perjuangan menuju kemerdekaan negara, juga sangat signifikan.

Organisasi ini terlibat secara aktif dalam menentang penjajahan Belanda, di mana para anggotanya memberikan kontribusi besar dalam perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam ranah politik maupun sosial.

Contoh nyata dari keterlibatan Muhammadiyah adalah peran yang signifikan dalam Sarekat Islam, sebuah gerakan perjuangan yang bertujuan untuk memperjuangkan kesejahteraan umat muslim dan kemerdekaan Indonesia.

Baca Juga : Menelusuri Biografi Pendiri Daulah Abbasiyah dan Masa Kejayaan

Sudah Paham tentang Pendiri Muhammadiyah dan Sejarahnya?

Ahmad Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, memiliki peran yang penting dalam sejarah Indonesia. Dengan menggabungkan nilai-nilai Islam yang kuat dengan pendidikan modern, Muhammadiyah berperan penting dalam memperluas akses pendidikan, memperkenalkan Islam yang moderat, dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.

Muhammadiyah juga meninggalkan warisan yang kuat dalam sistem pendidikan, lembaga amal, dan kegiatan sosial di Indonesia. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah tetap menjadi sumber inspirasi bagi upaya pengembangan masyarakat dan keagamaan dengan semangat penuh dedikasi.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page