Sejarah Program KB dan Perkembangannya di Indonesia

Program Keluarga Berencana telah menjadi salah satu aspek penting dalam upaya mengendalikan pertumbuhan populasi di Indonesia. Sejak diperkenalkan, program ini telah mengalami berbagai perkembangan dan tantangan dalam implementasinya. Simak sejarah program KB di Indonesia dan perkembangannya di sini!

Sejarah Program KB di Indonesia dan Perkembangannya

Perkembangan Program Keluarga Berencana di Indonesia telah melalui berbagai tahap. Mulai dari awal pengenalan hingga tantangan-tantangan dalam implementasinya. Berikut adalah penjelasan tentang tahapan-tahapan tersebut:

1. Pengenalan Program KB tahun 1950-an

Sejarah program KB di Indonesia bermula ketika diperkenalkan pada tahun 1957 oleh organisasi sosial Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). PKBI sendiri terbentuk karena banyaknya kasus kematian bayi dan ibu, serta tingginya tingkat populasi kala itu.

Sayangnya, saat itu implementasi awal ini belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Indonesia maupun masyarakat secara luas. Sehingga, aktivitas PKBI mengalami hambatan. Terutama karena undang-undang yang melarang penyebarluasan informasi tentang perencanaan keluarga, yaitu KUHP nomor 283.

2. Periode Presiden Soeharto tahun 1960-an

Kemudian pada tahun 1967, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto resmi mengakui PKBI sebagai badan hukum. Kongres Nasional I PKBI menghasilkan putusan untuk bekerja sama dengan instansi pemerintah dalam mengembangkan dan memperluas program KB.

Selain itu, kemunculan rezim Orde Baru pada masa tersebut mengakibatkan pertumbuhan layanan keluarga berencana di seluruh wilayah. Sehingga, transformasi ini memiliki dampak signifikan terhadap sejarah perkembangan program ini di Indonesia. 

Dengan terbentuknya rezim Orde Baru pula, isu kependudukan menjadi pusat perhatian pemerintah yang dianalisis dari berbagai sudut pandang. 

Pada tahun yang sama juga, Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang menyoroti pentingnya merencanakan jumlah anak dan jarak kelahiran sebagai hak asasi manusia.

3. Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) 1968

Dalam sejarah perkembangannya, program KB mengalami pertumbuhan yang signifikan. Terbukti, usai melakukan serangkaian pertemuan antara Menteri Kesejahteraan Rakyat serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat, akhirnya terbentuklah Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). 

Lembaga ini terbentuk pada tanggal 17 Oktober 1968 melalui Surat Keputusan Nomor 36/KPTS/Kesra/X/1968. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut, Lembaga Keluarga Berencana Nasional ini menyandang status sebagai Lembaga Semi Pemerintah. 

4. Pembentukan BKKBN (1970 – 1998)

Tahun 1970 menjadi momen lahirnya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan dr. Suwardjo Suryaningrat sebagai pemimpinnya. 

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 tahun 1970, organisasi ini berperan penting dalam mengkoordinasikan dan mengimplementasikan program KB di seluruh Indonesia.

Selama periode ini, program KB menekankan pada pengendalian pertumbuhan populasi melalui kampanye sosialisasi, penggunaan kontrasepsi, dan pemberian insentif bagi keluarga yang berpartisipasi.

Kemudian pada tahun 1972, terbit Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1972 yang bertujuan untuk menyempurnakan struktur dan tata kerja BKKBN yang sudah ada. 

Hasil dari penyempurnaan ini adalah perubahan status badan tersebut menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang memiliki kedudukan langsung di bawah Presiden. 

Di era ini, penerapan program keluarga berencana sangat tegas, bahkan mencapai kejayaan dalam sejarah program ini di Indonesia. Pasalnya, Indonesia berhasil menekan tingkat fertilitas dan pertumbuhan populasi dengan signifikan.

Sehingga, program KB pada masa pemerintahan Orde Baru berhasil mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara nasional. Prestasinya pun mendapatkan pengakuan di tingkat internasional, terbukti dengan pemberian penghargaan United Nations (UN) Population Award oleh UNFPA.

5. Periode Pasca Reformasi

Setelah jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami perubahan besar dalam berbagai aspek, termasuk pendekatan terhadap Program KB. 

Pemerintah yang baru mengadopsi pendekatan yang lebih terbuka dan menghormati hak asasi manusia dalam pelaksanaan program ini. Fokus pun bergeser dari target angka kelahiran ke pendekatan kesejahteraan keluarga dan pendidikan reproduksi.

Sehingga, eksistensi dan struktur organisasi layanan keluarga berencana nasional di tingkat daerah mengalami periode kritis sepanjang sejarah perkembangan program KB.

Sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 103 Tahun 2001, yang kemudian direvisi menjadi Keppres Nomor 09 Tahun 2004. Dipaparkan bahwa, sebagian kewenangan terkait KB di wilayah kabupaten dan kota hendaknya diserahkan paling lambat pada bulan Desember 2003. 

Langkah ini sejalan dengan substansi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 (kemudian berubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004).

Dengan demikian, tahun 2004 memperlihatkan mulainya periode pertama program KB nasional dalam era desentralisasi. Di mana tanggung jawab lebih besar terkait KB diserahkan kepada pemerintah daerah di tingkat kabupaten dan kota.

Perkembangan Program KB Mengalami Fase Stagnasi

Setelah Indonesia terkenal sebagai model dalam membangun program KB yang solid di negara berkembang. Kemajuannya dalam hal ini menjadi contoh terukur dan dapat diandalkan. 

Terbukti selama jangka waktu yang panjang, sejarah perkembangan program KB di Indonesia menjadi yang paling kuat dan sukses di seluruh dunia. Bahkan, persentase penggunaan kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) meningkat dua kali lipat dalam rentang waktu 1976 dan 2002, mencapai angka 60%. 

Sementara angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) berkurang hingga separuhnya, dari 5.6 menjadi 2.6 anak per wanita. Keberhasilan ini pun menjadi dasar utama dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang stabil di Indonesia dengan tingkat pertumbuhan sekitar 5% setiap tahunnya sejak tahun 1980.

Namun, tren positif ini terhenti dalam satu fase stagnasi. Data dari Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) selama periode 2002-2012 menunjukkan bahwa angka kelahiran total di Indonesia tetap sebesar 2.6 anak per wanita. 

Meskipun terdapat peningkatan minor sekitar 1.5% per tahun dalam jumlah penggunaan kontrasepsi, angka kematian ibu tetap tinggi, yakni 190 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini cukup mengkhawatirkan dalam sejarah perkembangan program KB.

Salah satu faktor kunci yang berkontribusi terhadap stagnasi ini adalah pelaksanaan desentralisasi program KB dari tingkat nasional ke tingkat daerah. 

Sebab, fenomena ini sering kali menyebabkan kebingungan dalam peran dan tanggung jawab antara pelaksana. Bahkan, dalam beberapa kasus mengakibatkan tidak adanya pelaksanaan kegiatan sama sekali.

Pembaruan Program Keluarga Berencana (KB) Nasional

Pembaruan atau revitalisasi menjadi suatu langkah penting dalam menjaga program KB tetap relevan. Serta responsif terhadap perubahan sosial, demografis, ekonomi, dan budaya seiring berjalannya waktu.

Upaya ini merujuk pada langkah-langkah untuk memulihkan, menghidupkan kembali, dan memperbarui program KB dengan tujuan mengatasi tantangan baru yang muncul. Serta menjaga keberlanjutan dan efektivitas program tersebut. 

Tak hanya itu, dengan partisipasi Indonesia dalam London Summit pada 11 Juli 2012, terdapat optimisme yang besar bahwa program KB nasional dapat pulih dan hidup kembali.

Partisipasi dalam forum ini mencerminkan komunitas global yang bersama-sama berkomitmen untuk mengulang sejarah keberhasilan program KB. Sasaran utamanya adalah mengurangi angka kelahiran total dengan meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi.

Dampak positif dari revitalisasi ini telah terlihat dalam hasil survei internal BKKBN pada tahun 2015. Di mana survei menunjukkan penurunan angka kelahiran total Indonesia menjadi 2.3 anak per wanita dan peningkatan jumlah pengguna kontrasepsi menjadi 60.2%. 

Besar harapan bahwa tren positif ini akan terus berlanjut hingga mencapai sasaran. Di mana angka kelahiran total sebesar 2.1 anak per wanita dan cakupan penggunaan kontrasepsi mencapai 66.3%.

Guna mencapai target tersebut, perlu adanya upaya signifikan dalam meningkatkan akses informasi serta promosi program KB. Namun, kenyataannya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menyadari adanya program KB ini, bahkan ketika mereka tinggal di lingkungan perkotaan.

Hasil survei internal BKKBN juga menunjukkan bahwa hanya 29.3% dari wanita yang menggunakan kontrasepsi merasa memiliki akses informasi memadai.

Sudah Tahu Sejarah Program KB  dan Perkembangannya?

Kesimpulannya, sejarah Program KB di Indonesia mencerminkan perjalanan yang panjang, dari awal pengenalan hingga perkembangan dan perubahan dalam pendekatan. 

Program ini telah berhasil dalam mengendalikan pertumbuhan populasi, tetapi juga menghadapi berbagai kontroversi dan tantangan dalam implementasinya. Namun, dengan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan, Indonesia dapat terus mengembangkannya untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan populasi.

Selain itu, jika warga yang harus pemerintah tanggung lebih sedikit. Maka, investasi di bidang kesehatan, pendidikan, dan kebersihan juga pasti lebih besar. Sehingga, Indonesia bisa lebih sejahtera dan stabil.

Share:

Leave a Comment

You cannot copy content of this page