Jelas! Ini 5 Hadits tentang Riba, Ancaman, hingga Contoh Perilaku Riba

Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an, riba merupakan dosa besar yang telah dilarang. Para ulama pun sepakat tentang hal tersebut, buktinya terdapat berbagai hadits tentang riba.

Riba biasa kita temui pada produk-produk keuangan termasuk bunga, simpanan, tabungan, transaksi ekonomi, pinjaman tanpa jaminan, dan lainnya.

Dalam ajaran Agama Islam, apapun jenis riba telah dilarang secara jelas.

Hadits tentang Riba

Menurut Syekh Shalih Al Fauzan, secara bahasa riba artinya tambahan. Sementara itu, secara istilah syar’i, riba adalah tambahan dalam pertukaran dua barang tertentu (yaitu komoditas ribawi).

1. Pengertian Riba

Untuk memahami pengertian riba, hadits tentang riba dari Ubadah bin Shamit menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda sebagai berikut:

الذَّهبُ بالذَّهبِ . والفضَّةُ بالفِضَّةِ . والبُرُّ بالبُرِّ . والشعِيرُ بالشعِيرِ . والتمْرُ بالتمْرِ . والمِلحُ بالمِلحِ . مِثْلًا بِمِثْلٍ . سوَاءً بِسَواءٍ . يدًا بِيَدٍ . فإذَا اخْتَلَفَت هذهِ الأصْنَافُ ، فبيعوا كيفَ شئْتُمْ ، إذَا كانَ يدًا بِيَدٍ

Artinya:

“Emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, tamr dengan tamr, garam dengan garam, kadarnya harus semisal dan sama, harus dari tangan ke tangan (kontan). Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka kalian, selama dilakukan dari tangan ke tangan (kontan)” (HR. Bukhari, Muslim No. 1587, dan ini adalah lafaz Muslim).

Dalam hadits tentang riba tersebut dijelaskan bahwa riba tidak berlaku pada semua jenis barang.  Hanya sejumlah barang tertentu yang termasuk dalam kategori komoditas ribawi. 

Jenis barang tersebut yaitu emas, perak, burr (gandum kering), sya’ir (gandum basah), garam, kurma, dan semua barang yang dianggap serupa dengan keenam komoditas tersebut berdasarkan qiyas (analogi).

Baca juga: Doa agar Cepat Menghafal dan Punya Ingatan yang Kuat

2. Hukum Riba

Hukum Riba

Riba merupakan dosa besar yang telah dilarang dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ‘ijma ulama. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 275 disebutkan sebagai berikut:

ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

Allażīna ya`kulụnar-ribā lā yaqụmụna illā kamā yaqụmullażī yatakhabbaṭuhusy-syaiṭānu minal-mass, żālika bi`annahum qālū innamal-bai’u miṡlur-ribā, wa aḥallallāhul-bai’a wa ḥarramar-ribā, fa man jā`ahụ mau’iẓatum mir rabbihī fantahā fa lahụ mā salaf, wa amruhū ilallāh, wa man ‘āda fa ulā`ika aṣ-ḥābun-nār, hum fīhā khālidụn.

Artinya: 

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 275).

3. Larangan Riba

Nabi Muhammad SAW melarang umatnya melakukan riba. Rasulullah SAW memberitahukan bahwa riba termasuk perbuatan yang menghancurkan. Hal ini disebutkan dalam hadits tentang riba berikut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Artinya:

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. [HR. al-Bukhâri, No. 3456; Muslim, No. 2669].

Sementara itu, pendapat ulama lain yaitu dari Syaikhul Islam oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah juga menyebutkan hal yang sama. Melakukan riba hukumnya haram  berdasarkan al-Qur`ân, as-Sunnah, dan ijma’. (Majmû’ al-Fatâwâ, 29/391).

4. Laknat bagi Pelaku Riba

Para pelaku riba mendapat ancaman laknat sebagaimana diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Artinya:

“Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. [HR. Muslim dan Ahmad].

Hadis ini dengan jelas menyatakan bahwa riba adalah haram. Menimbulkan risiko pada individu maupun masyarakat sekaligus memberikan ancaman terhadap pelaku riba. 

Rasulullah SAW menyatakan bahwa laknat menimpa orang-orang yang terlibat dalam praktik riba secara bersama-sama.

5. Allah SWT Memerangi Para Pelaku Riba

Seseorang yang sengaja terlibat dalam riba, meskipun larangan sudah jelas harus menerima konsekuensinya. Ancaman lain bagi pelaku riba yaitu berupa perang yang dari Allah dan Rasul-Nya. Dalam firman-Nya disebutkan sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿٢٧٨﴾ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

Yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha wa żarụ mā baqiya minar-ribā ing kuntum mu`minīn. Fa il lam taf’alụ fa`żanụ biḥarbim minallāhi wa rasụlih, wa in tubtum fa lakum ru`ụsu amwālikum, lā taẓlimụna wa lā tuẓlamụn.

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allâh dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah/2: 278-279).

Ancaman Riba

Karena merupakan perbuatan yang menimbulkan dosa besar, ancaman riba juga disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits tentang riba. Berikut beberapa ancaman pelaku riba.

1. Azab yang Pedih

Riba merupakan kezaliman yang sangat jelas, baik bagi saudara muslim maupun non muslim. Itulah sebabnya Allah dan Rasul-Nya mengancam para pelaku riba dengan sejumlah ancaraman. 

Pelaku riba akan mendapat azab yang pedih sebagaimana firman Allah SAW dalam Surah Al-Baqarah ayat 275.

2. Menghilangkan Keberkahan Harta

Allah SWT menghilangkan keberkahan harta dari hasil riba. Pelaku riba pun dilabeli telah melakukan tindakan kekufuran. Hal ini telah dijelaskan dalam firman-Nya yaitu sebagai berikut:

يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ 

Yam-ḥaqullāhur-ribā wa yurbiṣ-ṣadaqāt, wallāhu lā yuḥibbu kulla kaffārin aṡīm.

Artinya:

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”.(QS Al-Baqarah/2:276).

3. Pelaku Riba saat di Akhirat

Bukan hanya mendapat ancaman di dunia saja, para pelaku riba juga memperoleh ancaman saat di akhirat. Hadits tentang riba berikut menerangkannya.

عَنْ عَوْفِ بن مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :”إِيَّايَ وَالذُّنُوبَ الَّتِي لا تُغْفَرُ: الْغُلُولُ، فَمَنْ غَلَّ شَيْئًا أَتَى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَآكِلُ الرِّبَا فَمَنْ أَكَلَ الرِّبَا بُعِثَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُونًا يَتَخَبَّطُ”, ثُمَّ قَرَأَ: “الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ”

Artinya:

“Dari ‘Auf bin Malik, dia berkata:  Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah dosa-dosa yang tidak terampuni: ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi; khianat; korupsi). Barangsiapa melakukan ghulul terhadap sesuatu barang, dia akan membawanya pada hari kiamat. Dan pemakan riba, barangsiapa memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila, berjalan sempoyongan.” 

Masih dalam riwayat yang sama, Nabi Muhammad SAW berkata.

 اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ 

Artinya:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”. (al-Baqarah/2:275) [HR. Thabrani di dalam Mu’jamul Kabîr, No. 14537; al-Khatib dalam at-Târîkh. Dihasankan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahîhah, No. 3313 dan Shahîh at-Targhîb, No. 1862].

4. Berenang di Sungai Darah

Dalam hadits tentang riba dari riwayat Bukhari dikisahkan sebagai berikut:

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِى ، فَأَخْرَجَانِى إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ ، فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ ، وَعَلَى وَسَطِ النَّهْرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ ، فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِى فِى النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِى فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ ، فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِى فِيهِ بِحَجَرٍ ، فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ ، فَقُلْتُ مَا هَذَا فَقَالَ الَّذِى رَأَيْتَهُ فِى النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا

Artinya:

Dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tadi malam aku bermimpi ada dua laki-laki yang mendatangiku, keduanya membawaku ke kota yang disucikan.  Kami berangkat sehingga kami mendatangi sungai darah. Di dalam sungai itu ada seorang laki-laki yang berdiri.  Dan di pinggir sungai ada seorang laki-laki yang di depannya terdapat batu-batu. Laki-laki yang di sungai itu mendekat, jika dia hendak keluar, laki-laki yang di pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga dia kembali ke tempat semula. Setiap kali laki-laki yang di sungai itu datang hendak keluar, laki-laki yang di pinggir sungai itu melemparkan batu ke dalam mulutnya sehingga dia kembali ke tempat semula. Aku bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Orang yang engkau lihat di dalam sungai itu adalah pemakan riba’”.  [HR. al-Bukhâri].

Hadits tersebut menekankan pentingnya untuk menghindari riba karena riba adalah perbuatan yang sangat tercela dalam Islam. Hadis ini menggambarkan betapa seriusnya konsekuensi yang menimpa pelaku riba. 

Gambaran sungai darah menunjukkan kesengsaraan dan hukuman bagi pemakan riba. Oleh karena itu, umat Islam harus menghindari riba dan mematuhi larangan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

5. Ancaman Neraka

Setiap dosa besar pasti memiliki ancaman dan hukuman yang jelas. Terkait dengan riba, para pelakunya pun diancam neraka. Hal ini karena larangan riba telah jelas tersampaikan tetapi para pelaku riba masih nekat melakukannya.

Dalam potongan Surah Al-Baqarah ayat 275 disebutkan bahwa pelaku riba yang terus mengambil riba merupakan penghuni neraka dan kekal di dalamnya.

Contoh Perilaku Riba

Cukup banyak praktik riba, terutama berkaitan dengan transaksi keuangan. Sebab, riba banyak berhubungan dengan mengambil harta (tambahan) orang lain yang bukan miliknya. 

Beberapa bentuk transaksi yang melibatkan riba antara lain seperti penggunaan kartu kredit. Sering kali kartu kredit melibatkan pembayaran bunga atas pinjaman yang diberikan oleh penerbit kartu.

Selain itu, layanan pinjaman online atau pinjol yang menawarkan pinjaman cepat dengan bunga yang tinggi juga termasuk riba. Contoh lain yaitu diskon atau tambahan saldo yang diberikan kepada pengguna bank digital.

Adapun jika terkait dengan transaksi hutang-piutang, juga dianggap sebagai riba. Prinsip utama yang harus diikuti dalam transaksi online adalah menghindari bunga yang dianggap sebagai riba dalam Islam. 

Selain itu, transaksi jual-beli emas online juga harus mematuhi prinsip serah terima langsung agar terhindar dari riba nasi’ah. Dengan demikian, umat Islam dianjurkan untuk memahami konsep riba dalam berbagai bentuk transaksi dan menjauhinya.

Inilah sejumlah hadits tentang riba serta ancaman mengerikan bagi pelaku riba. Sebagai muslim yang taat, sudah semestinya kita menjauhi larangan-Nya. Dalam hal ini yaitu tidak melakukan dosa riba. 

Semoga kita dijauhkan dari ancaman yang dapat membawa celaka di dunia dan di akhirat. Aamiin.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment