Hukum Suami Meninggalkan Istri Tidur Sendiri, Sudah Tahu?

Ketika sudah menikah, suami merupakan tempat ternyaman untuk beristirahat setelah melakukan aktivitas yang membuat penat seharian. Tentu tidak ada istri di dunia ini yang lebih suka tidur sendiri tanpa ditemani suami. Bahkan ada hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri, lho.

Siapa yang tidak ingin memiliki rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah? tentulah semua orang menginginkannya. Namun, untuk mencapainya tentu harus diperjuangkan dan dipupuk alias tidak bisa hadir begitu saja.

Lantas, bagaimana menjaga rumah tangga tetap harmonis? dan apa sebenarnya hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri? Untuk penjelasannya, mari simak artikel ini hingga akhir.

Memahami Kewajiban Suami terhadap Istri

Sebelum memahami mengenai hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri, akan lebih baik jika mengenal terlebih dahulu mengenai kewajiban suami terhadap istrinya dalam Islam.

Tentu sebagai kepala rumah tangga, suami memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi, mengayomi serta memberikan rasa aman kepada istrinya.

Bahkan dalam Islam, kebahagiaan dan kesejahteraan istri termasuk ke dalam nafkah batin yang diberikan seorang suami. Hal ini turut dijelaskan dalam firman-Nya pada surat An-Nisa ayat 19 yang bunyinya:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Yā ayyuhallażīna āmanụ lā yaḥillu lakum an tariṡun-nisā`a kar-hā, wa lā ta’ḍulụhunna litaż-habụ biba’ḍi mā ātaitumụhunna illā ay ya`tīna bifāḥisyatim mubayyinah, wa ‘āsyirụhunna bil-ma’rụf, fa ing karihtumụhunna fa ‘asā an takrahụ syai`aw wa yaj’alallāhu fīhi khairang kaṡīrā

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Ayat di atas menegaskan bahwa suami memiliki kewajiban untuk bersikap baik, mengayomi, memuliakan dan adil terhada istri. Selain itu, suami juga harus melindungi istri dan enjaga kehormatannya.

Salah satu cara untuk mengayomi dan melindungi istri yakni dengan menemaninya saat tidur. Oleh sebab itulah, suami yang dengan sengaja meninggalkan istrinya tanpa alasan syari yang jelas bisa melanggar kewajiban suami.

Hukum Suami Meninggalkan Istri Tidur Sendiri

Hukum Suami Meninggalkan Istri Tidur Sendiri

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa nafkah batin bagi seorang istri bukanlah menggaulinya atau hanya sebatas aktivitas seksual saja. Namun nafkah batin juga meliputi kebahagiaan, menjaga dan memuliakannya.

Hal kecil seperti pemberian perhatian, kepercayaan, waktu untuk berbincang dan juga kehadirannya termasuk ke dalam pemenuhan kebutuhan nafkah batin ini.

Sebagai contoh paling sederhana dan mudah untuk dilakukan ialah tidur bersama antara suami dan istri di dalam satu kamar dan satu ranjang.

Oleh sebab itulah, tidur bersama istri merupakan salah satu bentuk pemenuhan nafkah batin. Sebenarnya seorang istri berhak menuntut jika memang menginginkannya. Namun, jika istri tidak mempermasalahkan mengenai hal tersebut, maka perkara mengenai ini tidak perlu dipermasalahkan.

Sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 128 yang bunyinya:

وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ ٱلْأَنفُسُ ٱلشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Wa inimra`atun khāfat mim ba’lihā nusyụzan au i’rāḍan fa lā junāḥa ‘alaihimā ay yuṣliḥā bainahumā ṣul-ḥā, waṣ-ṣul-ḥu khaīr, wa uḥḍiratil-anfususy-syuḥḥ, wa in tuḥsinụ wa tattaqụ fa innallāha kāna bimā ta’malụna khabīrā

Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa meninggalkan istri tidur sendiri tidak akan menjadi masalah, apabila ternyata istri tidak mempermasalahkan hal tersebut atau dalam artian merelakannya.

Baca juga: 8 Doa agar Jualan Laris Bahasa Arab, Latin dan Artinya

Hal ini dikisahkan, ketika istri Rasulullah SAW yang bernama Saudah binti Zam’ah merelakan malam gilirannya untuk istri yang lain, yakni Aisyah RA.

Sebagaimana dijelaskan dan diatur dalam firman Allah, QS. An-Nisa ayat 128:

وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَافَتْ مِنۢ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ ٱلْأَنفُسُ ٱلشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Wa inimra`atun khāfat mim ba’lihā nusyụzan au i’rāḍan fa lā junāḥa ‘alaihimā ay yuṣliḥā bainahumā ṣul-ḥā, waṣ-ṣul-ḥu khaīr, wa uḥḍiratil-anfususy-syuḥḥ, wa in tuḥsinụ wa tattaqụ fa innallāha kāna bimā ta’malụna khabīrā

Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Oleh sebab itulah, mengapa hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri dikembalikan kepada sang istri. Sebab  pada dasarnya, hal tersebut merupakan bagian dari nafkah batin yang diberikan oleh suami.

Selain itu, mengutip buku Taudhihul Adhilah karya KH. M. Syafi’i Hadzami, hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri karena adanya unsur syari tertentu adalah mubah atau boleh. Ia tidak akan mendapatkan dosa.

Unsur syari yang dimaksud dalam pembahasan ini ialah suatu hal yang memang mengharuskan ia meninggalkan rumah. Misalnya karena urusan pekerjaan, harus tidur di rumah orang tua, harus menginap di mushola dan hal hal syari semacamnya.

Pendapat ini disepakati oleh sebagian besar ulama. Namun terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini, menurut al-Muawalli, makruh hukumnya seseorang suami meninggalkan istrinya tidur sendiri dalam keadaan suci.

Sebab, mendekati istri atau bermalam padanya merupakan salah satu mu’asyarah bi al-ma’ruf yang disyariatkan dalam Islam.

Dilain hal, hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri sangat danjurkan, sebab nusyuz. Nusyuz yang dimaksud yakni kedurhakaan istri dan rasa besar diri terhadap suami.

Ketika hal tersebut terjadi, suami diperbolehkan menunjukkan kejengkelan dan menjatuhkan hukuman kepadanya dengan pisah ranjang atau meninggalkan istri tidur sendiri di kamar.

Namun, perlu diketahui bahwa hal ini hanya dilakukan semata-mata agar istri sadar dan tidak lagi durhaka kepada suami. Niatkan hal tersebut tulus karena Allah SWT. Sehingga, tidak akan terjadi tindakan penyelewengan.

Hal yang Memperbolehkan Suami Meninggalkan Istri Tidur Sendiri

Mengingat hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri kembali lagi kepada kerelaan istri. Namun, perlu diketahui bahwa ada alasan lain yang diperbolehkan meninggalkan istri tidur sendiri.

Adapun hal-hal lain yang diperbolehkan untuk meninggalkan istri tidur sendiri ialah sebagai berikut:

1. Meninggalkan Keluarga Karena Udzur

Hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri adalah mubah jika memiliki udzur. Udzur di sini memiliki arti seperti niat suami yang ingin mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan.

Ketika istri dihadapkan pada kondisi udzur seperti ini, tidak berhak untuk melarang suaminya pergi atau mengharuskan untuk suaminya segera pulang.

Hal ini turut dijelaskan dalam mazhab Hambali.

Al-Buhuti menjelaskan, yang artinya:

“Ketika suami melakukan safar meninggalkan istrinya karena udzur atau ada hajat, maka hak gilir dan hubungan untuk istri menjadi gugur. Meskipun safarnya lama, karena udzur.” (Kasyaf al-Qana’, 5/192).

Ketika istri keberatan dengan hal ini, maka istri dapat meminta cerai kepada suami. Dan suami juga berhak untuk melepas istrinya jika merasa perbuatannya dapat membuat khawatir dan membahayakan istrinya karena tidak ada suami yang akan menjaganya.

Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 231 yang artinya:

“Janganlah kamu pertahankan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka….” (QS Al-Baqarah: 231).

2. Meninggalkan Keluarga Tanpa Udzur

Ketika istri kabur dari suami tanpa kabar dan alasan yang sesuai dengan syariat Islam bisa menjadi sebuah dosa besar.

Hal itu juga berlaku bagi sebaliknya, suami yang meninggalkan keluarganya tanpa udzur, maka istri berhak untuk segera pulang. Sebab istri memiliki hak yang harus didapatkan dan dipenuhi oleh suami.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum suami meninggalkan istri tidur sendiri adalah dosa jika tidak ada kerelaan dari sang istri.

Nah, itu dia penjelasan mengenai hukum suami meninggalkan istrinya tidur sendiri. Dari penjelasan di atas, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa segala sesuatunya tergantung pada kondisi dan juga kerelaan sang istri.

Semoga informasi di atas dapat bermanfaat ya!

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment