Bekicot Halal atau Haram? Ini Pendapat MUI

Bekicot merupakan hewan yang banyak ditemukan saat memasuki musim penghujan karena sering berada di tempat yang lembab. Untuk menjadikannya sebagai makanan, banyak perdebatan mengenai bekicot halal atau haram.

Pasalnya, muncul banyak sekali pendapat ulama dari dari MUI sendiri diperlukan penelitian khusus yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits.

Tujuan dari perdebatan ini sendiri untuk meminimalisir kesalahan dalam masyarakat terkait syariat.

Oleh karena itu, diperlukan pembahasan secara detail dan penuh kehati-hatian. Mulai dari penelitian dari segi manfaat dan juga mudharatnya, cara hidup, hingga ciri dari binatang itu sendiri.

Pertimbangan Bekicot atau Haram Berdasarkan Al-Qur’an

Meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki hak untuk memutuskan haram atau halalnya sebuah binatang dikonsumsi. Namun, dasar untuk memutuskannya tidak bisa dilakukan sembarangan.

Perlu adanya penelitian lanjutan dengan dasar yang jelas. Salah satunya menggunakan ayat suci Al-Qur’an yang pasti di dalamnya benar karena diturunkan langsung oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

Firman Allah SWT terhadap makanan yang dihalalkan dan mengharamkannya atas segala hal buruk. 

وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰٓئِثَ

wa yuḥillu lahumuṭ-ṭayyibāti wa yuḥarrimu ‘alaihimul-khabā`iṡa

Artinya:

“…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk..”

يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُوا۟ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعْمَلُوا۟ صَٰلِحًا ۖ إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Yā ayyuhar-rusulu kulụ minaṭ-ṭayyibāti wa’malụ ṣāliḥā, innī bimā ta’malụna ‘alīm

Artinya:

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Bekicot atau Haram Berdasarkan Hadits Nabi SAW

Tidak hanya melakukan pertimbangan dari Al-Qur’an saja. Majelis Ulama Indonesia juga mempertimbangkan hadits dari Nabi Muhammad SAW. Pengambilan hadits ini sebagai bahan acuan untuk menimbang halal atau haramnya bekicot.

عَنِ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ، لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ

Artinya:

Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhuma berkata:

“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas pula. Sedangkan di antaranya ada perkara syubhat (samar-samar) yang kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)-Nya. Barangsiapa yang menghindari perkara syubhat (samar-samar), maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya.”

Selain itu, juga terdapat hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit. Berdasarkan riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan riwayat Imam Malik dari Yahya:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

(أخرجه ابن ماجه عن عبادة بن الصامت في سننه /الكتاب : الأحكام، الباب : من بنى في حقه مايضر بجاره، رقم الحديث : 2331، ورواه أحمد عن ابن عباس، ومالك عن يحي)

Artinya:

“Rasulullah SAW menetapkan, tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).”

Baca juga: 4 Pilar Akhlak Mulia dalam Islam sebagai Sumber Utama Perilaku Terpuji

Pertimbangan dari Pendapat Ulama

Untuk menimbang bekicot halal atau haram, prosesnya sangat panjang. Mulai dari memilah berdasarkan jenis hewannya, serta hukum dari masing-masing pengelompokan tersebut.

Bekicot termasuk ke dalam salah satu jenis hewan dalam kategori hasyarat. Nah, dari tafsir ini muncullah beberapa pendapat ulama mengenai ‘hasyarat’ itu sendiri, antara lain:

1. Imam An-Nawawi

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh AlMuhadzab Maktabah Syamilah, Juz 9, hal. 13 dan hal. 16 menyatakan, “Tidak halal memakan binatang kecil di bumi seperti ular, kalajengking, tikus, kumbang, binatang lembut, kecoa, laba-laba.”

Penjelasan ini masih diteruskan dengan firman Allah SWT, dan diharamkan kepada kalian al-khobaits.”

“Pendapat ulama mazhab tentang binatang kecil bumi seperti ular, kalajengking, kecoa, tikus dan sejenisnya, mazhab Syafi’I mengharamkannya, demikian pula Imam Abu Hanifah dan imam Ahmad, sedangkan imam Malik berpendapat halal ”

2. Imam Ibn Hazm

Pendapat Imam Ibn Hazm dalam Kitab al-Muhalla (6/76-77):

ولا يحل أكل الحلزون البري , ولا شيء من الحشرات كلها : كالوزغ ، والخنافس , والنمل , والنحل , والذباب , والدبر , والدود كله – طيارة وغير طيارة – والقمل , والبراغيث , والبق , والبعوض وكل ما كان من أنواعها ؛ لقول الله تعالى : (حرمت عليكم الميتة) ؛ وقوله تعالى (إلا ما ذكيتم) ، وقد صح البرهان على أن الذكاة في المقدور عليه لا تكون إلا في الحلق ، أو الصدر , فما لم يقدر فيه على

“Tidak halal hukumnya memakan bekicot darat, dan tidak halal juga memakan segala jenis hasyarat seperti tokek, kumbang, semut, tawon, lalat, lebah, ulat, –baik yang bisa terbang maupun yang tidak–, kutu, nyamuk, dan serangga dengan segala jenisnya, didasarkan pada firman Allah “Diharamkan atas kamu bangkai”… dan firman-Nya “…kecuali apa yang kalian sembelih”.

Berdasarkan firman Allah dalam QS Al-Maidah 5:3 “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai”; dan firman Allah “kecuali yang sempat kamu menyembelihnya” (QS Al-Maidah 5:3), sudah sahih argumen bahwa penyembelihan dalam hewan yang bisa disembelih tidak terjadi kecuali pada tenggorokan atau dada. 

Adapun hewan yang tidak bisa disembelih, maka tidak ada jalan untuk memakannya maka itu haram karena tidak bisa dimakan kecuali dalam keadaan bangkai yang tidak disembelih.

3. Imam Malik

Berikutnya, terdapat pendapat dari Imam Malik dalam Kitab “al-Mudawwanah’ (1/542)

“سئل مالك عن شيء يكون في المغرب يقال له الحلزون يكون في الصحارى يتعلق بالشجر أيؤكل ؟ قال : أراه مثل الجراد ، ما أخذ منه حيّاً فسلق أو شوي : فلا أرى بأكله بأساً , وما وجد منه ميتاً : فلا يؤكل” انتهى

Artinya:

“Imam Malik ditanya tentang hewan yang ada di Maghrib yang dinamakan “halzun”, yang hidup di darat, menempel di pohon; apakah ia boleh dimakan? Beliau menjawab: saya berpendapat itu seperti belalang. Jika diambil darinya dalam keadaan hidup lalu dididihkan atau dipanggang, maka saya berpendapat tidak apa-apa untuk dimakan. Namun jika diperoleh dalam keadaan mati maka tidak dimakan.”

Pendapat MUI Tentang Bekicot Halal atau Haram

Menimbang dari banyaknya pendapat ulama, hadits Rasulullah SAW, dan juga firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an, fatwa MUI mengenai hukum mengonsumsi bekicot adalah:

  • Bekicot termasuk ke dalam jenis hewan hasyarat.
  • Hukum memakan hasyarat adalah haram menurut ulama (Hanafiyyah, Syafi’iyah, Hanabilah, Zhahiriyyah). Sedangkan, menurut Imam Malik bekicot dinyatakan halal apabila memiliki manfaat dan tidak membahayakan kesehatan.
  • Hukum memakan bekicot adalah haram, termasuk membudidayakan dan memanfaatkannya untuk kepentingan konsumsi.

Hasil dari fatwa MUI mengenai bekicot halal atau haram ini akan dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan sertifikasi produk.

Tentunya dengan tujuan agar masyarakat lebih selektif dalam memilih jenis makanan untuk dikonsumsi sesuai syari’ah.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment