Khulu, Proses Gugat Cerai Istri Kepada Suaminya

Terdapat istilah ‘khulu’ dalam Islam yang banyak diketahui sebagai proses gugat cerai dari istri kepada suami dengan alasan tertentu. Istilah ini juga kerap disebut sebagai salah satu golongan talak.

Berbeda dengan talak lainnya dimana suami yang berhak atas pemutusan tali pernikahan. Dalam talak khulu, istri yang berhak untuk mengajukan proses perceraian dengan alasan seperti ketidakcocokan, ketidakbahagiaan atau masalah lainnya.

Talak khulu juga termasuk pada salah satu bentuk perceraian yang diakui dalam hukum Islam untuk memberikan hak kepada istri dalam memutuskan perceraian. Meski demikian, istri yang mengajukan talak khulu harus menyesuaikan ketentuan hukum Islam.

Untuk penjelasan lebih lanjut, mari simak artikel ini hingga akhir!

Baca juga: Hukum Suami Lebih Mementingkan Ibunya Daripada Istrinya

Mengenal Makna Khulu dalam Islam

Sebelum lebih lanjut membahas terkait hukum khulu, akan lebih baik jika kita mengenal apa itu khulu. Sebab mungkin sebagian muslim belum karib dengan istilah satu ini.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ketika mendengar istilah khulu. Sebagian orang akan langsung menghubungkan sebagai proses gugat cerai yang dilakukan oleh seorang istri kepada suami dengan alasan tertentu.

Meski Allah SWT membenci perpisahan maupun perceraian, namun hal tersebut tetap diperbolehkan. Meski demikian, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar tidak sembarangan melakukan perceraian dengan mudah sehingga mencoreng kesucian ikatan pernikahan.

Mengingat bahwa tujuan dari pernikahan dalam Islam sendiri adalah untuk mencapai keridhoan Allah SWT dan sakinah, mawadah, warahmah.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja’ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,

dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-Rum: 21)

Namun, pada kenyataannya pernikahan layaknya mengendarai kapal di lautan lepas yang akan ada banyak sekali permasalahan yang menerjang. Hal inilah yang kerap kali menjadi alasan dalam putusnya tali pernikahan.

Dalam bahasa Arab, Al-Khulu (الخُلْعُ) berarti melepas. Secara istilah, khulu diartikan sebagai gugatan yang diberikan istri kepada suami untuk melepasnya ikatan pernikahan.

Sedangkan secara syari’at, khulu dapat diartikan sebagai perpisahan suami istri dengan keridhoan dari keduanya dan dengan pembayaran dari istri pada suami.

Sama halnya seperti akad, khulu juga mengharuskan adanya serah terima di antara pihak-pihak yang terlibat dalam akad nikah, yakni dengan membayar iwadh.

Besaran iwadh dalam proses ini pun tidak dipermasalahkan, baik senilai, lebih kecil maupun lebih besar dari mahar. Iwadh ini bisa berupa barang atau uang tunai dan tidak permasalahkan pula jika hutang.

Yang penting adalah apapun yang bisa dijadikan mahar, maka boleh dijadikan tebusan Khulu’.

Berbeda dengan talak lainnya, talak ini menimbulkan tidak adanya hak suami untuk ruju, karena talak yang jatuh merupakan talak sughra, kecuali suami mengembalikan iwadh dengan akad baru dan disaksikan orang lain.

Baca juga: 10 Dosa Besar Istri Terhadap Suami yang Sering Dianggap Remeh

Hukum Khulu dalam Islam

Perceraian menjadi opsi paling terakhir sebagai upaya untuk mengatasi konflik dalam perkawinan apabila tidak ada lagi jalan yang bisa ditempuh untuk memperbaikinya.

Meski umumnya, talak dilakukan oleh suami. Namun, istri juga memiliki hak untuk menggugat cerai suami dengan talak khulu.

Khulu’ termasuk dalam syari’at Islam berdasarkan firman Allah SWT:

وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Wa lā yaḥillu lakum an ta`khużụ mimmā ātaitumụhunna syai`an illā ay yakhāfā allā yuqīmā ḥudụdallāh, fa in khiftum allā yuqīmā ḥudụdallāhi fa lā junāḥa ‘alaihimā fīmaftadat bih, tilka ḥudụdullāhi fa lā ta’tadụhā, wa may yata’adda ḥudụdallāhi fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn

Artinya: “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.

Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS Al-Baqarah: 229)

Selain itu, kebolehan khulu dalam Islam, didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 229,

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 229)

Dengan dalil di atas, dapat kita simpulkan bahwa hukum khulu dalam Islam diperbolehkan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, talak khulu biasanya melibatkan pembayaran atau pemberian iwadh sebagai imbalan kepada suami.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:

Istri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam seraya berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur.”

Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Maukah kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?”

Ia menjawab, “Ya”, maka ia mengembalikan kepadanya dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya, dan Tsabit pun menceraikannya. (HR Al-Bukhari)

Adanya hadits di atas, dapat menjadi indikasi kebolehan seorang wanita dalam menggugat suaminya dengan mengganti rugi atau iwadh kepada suami dalam proses khulu.

Syarat dan Rukun Khulu

Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi istri apabila melakukan gugatan dengan khulu,

1. Tidak Ada Penganiayaan

Tidak diperkenankan adanya kekerasan selama berlangsungnya proses gugatan dari istri. Dan apabila suami melakukan tindakan kekeras terhadap istrinya selama proses ini berlangsung, maka ia tidak berhak mengambil apapun dari harta istrinya.

2. Bahaya dan Ketidakmampuan Menegakkan Hukum Allah

Istri boleh melakukan gugatan dengan khulu apabila terdapat ancaman atau bahaya yang di antara keduanya. Seperti adanya kekerasan atau masalah lainnya. Dan sudah tentu, alasan yang digunakan merupakan hal yang nyata.

3. Inisiatif dari Pihak Istri

Khulu berasal dari inisiatif istri yang ingin menceraikan suaminya. Suami yang merasa tidak senang hidup bersama istri tidak berhak mengambil apapun dari harta istrinya dalam kasus Khulu.

4. Tidak Ada Kemungkinan Rekonsiliasi

Sifat dari khulu sama seperti talak bain, dimana suami tidak dapat rujuk kembali kepada istrinya kecuali istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian bercerai. Barulah boleh menikah kembali dengan akad baru.

Berikut beberapa rukun khulu yang perlu diketahui seorang muslim, di antaranya:

1. Kesepakatan Dua Belah Pihak

Salah satu unsur utama dalam rukun Khulu adalah adanya kesepakatan di kedua belah pihak da istri wajib membayar iwadh sebagai pengganti mahar sebelumnya.

bahwa suami harus menceraikan istrinya dengan persetujuan mereka berdua, yang sering melibatkan pembayaran tebusan atau kompensasi kepada suami sebagai imbalan.

2. Uang Tebusan atau Ganti Rugi atau Iwadh

Proses Khulu biasanya melibatkan pembayaran sejumlah uang atau harta sebagai kompensasi kepada suami untuk melepaskan dirinya dari ikatan pernikahan. Hal ini bisa berupa uang, emas secara tunai dn diperbolehkan hutang.

3. Sighat atau Ucapan Cerai

Proses Khulu juga memerlukan ucapan atau lafal yang sah untuk mengumumkan perceraian.

Alasan-alasan yang Memperbolehkan Gugatan Istri dalam Khulu

Tidak hanya suami, dalam Islam istri memiliki hak untuk melakukan gugatan cerai pada suaminya dengan alasan-alasan yang kuat dan sah. Berikut adalah beberapa alasan yang membolehkan istri untuk meminta cerai:

  1. Suami dengan Buruk Akhlak atau Cacat Tubuh
  2. Kekerasan Jasmani oleh Suami
  3. Tidak Menunaikan Kewajiban dan Tanggungjawab
  4. etakutan akan Jauh dari Allah SWT

Demikian uraian terkait khulu dalam pandangan Islam. Perlu diperhatikan meski Islam memperbolehkan istri melakukan gugatan, namun terdapat alasan-alasan yang wajib diperhatikan sesuai dengan syariat yang dibenarkan.

Apabila menggugat atau melayangkan permintaan cerai tanpa adanya alasan yang sah, maka hal tersebut dianggap tidak dibenarkan dalam Islam.

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment