Dalil Keringanan Puasa untuk Ibu Hamil, Perhatikan Moms!

Artikel ini akan membahas dalil keringanan puasa untuk ibu hamil. Bagi Moms yang sedang hamil dan menyusui, tentunya mereka masih bertanya-tanya apakah mereka masih harus menjalankan ibadah shaum saat bulan puasa.

Puasa menjadi kewajiban setiap umat Muslim saat bulan Ramadhan. Tapi bagaimana dengan ibu hamil? Biasanya mereka tidak berpuasa karena takut membahayakan kondisi dirinya dan sang janin.

Karena alasan itu, banyak ibu hamil yang tidak berpuasa. Banyak dari mereka yang menggantinya dengan kewajiban qadha, baik itu puasa atau membayar fidyah.

Beberapa dari kita masih belum tahu bagaimana jika ini terjadi. Jadi seperti apa hukum berpuasa untuk ibu hamil? Mari kita cari tahu bersama-sama.

Alasan Ibu Hamil dan Menyusui Tidak Berpuasa

Kita sudah melihat bahwa ibu hamil biasanya tidak berpuasa karena khawatir dengan kondisi dirinya dan sang janin. Jika mereka berpuasa, takutnya mereka akan kekurangan kebutuhan gizi untuk dirinya dan sang janin.

Puasa pada dasarnya menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu. Ibadah ini menjadi wajib saat bulan Ramadhan. Akan tetapi, ada pengecualian bagi yang sedang sakit keras atau haid. Kedua kondisi itu menghalangi mereka untuk berpuasa.

Beberapa ulama memberi pendapat demikian berdasarkan ayat Al Quran berikut ini:

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةُ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Artinya:

“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin“. (Q.S. Al-Baqarah: 184).

Dari ayat tersebut, tercantum bahwa orang sakit atau sedang dalam perjalanan bisa tidak berpuasa. Asalkan ia wajib membayar utang berupa puasa qadha di luar bulan Ramadhan. Jika tidak mampu, mereka harus memberi makan orang miskin.

Bagaimana dengan ibu hamil dan menyusui? Sebagian ulama berpendapat ayat itu bisa menjadi dalil keringanan puasa untuk ibu hamil.

Baca juga: Apakah Menangis Membatalkan Puasa? Simak Penjelasannya

Ibu Hamil Tidak Berpuasa Menurut Medis

Saat kita berpendapat ibu hamil dan menyusui sebaiknya tidak berpuasa, setidaknya ini tidak benar-benar salah. Pasalnya, pengetahuan sains dan medis ikut mendukung pendapat ini.

Pada dasarnya, ibu hamil dan menyusui membutuhkan gizi dan kalori lebih banyak dari biasanya. Bagi ibu hamil, kenaikan kebutuhan itu dipicu dengan kebutuhan gizi bagi sang janin demi perkembangannya di hamil.

Sementara bagi ibu menyusui, mereka membutuhkan nutrisi lebih banyak demi ASI yang berkualitas untuk Si Kecil. Kedua alasan ini menjadi pemicu agar ibu hamil dan menyusui tidak berpuasa.

Umumnya, ibu hamil membutuhkan kurang lebih 2200-2300 kalori per hari, sementara ibu menyusui membutuhkan 2200-2600 kalori per hari. Peningkatan kalori bagi ibu menyusui terpicu oleh kebutuhan energi ekstra setelah persalinan dan produksi ASI.

Apabila tidak mencapai kebutuhan kalori minimal, ibu hamil bisa saja mengalami hipoglikemia atau kekurangan kadar gula darah pada tubuh. Kondisi ini akan berdampak bagi sang janin. Apalagi saat harus berpuasa selama 12 jam.

Terlebih, kurangnya gizi berupa vitamin dan mineral bagi ibu hamil juga akan membahayakan janin di rahim. Hal ini sekaligus menurunkan daya tahan tubuh yang memicu kesulitan dalam menjaga kesehatan.

Inilah mengapa banyak yang bertanya tentang keringanan puasa untuk ibu hamil. Tidak heran beberapa dari ibu hamil cukup resah jika mereka masih harus berpuasa saat Ramadan. Selanjutnya, kita bahas bagaimana hukumnya menurut ulama.

Pendapat Ulama dan Dalil Keringanan Puasa untuk Ibu Hamil

Bagaimana pendapat ulama tentang hukum puasa untuk ibu hamil dan menyusui? Jawabannya bermacam-macam. Bahkan, mereka masih berbeda pendapat tentang permasalahan ini.

Jika melihat kembali pembahasan surat Al Baqarah ayat 184, para ulama berpendapat ibu hamil termasuk tergolong yang tidak wajib berpuasa. Terdapat sebuah dalil dari hadits yang memperkuat pendapat tersebut.

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

Artinya:

“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui.” (HR. Ahmad).

Kutipan hadits tersebut bisa menjadi dalil ibu hamil boleh tidak berpuasa. Tercantum bahwa musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan, wanita hamil dan menyusui boleh tidak menjalankannya.

Hukum menggantinya dengan qadha atau fidyah masih menjadi pertanyaan. Para ulama juga memperdebatkan soal ini dengan berbeda pendapat. Umumnya, terdapat tiga pendapat sebagai berikut:

1. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibu hamil dan menyusui hanya wajib menggantinya dengan qadha. Beliau memberi pendapat ini berdasarkan perkataan Ali bin Abi Thalib.

2. Imam Syafi’I dan Imam Ahmad sepakat bahwa ibu hamil wajib meng-qadha jika khawatir dengan kondisinya. Jika khawatir terhadap sang janin, ia harus meng-qadha atau memberi makan orang miskin setiap hari sebagai utang tidak berpuasa.

3. Ibnu Abbas memberi pendapat ibu hamil dan menyusui hanya harus memberi makan pada orang miskin tanpa meng-qadha.

Berdasarkan ketiga pendapat itu dari dalil keringanan puasa untuk ibu hamil, ada dua pilihan. Ibu hamil bisa menunaikan ibadah puasa qadha selama beberapa hari saat tidak berpuasa Ramadhan. Alternatifnya, mereka bisa memberi makan orang miskin.

Apakah Ibu Hamil Masih Bisa Puasa?

Setelah mengetahui hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui, kita pasti terpikir sebuah pertanyaan. Apakah ibu hamil masih bisa menjalankan ibadah puasa? Jawabannya tergantung kondisi kesehatan dan kehamilannya.

Jika tetap ingin menjalankan ibadah puasa, ibu hamil harus tetap memenuhi gizi yang tinggi. Saat sahur dan buka puasa, menu biasa bisa diganti dengan makanan kandungan kalori, protein, vitamin, dan mineral lebih banyak dan efektif.

Misalnya saat berbuka puasa, ibu hamil bisa membuat menu makanan dan minuman mengandung susu, kurma, buah-buahan segar, dan madu. Kurma terkenal memiliki kalori tinggi yang tidak membuat kenyang.

Selain itu, pilihlah daging hewani yang berprotein tinggi dan rendah lemak. Daging memiliki kalori dan tinggi yang bisa membuat tidak terasa lapar lebih cepat. Ini membantu ibu hamil dalam menjalankan ibadah puasa selama 12-13 jam.

Jika kondisi ibu hamil lemas, mual, dan pusing, sebaiknya segera berbuka dan jangan tunggu hingga maghrib. Kondisi tersebut menjadi gejala hipoglikemia yang dipicu kekurangan nutrisi. Lebih tepatnya, ini ikut membahayakan janin.

Ibu hamil yang mengalami kondisi fisik yang kurang memungkinkan, seperti mengalami lesu, mual, dan muntah, sebaiknya tidak berpuasa. Pasalnya, hal ini bisa memperparah kondisi fisiknya.

Apabila usia kandungan sudah mencapai enam bulan ke atas, alangkah baiknya ibu hamil tidak berpuasa. Oleh sebab itu, Hormon insulin janin sudah mulai bekerja, sehingga ibu hamil membutuhkan lebih banyak nutrisi.

Berdasarkan dalil keringanan puasa untuk ibu hamil yang sudah dibahas, tidak ada salahnya ibu hamil dan menyusui tidak berpuasa. Tapi jika tetap ingin menjalankannya, semua tergantung kondisi fisik masing-masing asalkan tidak membahayakan.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment