Kaidah Jual Beli yang Mendukung Maksiat, Haram Hukumya!

Jual beli dalam Islam bukan hanya sekadar transaksi ekonomi, melainkan juga sebuah aktivitas yang diatur oleh kaidah etika dan keadilan. Lantas, bagaimana yang terjadi jika kaidah jual beli yang mendukung maksiat?

Hal ini tentunya sangat bertentangan dalam prinsip Islam yang sesungguhnya.

Karena pada dasarnya, kaidah jual beli dalam Islam mencerminkan tuntunan agama untuk menjalankan kehidupan ekonomi dengan harapan mendapatkan ridha Allah.

Larangan Mendukung Maksiat

Maksiat menjadi salah satu aspek yang sangat dihindari dalam ajaran Islam. Hal ini karena Islam mengajarkan kesucian dan kebaikan serta menetapkan larangan-larangan yang jelas untuk mencegah tindakan yang mendukung maksiat.

Terlebih lagi jika kita saling tolong-menolong dalam melakukan perbuatan maksiat. Tentunya hal ini melanggar kaidah sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Allah SWT juga telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2 dengan bunyi:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحِلُّوا۟ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهْرَ ٱلْحَرَامَ وَلَا ٱلْهَدْىَ وَلَا ٱلْقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلْبَيْتَ ٱلْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَٰنًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَٱصْطَادُوا۟ ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا۟ ۘ وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Yā ayyuhallażīna āmanụ lā tuḥillụ sya’ā`irallāhi wa lasy-syahral-ḥarāma wa lal-hadya wa lal-qalā`ida wa lā āmmīnal-baital-ḥarāma yabtagụna faḍlam mir rabbihim wa riḍwānā, wa iżā ḥalaltum faṣṭādụ, wa lā yajrimannakum syana`ānu qaumin an ṣaddụkum ‘anil-masjidil-ḥarāmi an ta’tadụ, wa ta’āwanụ ‘alal-birri wat-taqwā wa lā ta’āwanụ ‘alal-iṡmi wal-‘udwāni wattaqullāh, innallāha syadīdul-‘iqāb.

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2).

Kaidah Jual Beli yang Mendukung Maksiat

Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita sering menjumpai tindakan jual beli yang mendukung maksiat. Bahkan, tanpa kita sadari melakukan hal tersebut. Tentunya ini menjadikan diri kita sebagai orang yang merugi.

Berikut ini beberapa contoh kaidah dari tindakan jual beli yang mendukung maksiat:

1. Mubasyarah Maqshudah

Kaidah jual beli yang mendukung maksiat ini memiliki makna sebagai jual beli barang maksiat dan ditujukkan untuk tujuan melakukan maksiat. Hal ini karena Mubasyarah memiliki artian “barang maksiat” dan Maqshudah “ditunjukkan untuk maksiat.”

Sederhananya adalah ketika seseorang membeli khamr dan digunakan oleh pecandu untuk minuman dan bermabuk-mabukan. Hal ini jelas dalam kaidah jual beli termasuk ke dalam hukum haram.

Baca juga: Doa Kejatuhan Cicak, dan Pandangan Hukumnya dalam Islam

2. Mubasyarah Ghairu Maqshudah

Kaidah selanjutnya yang mendukung maksiat dalam konsep jual beli adalah Mubasyarah Ghairu Maqshudah. Mubasyarah dengan artian “barang maksiat”, Ghairu Maqshudah memiliki artian “tidak diketahui kegunaannya dalam hal mubah”.

Pada kaidah ini menjelaskan bahwa jual beli yang dilarang dan termasuk dalam maksiat adalah barang maksiat, tetapi tidak diketahui kegunaannya untuk hal mubah.

Contohnya, yakni apabila seseorang membeli khamar, tetapi bukan dia yang meminum hal tersebut, melainkan untuk orang lain. Tentunya ini dilarang dalam prinsip Islam karena mendukung maksiat.

3. Maqshudah Ghairu Mubasyarah

Dalam konteks ini menjelaskan tentang kaidah yang ditujukkan untuk maksiat tetapi tidak langsung barang haram. Sederhananya adalah ketika memberi uang kepada seorang dan ia tahu seseorang tersebut akan menggunakannya untuk berjudi.

Tidak hanya untuk perbuatan berjudi, tetapi hal ini juga berlaku untuk perbuatan maksiat lainnya seperti khamr, zina dan lain sebagainya. Prinsip ini tentunya termasuk ke dalam hukum yang haram untuk tolong menolong.

4. Ghairu Mubasyarah wa laa Maqshuudah

Pada kaidah ini memiliki artian sebagai tidak langsung dan tidak ditujukan untuk maksiat. Pada dasarnya, kita tidak tahu apa yang selanjutnya diperbuat oleh pembeli setelah melakukan transaksi jual beli dengan penjual.

Contohnya, yakni ketika seorang pembeli melakukan akad dengan penjual pisau. Hal ini karena kita tidak mengetahui tujuan dari apakah barang tersebut digunakan untuk perbuatan yang mubah atau yang haram.

Pada bagian kaidah jual beli yang mendukung maksiat ini memiliki hukum yang dibolehkan. Karena pada dasarnya, kita tidak mengetahui tujuan dari orang dalam membeli barang tersebut dan digunakan untuk apa.

Hakikatnya, kaidah jual beli yang mendukung maksiat memiliki hukum yang tidak sah dan termasuk perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Tapi, terdapat beberapa ketentuan yang menjadikan kaidah ini menjadi hukum yang diperbolehkan.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment