Hari Baik untuk Beli Barang Menurut Islam? Syirik?

Masih banyak di antara masyarakat yang mempercayai peruntungan dan pemilihan hari. Bahkan, tidak jarang ada yang bertanya mengenai hari baik untuk beli barang menurut Islam.

Berbagai tradisi mengenal adanya hari baik dan hari sial. Adapun arti dari hari baik yaitu hari yang dipercaya membawa keberuntungan.

Sebaliknya, hari sial adalah hari yang dipercaya akan membawa kesialan.

Hari Baik untuk Beli Barang Menurut Islam

Meskipun jaman sudah modern, rupanya tidak sedikit di antara masyarakat sekarang yang masih percaya adanya hari baik dan hari sial.

Salah satu contohnya yaitu meramal peruntungan hari baik menggunakan hitungan weton (neptu). Weton mengacu pada hari kelahiran seseorang.

Menurut primbon Jawa, weton merupakan pertimbangan utama untuk meramalkan watak seseorang. Selain itu, weton juga bisa digunakan untuk meramal peruntungan lainnya, seperti rejeki dan jodoh.

Bahkan, weton juga digunakan untuk perhitungan hari baik untuk mengadakan acara, seperti pernikahan. Bukan hanya dalam tradisi Jawa, ramalan peruntungan dan pemilihan hari baik juga ada dalam tradisi daerah lain di Indonesia.

Namun, sebagai muslim kita sebaiknya tidak serta merta mempercayai hal yang demikian dan meninjau kembali hukumnya menurut syariat.

Islam mengajarkan bahwa semua hari merupakan hari baik. Sehingga tidak ada yang namanya hari baik maupun hari sial tertentu.

Jadi, tidak perlu mempercayai ramalan maupun perhitungan untuk memilih hari untuk melangsungkan acara penting. Kita juga tidak perlu mencari hari baik untuk beli barang menurut Islam.

Terlebih lagi, hal-hal seperti ramalan dan peruntungan dilarang dalam Islam. Sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ

Artinya:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.” (QS. Al-Maidah: 3)

Ayat tersebut menceritakan kebiasaan orang Jahiliyah yang mengadakan pengundian ketika hendak mengadakan hajatan.

Mereka mengundi peruntungan menggunakan tiga batang anak panah. Satu anak panah bertuliskan anjuran melakukan hajatan, satu lagi bertuliskan larangan. Sementara, satu anak panah tidak memiliki tulisan.

Orang Jahiliyah akan memutuskan pelaksanaan hajatan berdasarkan anak panah yang keluar. Apabila yang keluar tidak memiliki tulisan, maka undian akan diulang.

Baca juga: Apakah Mimpi Basah Membatalkan Puasa? Ini Kata Ulama

Hukum Mempercayai Hari Baik dan Hari Sial

Kepercayaan tentang hari baik dan sial sudah ada sejak masa Jahiliyah. Namun, mempercayai hal tersebut merupakan bentuk khurafat (percaya dengan cerita rekaan atau dongen).

Islam mengajarkan bahwa semua hari itu baik. Jadi, tidak ada yang namanya hari sial. Umat muslim juga dilarang mempercayai adanya hari baik dan sial karena keyakinan tersebut menyimpang dari ajaran Islam.

Melansir dari Konsultasi Syariah, keyakinan terhadap adanya hari sial mengandung sejumlah penyimpangan terhadap akidah Islam, di antaranya termasuk thiyarah, mencela waktu, dan termasuk dalam perdukunan serta ramalan.

Arti dari thiyarah adalah merasa sial karena pertanda yang dilihat atau didengar. Hal ini termasuk ketika kita menganggap hari tertentu sebagai hari sial.

Tindakan thiyarah termasuk bentuk kesyirikan, sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW,

الطِّيَرَةُ شِركٌ ، الطِّيَرَةُ شِركٌ ، الطِّيَرَةُ شِركٌ ، وما منا إلا ، ولكنَّ اللهَ يُذهِبُه بالتَّوَكُّلِ

Artinya:

“Thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan, thiyarah adalah kesyirikan. Dan setiap kita pasti pernah mengalaminya. Namun Allah hilangkan itu dengan memberikan tawakal (dalam hati)” (HR. Abu Daud no. 3910).

Lebih lanjut lagi, menganggap hari tertentu sebagai hari sial termasuk tindakan mencela waktu. Padahal jelas terdapat larangan untuk melakukannya karena yang mengatur dan menguasai waktu adalah Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda,

لا تسبوا الدهر، فإن الله عز وجل قال: أنا الدهر: الأيام والليالي لي أجددها وأبليها وآتي بملوك بعد ملوك

Artinya:

“Jangan mencela ad-dahr (waktu), karena Allah ‘azza wa jalla berfirman: Aku adalah ad-dahr, siang dan malam adalah kepunyaan-Ku, Aku yang memperbaharuinya dan membuatnya usang. Dan Aku pula yang mendatangkan para raja yang saling bergantian berkuasa” (HR. Ahmad no.22605).

Selain itu, keyakinan hari baik dan hari sial berlandaskan pada ramalan. Padahal mempercayai perdukunan dan ramalan merupakan bentuk kekufuran.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut,

مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Artinya:

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau mendatangi tukang ramal, kemudian ia membenarkannya, maka ia telah kufur pada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad” (HR. Ahmad no. 9536).

Segala sesuatu yang terjadi baik itu keberuntungan maupun musibah datangnya dari Allah SWT. Maka adalah salah besar jika kita bergantung pada peruntungan berdasarkan hari baik dan hari sial,

Hal tersebut telah ditegaskan dalam dalam firman Allah SWT,

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Artinya:

“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan” (QS. An-Naml: 65).

Oleh karena itu, sikap yang tepat bagi orang muslim adalah bertawakal kepada Allah SWT. Dalam berbagai hal yang kita lakukan, pastikan untuk membarengi dengan doa.

Kita dianjurkan untuk melakukan upaya semaksimal mungkin dan berserah diri hanya kepada Allah SWT.

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya:

“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3).

Demikianlah pemaparan mengenai hari baik dan hari sial. Sudah jelas bahwa tidak ada hari baik untuk beli barang menurut Islam. Apabila merasa gelisah, maka tindakan yang benar adalah berdoa kepada Allah SWT memohon kebaikan.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment