Begini Hukum Memakai Softlens dalam Islam

Penggunaan softlens atau lensa kontak sudah bukan lagi hal asing. Sayangnya, meskipun banyak yang menggunakan, belum tentu semuanya mengetahui hukum memakai softlens dalam Islam.

Padahal, sering kali softlens tetap terpasang selama sedang menjalankan ibadah, seperti puasa dan shalat.

Mari simak lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana hukumnya

Sekilas tentang Softlens

Softlens adalah alat berupa lensa bening yang dipasang pada kornea mata. Biasanya, softlens terbuat dari bahan plastik atau silicone hydrogel yang mengandung air.

Tujuan pemakaiannya adalah untuk membantu penglihatan pada orang yang mengalami kondisi mata minus, cylinder, keratoconus, dan sebagainya. Softlens berfungsi sebagai pengganti kacamata.

Penggunannya makin populer karena menawarkan nilai estetika yang lebih. Pasalnya, memakai softlens tidak akan menutupi atau berpengaruh pada penampilan wajah.

Seiring perkembangannya, softlens juga banyak digunakan dalam bidang kecantikan, yaitu untuk menambah kecantikan mata.

Biasanya, softlens untuk kecantikan memiliki berbagai warna untuk meningkatkan daya tarik, seperti warna almond, hijau, biru, dan banyak lagi. 

Hukum Memakai Softlens dalam Islam

Popularitas penggunaan softlens juga menjalar ke kaum muslim. Banyak yang memakainya untuk tujuan meningkatkan kualitas penglihatan. Namun, banyak pula yang memakainya untuk menambah daya tarik penampilan.

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum memakai softlens dalam Islam.

Melansir dari laman NU Online, terkait penggunaan softlens sebagai barang yang ditempelkan pada anggota tubuh, hukumnya adalah mubah atau boleh.

Syaratnya tidak terdapat hal yang menyatakan haram. Misalnya bahan dasarnya berupa sesuatu yang haram.

Hal tersebut berlandaskan pada hadits berikut:

ما أحل الله فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئا

Artinya:

“Apa saja yang Allah halalkan dalam Al-Quran, maka itu halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka itu haram; sedang apa yang Ia diamkan, maka dibolehkan (dimaafkan). Oleh karena itu terimalah pengampunan dari Allah, sebab sesungguhnya Allah tidak akan lupa sedikitpun. Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa.” (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).

Baca juga: Jelaskan Perbedaan Rukun dan Wajib Haji? Yuk Simak

Berhubung softlens tidak bertujuan mengubah ciptaan Allah secara permanen, maka pemakaiannya boleh. Terlebih lagi, karena tujuannya untuk meningkatkan penglihatan (memperbaiki).

Pendapat ini sesuai dengan Tarfsir Al-Qurthubi:

الْمَنْهِيُّ عَنْهُ إِنَّمَا هُوَ فِيمَا يَكُونُ بَاقِيًا، لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى، فَأَمَّا مالا يَكُونُ بَاقِيًا كَالْكُحْلِ وَالتَّزَيُّنِ بِهِ لِلنِّسَاءِ فَقَدْ أَجَازَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ مَالِكٌ وَغَيْرُهُ

Artinya:

“Larangan dalam [mengubah] hanyalah yang bersifat selamanya karena termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah. Adapun yang bersifat temporal, seperti celak dan hiasan bagi manusia, para ulama termasuk Imam Malik dan lain-lain membolehkannya.” (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, [Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964], jilid V, hal. 393).

Namun, hukum diperbolehkannya memakai softlens adalah demi kemaslahatan dan kebaikan. Sedangkan jika pemakaiannya untuk tujuan kecantikan, masih terdapat beberapa pendapat yang berbeda.

Berikut beberapa pandangan mengenai hukum memakai softlens dalam Islam berdasarkan tujuan pemakaiannya:

1. Untuk Pengobatan

Perkara ini telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penggunaan softlens untuk membantu penglihatan hukumnya mubah.

Sebagaimana pendapat Thahir bin ‘Asyur:

وَلَيْسَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ التَّصَرُّفُ فِي الْمَخْلُوقَاتِ بِمَا أَذِنَ اللَّهُ فِيهِ وَلَا مَا يَدْخُلُ فِي مَعْنَى الْحُسْنِ فَإِنَّ الْخِتَانَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ وَلَكِنَّهُ لِفَوَائِدَ صِحِّيَّةٍ، وَكَذَلِكَ حَلْقُ الشَّعْرِ لِفَائِدَةِ دَفْعِ بَعْضِ الْأَضْرَارِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ لِفَائِدَةِ تَيْسِيرِ الْعَمَلِ بِالْأَيْدِي، وَكَذَلِكَ ثَقْبُ الْآذَانِ لِلنِّسَاءِ لِوَضْعِ الْأَقْرَاطِ وَالتَّزَيُّنِ.

Artinya:

“Tindakan pada ciptaan Allah yang diizinkan juga yang ditujukan untuk kebaikan tidak termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah. Praktik sunat merupakan pengubahan terhadap ciptaan Allah, namun membawa manfaat bagi kesehatan, begitu pula mencukur rambut untuk kepentingan menangkal penyakit, memotong kuku untuk kepentingan memperlancar pekerjaan yang melibatkan tangan, dan juga tindik telinga perempuan untuk dipakaikan anting dan berhias.” (Muhammad Thahir bin ‘Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, [Tunis, al-Dar al-Tunisiyah lil Nasyr, 1984]. Jilid V, hal. 205).

2. Untuk Menambah Daya Tarik

Apabila tujuannya untuk meningkatkan nilai estetik penampilan, maka pemakaian softlens hukumnya seperti perhiasan.

Al-Qur’an telah menjelaskan mengenai hukum memakai perhiasan yang diperbolehkan apabila dilakukan bagi menyenangkan suami.

Namun, jika digunakan untuk tujuan lain, maka hukumnya dapat berbeda. Pemakaian perhiasan tidak dianjurkan apabila berisiko menimbulkan fitnah.

Selain itu, disyaratkan pemakaian perhiasan tidak menimbulkan bahaya (misalnya alergi) atau menyebabkan penipuan dan kebohongan.

Syarat ini berlandaskan pada larangan menggunakan rambut palsu yang ditegaskan oleh Rasulullah.

“Dari Abu Hurairah RA. dari Rasulullah SAW, Beliau bersabda: Allah melaknat orang yang menyambung rambutnya dan yang minta disambung rambutnya dan melaknat orang yang mentato dan yang minta ditato” (HR. al-Bukhari nomor 5477).

3. Untuk Menyerupai Kaum Lain                                                           

Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.“ (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Berlandaskan hadits tersebut, maka penggunaan softlens yang disebabkan oleh keinginan untuk tampil seperti kaum tertentu tidak diperbolehkan. Sebagai contoh, memakai softlens biru agar terlihat seperti bule.

Terlebih lagi, apabila ditambah dengan gaya khas bule, seperti berpakaian terbuka.

4. Dilakukan dengan Niat yang Salah

Maksud niat yang salah yaitu niatan yang tercela, seperti takabur, sombong, ingin pamer, dan sebagainya.

Mengenakan pakaian maupun barang dengan niat menampakkan atau memamerkan hukumnya dilarang. Sebagaimana tertuang dalam hadits berikut:

“Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (Abu Daud II/172; Ibnu Majah II/278-279).

Maksud syuhrah adalah menampakkan sesuatu dengan tujuan supaya yang dikenakan menjadi terkenal di antara manusia dengan warna yang berbeda. Maka, kemudian orang-orang akan memperhatikan dan pemakai menjadi sombong.

5. Tidak Mendatangkan Bahaya

Kita hendaknya mengutamakan faktor keamanan sebelum menggunakan barang. Hal ini juga berlaku dalam pemakaian softlens.

Pastikan untuk membeli di tempat yang terpercaya sehingga mendapatkan barang berkualitas yang aman bagi kesehatan mata. Selama pemakaian, kita juga wajib memperhatikan untuk menjaga kebersihan.

Hukum Memakai Softlens Saat Puasa

Sebagaimana kita ketahui, saat menjalankan ibadah puasa, kita harus mencegah masuknya benda asing melalui lubang-lubang tubuh.

Namun, mata tidak termasuk sebagai lubang tubuh yang perlu dijaga selama berpuasa. Adapun lubang yang wajib dijaga meliputi mulut, hidung, telinga, dan dua lubang kemaluan.

Hal tersebut diperkuat oleh pendapat dari Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki:

يفطر الصائم مما يدخل إلى جوفه من منفذ كفمه وأنفه ولذا كرهت المبالغة في المضمضة والاستنشاق للصائم أما العين فإنها ليست بمنفذ معتاد ولهذا فلو اكتحل الصائم لا يكون مفطرا 

Artinya:

“Puasa seseorang menjadi batal karena sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya melalui lubang seperti mulut dan hidung. Oleh karena itu, hukum tindakan berlebihan dalam berkumur dan menghirup air ke dalam hidung makruh bagi orang yang berpuasa. Sedangkan mata bukan lubang yang lazim. Oleh karenanya, tindakan bercelak oleh orang yang berpuasa tidak membatalkan puasanya.’” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 303).

Demikian pembahasan kita mengenai hukum memakai softlens dalam Islam. Setelah memahami hukumnya, semoga kita dapat melaksanakan sesuai ajaran syariat.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment