Apa Itu Maulid Nabi: Pengertian, Sejarah dan Keutamaannya

Apa itu maulid Nabi? Sebagian muslim mungkin akrab sekali dengan istilah satu ini. Dalam penanggalan Islam, salah satu di antara bulannya adalah bulan istimewa di mana Rasulullah SAW dilahirkan di kota Mekkah. Tepatnya pada 12 Rabiul Awal.

Apabila ditanya, apa yang identik dari bulan Rabiul Awal maka sebagian muslim dipastikan menjawab Maulid Nabi. Saking identiknya, Bulan Rabiul Awal sering dinamai dengan bulan Maulid oleh umat Muslim di Indonesia.

Lantas, apa itu Maulid Nabi? Apakah hanya sekadar peringatan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW? Untuk lebih jelasnya. Mari simak uraian lengkapnya di bawah ini.

Apa Itu Maulid Nabi?

Sebelum membahas mengenai sejarah dan keutamaannya, akan lebih baik jika lebih mengenal apa itu Maulid Nabi sebenarnya.

Menilik secara bahasa, Maulid Nabi atau dalam bahasa Arab : لد النبي‎, Mawlid an-Nabī, diartikan sebagai sebuah peringatan hari lahir dari Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan tahun hijriyah.

Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Peringatan Maulid Nabi ini sudah ada jauh sebelum Nabi Muhammad SAW wafat.

Bagi umat Muslim, peringatan Maulid Nabi ini merupakan sebuah penghormatan dan pengingat akan kebesaran serta keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan kebenaran dan risalah Allah SWT tanpa keraguan dan ketakutan sedikit pun akan siksa di dunia.

Meski demikian, hingga saat ini masih ada beberapa pendapat pro dan kontra mengenai peringatan Maulid Nabi. Beberapa ulama lain menganggap bahwa hal ini hanya berupa tradisi Bid’ah dan mempertanyakan apa itu Maulid Nabi. Dan sebagian lainnya tidak menganggapnya Bid’ah.

Perlu diketahui bahwasannya, memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, termasuk perkara yang membesarkan dan memuliakan Rasulullah SAW.

Bagi setiap muslim yang merayakan dan memperingatinya akan diberikan kenikmatan dunia dan akhirat. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam salah satu suratnya, yakni:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ -١٥٧

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.** Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang beruntung.” (Q.S. al-A’raf: 157).

Terdapat satu kisah yang menjadi salah satu yang bisa dipetik hikmah di dalamnya dan menjawab apa itu Maulid Nabi bagi seorang Muslim, yakni kisah Abu Lahab yang diringankan siksanya meski ia terkutuk dan kekal di neraka, setiap setiap hari Senin karena bergembira dan senang sewaktu mendengar kelahiran Nabi Muhammad.

Ketika Abu Lahab yang kafir dan dengan jelas Al-Qur’an mencelanya saja mendapatkan keringanan siksa lantaran ungkapan kegembiaraannya atas skelahiran Rasulullah. Lantas, bagaimana dengan seorang Muslim yang bergembira memperingati kelahiran Rasulullah SAW ?

Oleh sebab itu, sebagai umat Muhammad sudah seharusnya bergembira, serta mengenal apa itu Maulid Nabi, dan turut serta memperingati kehadiran manusia agung sebaik-baik utusan Allah agar kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat.

Kebolehan memperingati Maulid Nabi memiliki argumentasi syar’i yang kuat. Seperti Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya.

Beliau berpuasa setiap hari senin untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.

 عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ” : فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ .” رواه مسلم

“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim)

Dari penjelasan di atas, kita mendapatkan jawaban dari pertanyaan apa itu Maulid Nabi. Maulid Nabi merupakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk syukur dan kegembiraan atas kehadiran manusia agung sebaik-baik utusan Allah agar kelak mendapatkan syafaatnya di akhirat.

Baca juga: Ini Dia Syarat Nikah di KUA Terbaru, Apa Saja?

Sejarah Maulid Nabi

Setelah memahami dengan benar mengenai apa itu Maulid Nabi dan kebolehannya. Kita akan membahas mengenai sejarah singkat lahirnya hari ini sebagai bentuk kegembiraan hadirnya Rasulullah SAW di dunia.

Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan pada awal abad ke 7 H, oleh Raja Irbil (Raja yang berasal dari Irak), bernama Muzhaffarudn Al-Kaukabri.

Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil (wilayah Irak sekarang), bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 Hijriyah. Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:

Ibn Katsir dalam Kitab Tarikh menjelaskan bahwa Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal secara besar-besaran. Beliau adalah orayberani, alim dan seorang yang adil.

Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya serta seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya.

Tiga hari sebelum pelaksanaan Maulid Nabi, beliau telah melakukan berbagai persiapan. Beliau membeli ribuan kambing dan unta yang kemudian di sembelih untuk dijadikan hidangan untuk para hadirin yang akan hadir dalam peringatan perayaan Maulid Nabi.

Segenap ulama saat itu menyetujui dan turut membenarkan apa yang dilakukan oleh Sultan Al Muzhaffar tersbeut. Mereka semua sepakat dan menganggap Maulid Nabi adalah hal yang baik, dan tidak masalah untuk dilakukan.

Dalam kitab Wafayat Al-A’yan Ibnu Khallikan menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah sedang melakukan perjalanan dari Maroko menuju Syam dan ke Irak. Ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijriah, dia bertemu dengan Sultan Al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut memiliki perhatian yang besar terhadap peringatan Maulid Nabi.

Oleh karena itu, Al-Hafizh Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “Al-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir An-Nadzir” lalu karya ini kemudian dijadikan hadiah untuk Sultan Al-Muzhaffar.

Semenjak perayaan pertama kali yang digelar pada zaman Sultan Al Muzhaffar, selepas masa itu hingga saat ini para ulama telah menganggap bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan sesuatu hal yang baik untuk dilakukan.

Para ulama terkemuka dan Huffazh Al-Hadits telah menyatakan demikian, bahkan Al-Imam Al-Suyuthi menulis karya khusus tentang Maulid yang berjudul “Husn Al-Maqsid Fi Amal Al-Maulid”.

Sebab itulah peringatan Maulid Nabi, yang biasa diperingati pada bulan Rabiul Awal menjadi sebuah tradisi untuk umat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa serta dalam setiap generasi ke generasi. Bahkan hingga saat ini, tradisi ini turut dijelaskan secara turun temurun, baik apa itu Maulid Nabi dan sejarah timbulnya hal ini.

Para ahli sejarah, seperti, Al-Hafizh Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi, Ibn Khallikan, Sibth Ibn Al-Jauzi, Ibn Kathir dan yang lainnya telah sepakat bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar.

Meski demikian, ada pula pihak yang menyatakan bahwa Sulatan Salahuddin Al-Ayyubi merupakan orang yang pertama kali mengadakan peringatan Maulid Nabi.

Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,

صَلَاحِ الدِّينِ الَّذِي فَتَحَ مِصْرَ ؛ فَأَزَالَ عَنْهَا دَعْوَةَ العبيديين مِنْ الْقَرَامِطَةِ الْبَاطِنِيَّةِ وَأَظْهَرَ فِيهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ

Artinya: “Sholahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala itu.”[2]

Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,

فَتَحَهَا مُلُوكُ السُّنَّة مِثْلُ صَلَاحِ الدِّينِ وَظَهَرَتْ فِيهَا كَلِمَةُ السُّنَّةِ الْمُخَالِفَةُ لِلرَّافِضَةِ ثُمَّ صَارَ الْعِلْمُ وَالسُّنَّةُ يَكْثُرُ بِهَا وَيَظْهَرُ

Artinya: “Negeri Mesir kemudian ditaklukkan oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Dia yang menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran Rafidhah (Syi’ah). Pada masa dia, akhirnya ilmu dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin terbesar luas.”

Sultan Salahuddin kala itu mengadakan peringatan Maulid Nabi guna membangkitkan semangat umat Islam yang telah padam agar bisa kembali berjihad dan semangat dalam membela Islam pada Perang Salib.

Akan tetapi, ide yang diberikan oleh Salahuddin ditentang oleh beberapa ulama, para ulama memeprtanyakan apa itu Maulid Nabi, sebab dari zaman Nabi peringatan tersebut tidak pernah ada. Lagi pula hari raya umat Islam secara resmi menurut ajaran agama hanya dua yakni idul fitri dan idul Adha.

Akan tetapi, Salahuddin menjelaskan bahwa peringatan Maulid Nabi hanyalah sebuah kegiatan yang dapat menyemarakkan dalam menyiarkan agama, bukan perayaan yang memiliki sifat ritual, sehingga tidak bisa dkategorikan bid’ah yang terlarang.

Ketika itu Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Baghdad, dan khalifah memberikan setuju dengan apa yang sudah disampaikan Salahuddin terkait dengan peringatan Maulid Nabi.

Oleh karena itu, ketika ibadah haji pada bulan Dzulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai pemimpin Haramain memberikan instruksi kepada seluruh jemaah haji, apabila mereka kembali ke kampung halaman masing-masing dengan segera untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat Islam di mana pun berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal ditetapkan sebagai Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang dapat membangkitkan semangat umat Islam.

Dilain hal, telah disinggung sebelumnya. Bahwasannya salah satu kisah Abu Lahab yang siksaannya diperingan Allah SWT, sebab ia gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW. Cukup hal ini menjadi salah satu acuan dalam kebolehan memperingatinya dan menjelaskan apa itu Maulid Nabi bagi seorang Muslim.

Keutamaan Maulid Nabi

Setelah mengenal apa itu Maulid Nabi dan Sejarahnya, sebelum turut serta memperingatinya. Berikut terdapat beberapa keutamaan Maulid Nabi:

1. Ungkapan Kecintaan Kepada Nabi Muhammad

Peringatan Maulid Nabi memiliki keutamaan sebagai ungkapan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Ada banyak sekali keberkahan dalam memperingatinya.

Saking banyaknya keberkahan akan kegembiraan tersebut, dikisahkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhori, dikisahkan ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu lahab, paman nabi , menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang jabang bayi yang sangat mulia , Abu Lahab pun memerdekan Tsuwaibah sebagai tanda cinta dan kasih.

Dan karena kegembiraannya, kelak di hari kiamat siksa atas dirinya diringankan setiap hari senin tiba. Berikut adalah bunyi haditsnya:

فقد جاء في البخاري أنه يخفف عن أبي لهب كل يوم الإثنين بسبب عتقه لثويبة جاريته لما بشّرته بولادة المصطفى صلى الله عليه وسلم. وهذا الخبر رواه البخاري في الصحيح في كتاب النكاح معلقا ونقله الحافظ ابن حجر في الفتح. ورواه الإمام عبد الرزاق الصنعانيفي المصنف ج ٧ ص ٤٧٨

2. Meneguhkan Kembali Kecintaan kepada Beliau

Keutamaan dari memperingati Maulid Nabi selanjutnya yakni meneguhkan kembali kecintaan Nabi Muhammad SAW.

Bagi seorang Muslim, tentu kecintaan kepada Nabi adalah sebuah keharusan sebab hal ini akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Kecintaan kepada Rasulullah SAW harus di atas kecintaan seorang muslim pada dunia. Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits Bukhori Muslim,

لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين.

Artinya: “Tidak sempurna iman salah satu diantara kamu sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhori Muslim).

3. Menjadi Sahabat Abu Bakar di Surga.

Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu Anhu pernah berkata: “Barang siapa yang telah menggunakan dan membelanjakan uang emas atau satu dirham untuk memperingati Maulid Nabi, Kelak ketika berada di surga nanti dia akan menjadi temanku”.

Abu Bakar adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang paling setia dan merupakan pengikut Nabi Muhammad SAW pertama yang masuk ke dalam syurga.

4. Seolah-olah Ikut Menyaksikan Perang Badar Dan Hunain

Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallahu Anhu pernah berkata “Barang siapa yang telah membelanjakan satu dirham untuk mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW maka seolah-olah dia sedang ikut serta menyaksikan perang badar dan Hunain”.

5. Lebih Baik Daripada Memiliki Gunung Emas

Keutamaan lainnya yakni lebih baik daripada memiliki gunung emas atau lebih. Sebagaimana Iman Hasan Basri pernah berkata “Sungguh senang sekali apabila aku bisa memiliki emas sebesar gunung uhud dan  akan aku belanjakan untuk kepentingan memperingati Maulid Nabi”.

6. Kelak Dikumpulkan Bersama Rasulullah SAW

Imam Sirri as-saqoti pernah berkata “Barang siapa yang pergi ke suatu tempat yang sedang memperingati maulid nabi maka sesungguhnya dia telah pergi ke sebuah taman dari taman-taman surga karena cintanya terhadap Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW pun bersabda “Barang siapa yang mencintaiku maka dia akan bersamaku di dalam surga  serta didoakan malaikat dan dijauhkan dari hal buruk”.

7. Mendapatkan Rahmat Allah SWT

Keutamaan memperingati Maulid Nabi lainnya yakni mendapatkan rahmat Allah berupa taman surga dan dibangkitkan bersama-sama golongan orang yang jujur, mati syahid dan orang yang soleh.

Imam Sirri Saqathi Rahimahullah  berkata:

من قصد موضعا يقرأ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد قصد روضة من رياض الجنة لأنه ما قصد ذلك الموضع إلا لمحبة النبي صلى الله عليه وسلم : وقد قال صلى الله عليه وسلم: من أحبني كان معي في الجنة.

Artinya: “Barang siapa menyengaja (pergi) ke suatu tempat yang dalamnya terdapat pembacaan maulid nabi, maka sungguh ia telah menyengaja (pergi) ke sebuah taman dari taman-taman surga, karena ia menuju tempat tersebut melainkan kecintaannya kepada baginda rasul. Rosulullah bersabda:  barang siapa mencintaku, maka ia akan bersamaku di syurga.

Sedangkan Imam Syafi’i Rohimahullah berkata:

من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءته بعثه الله يوم القيامة مع الصادقين والشهداء والصالحين ، ويكون في جنات النعيم.

Artinya: “Barang siapa yang mengumpulkan saudara-saudara untuk memperingati Maulid nabi, kemudian menyediakan makanan, tempat, dan berbuat kebaikan untuk mereka serta ia menjadi sebab untuk atas dibacakannya maulid nabi, maka Allah akan membangkitkan dia bersama-sama orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Dan dia akan dimasukkan dalam syurga na’im.”

Demikian penjelasan mengenai apa itu Maulid Nabi, sejarah serta keutamaannya. Semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita semua ya!

 

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment