Bolehkah Mengikuti Lomba Sains dan Lomba Keagamaan Lalu Menerima Hadiah?

Bolehkah mengikuti lomba sains lalu menerima hadiah? Kita pernah melontarkan pertanyaan ini baik dalam hati atau secara langsung. Baik lomba sains atau keagamaan, apakah kita sebagai umat Muslim boleh mengikutinya?

Perlombaan menjadi bentuk kompetisi yang lazim bagi umat manusia. Dalam bahasa Arab, perlombaan bisa diartikan sebagai musabaqah. Kita sering sekali berlomba-lomba untuk menunjukkan kemampuan masing-masing demi hasil terbaik.

Dewasa ini, banyak sekali perlombaan yang disertai hadiah bagi sang pemenang. Hadiah itu bisa berupa piala, uang tunai, dan apapun yang bermanfaat, baik itu untuk mempelajari lebih lanjut tentang sains atau keagamaan.

Jadi bolehkah mengikuti lomba sains lalu menerima hadiah? Bolehkah kita pula mengikuti lomba keagamaan berhadiah? Kita patut tahu tentang hukumnya dalam Islam dan pembahasannya mungkin saja mengejutkan.

Definisi Perlombaan atau Musabaqah

Sebelum mengetahui hukum perlombaan dalam Islam, ada kalanya kita mengetahui makna musabaqah, kata Arab dari perlombaan. Berikut adalah arti musabaqah secara bahasa menurut as sabqu:

القُدْمةُ في الجَرْي وفي كل شيء

Artinya:

“Berusaha lebih dahulu dalam menjalani sesuatu atau dalam setiap hal” (Lisaanul Arab).

Berdasarkan penjelasan tersebut, perlombaan atau musabaqah berarti kegiatan berisi persaingan yang bertujuan menunjukkan usaha terbaik dari siapapun dalam sesuatu. Artinya, kita harus melakukan usaha terbaik kita demi bisa menang.

Jika kita melihat definisi dari KBBI, perlombaan bisa berarti sebuah kegiatan mengadu keterampilan, ketangkasan, kepandaian, dan lain-lain. Ini berarti perlombaan menjadi kompetisi di mana kita butuh menunjukkan keterampilan masing-masing sambil beradu.

Kita sudah tahu bagaimana agar bersiap untuk berkompetisi, terutama di lomba sains dan lomba keagamaan. Belajar dan berlatih, kedua cara itu bertujuan agar kita bisa melakukan yang terbaik dengan tujuan menang lomba itu.

Baca juga: Perbedaan Talak 1 2 3 dalam Islam, Pasutri Wajib Tau Ya!

Hukum Perlombaan dalam Islam

Saat kita mencari jawaban “bolehkah mengikuti lomba sains lalu menerima hadiah?”, hukum dasarnya dalam Islam patut kita ketahui. Kita sering menyaksikan bahwa perlombaan sebagai upaya bersaing dengan orang lain demi menjadi yang terbaik.

Pada dasarnya, kaidah Fiqih mengatakan hukum asal perkara perlombaan adalah mubah atau diperbolehkan. Jika hanya sekadar perlombaan, hukumnya boleh. Berikut adalah kutipan dari kaidah Fiqih tentang hukumnya:

الأصل في المعاملات الحِلُّ

Artinya:

“Hukum asal perkara muamalah adalah halal (boleh)”.

Sementara itu, para ulama secara umum mengidentikasi muasabaqah sebagai perlombaan demi melatih pesertanya dengan tujuan siap berjihad. Mengapa demikian? Alasannya terdapat pada perkataan Ibnu Taimiyah sebagai berikut:

لسباق بالخيل والرمي بالنبل ونحوه من آلات الحرب مما أمر الله به ورسوله مما يعين على الجهاد في سبيل الله

Artinya:

“Perlombaan kuda, melempar, memanah dan semisalnya merupakan alat-alat untuk berperang yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk membantu jihad fi sabilillah” (Al Mulakhas Al Fiqhi, 2/156).

Disyariatkannya lomba sebagai tujuan melatih umat Muslim dengan tujuan berlatih agar berjihad ternyata terdapat pada dalil Al-Qur’an dan hadits.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ

Artinya:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” (QS. Al-Anfal: 60).

سمعتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ، وهو على المنبرِ ، يقول وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ

Artinya:

“Aku mendengar Rasulullah SAW berkhutbah di atas mimbar. Tentang ayat ‘dan persiapkanlah bagi mereka al quwwah (kekuatan) yang kalian mampu‘. Rasulullah bersabda: ‘ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah keahlian menembak (sampai 3 kali)’” (HR. Muslim no. 1917).

Berdasarkan kedua dalil tersebut, contoh persiapan untuk berjihad adalah adu keahlian menembak. Hal ini menunjukkan perlombaan agar melatih untuk berjihad kelak seperti memanah dan berkuda menjadi anjuran menurut hukum asal perlombaan dalam Islam.

Hukum Perlombaan dengan Hadiah

Lantas bagaimana hukum perlombaan dengan hadiah? Apakah perlombaan dengan hadiah yang marak diikuti saat ini menjadi boleh bagi umat Muslim? Lalu bolehkah mengikuti lomba sains lalu menerima hadiah?

Kita sudah tahu bahwa hukum asal perlombaan menjadi apabila tujuannya untuk melatih demi melakukan jihad. Menurut mayoritas ulama, ternyata lomba berhadiah hanya dikhususkan tiga jenis lomba yang sudah masyru’ atau sesuai syariat sebagai berikut:

1. Berkuda

2. Menunggangi unta

3. Memanah

Mengapa hanya tiga jenis lomba tersebut yang boleh berhadiah? Berikut pembahasan para ulama berdasarkan dalil berikut:

لا سبَقَ إلا في نَصلٍ أو خفٍّ أو حافرٍ

Artinya:

“Tidak boleh ada perlombaan berhadiah, kecuali lomba memanah, berkuda, atau menunggang unta” (HR. Tirmidzi no. 1700, Abu Daud no. 2574, Ibnu Hibban no. 4690,

Berdasarkan hadits ini, para ulama sepakat bahwa ketiga jenis lomba itu boleh berhadiah bagi sang pemenang. Sementara untuk selain lomba yang sudah disebutkan sebelumnya, mereka justru berkata tidak diperbolehkan.

إِنْ كَانَتِ الْمُسَابَقَةُ بِجَائِزَةٍ فَقَدِ اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى مَشْرُوعِيَّتِهَا فِي الْخَيْل، وَالإبِل، وَالسَّهْمِ

Artinya:

“Jika lombanya berhadiah maka ulama sepakat ini disyariatkan dalam lomba berkuda, balap unta, dan memanah.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah , 15/80).

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ السِّبَاقُ بِعِوَضٍ إِلاَّ فِي النَّصْل وَالْخُفِّ وَالْحَافِرِ، وَبِهَذَا قَال الزُّهْرِيُّ

Artinya:

“Jumhur fuqaha berpendapat bahwa tidak diperbolehkan perlombaan dengan hadiah kecuali lomba menanah, berkuda dan balap unta. Ini juga pendapat dari Az Zuhri.” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah , 24/126).

Sekali lagi, ketiga jenis berlombaan ini memiliki tujuan untuk melatih keterampilan berperang bagi peserta. Mereka nantinya bisa memperjuangkan agama Allah saat perang kelak.

Demi menambah motivasi dan semangat untuk melatih keahlian tersebut, terdapat hadiah bagi pemenang. Maka, setiap peserta akan semakin ingin untuk mengasah keterampilan demi menjadi yang terbaik dalam kompetisi tersebut.

Bolehkah Mengikuti Lomba Sains Lalu Menerima Hadiah?

Jika perlombaan untuk memotivasi agar melatih keahlian untuk berperang menjadi mubah, bagaimana dengan lomba sains dan lomba keagamaan? Dari yang terlihat, keduanya tidak termasuk dalam tiga kategori lomba berdasarkan dalil hadits sebelumnya.

Kita pasti selalu teringat bahwa Islam mewajibkan kita untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Mencari ilmu menjadi kewajiban bagi kita sebagai seorang manusia sesuai perkataan Rasulullah SAW berikut ini:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya:

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah no. 224)

Rasulullah SAW juga telah bersabda bahwa menuntut ilmu menjadi cara agar dimudahkan untuk masuk surga. Pasalnya, ilmu yang bermanfaat bisa membantu kita agar selamat dari api neraka kelak.

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

Saat ini, kita mencari ilmu tidak sekadar belajar di sekolah, bisa jadi kita mempelajari berbagai banyak hal baik saat bekerja dan mengikuti pengajian. Kita bisa belajar ilmu sains, tetapi ilmu agama tetap menjadi kewajiban utama.

Berdasarkan kenyataan ini, tujuan lomba sains dan lomba keagamaan tidak jauh berbeda dari lomba untuk melatih kesiapan berjihad. Tujuannya tidak lain demi memotivasi kita semakin giat dalam mencari ilmu, baik itu sains dan keagamaan.

Oleh karena itu, masih bolehkah mengikuti lomba sains dan menerima hadiah? Menurut sumber yang kami dapatkan, perlombaan berhadiah seperti itu masih boleh diikuti umat Muslim.

Berikut adalah contoh perlombaan ilmu sains dan ilmu keagamaan yang bisa berhadiah:

1. Lomba hafalan Al-Qur’an

2. Lomba tilawah Al-Qur’an

3. Lomba hafalan hadits

4. Lomba pengetahuan seputar Islam

5. Lomba penelitian bidang agama Islam

6. Lomba membuat tulisan ilmiah seperti jurnal dalam dunia sains

Ketentuan Jenis Hadiah dalam Perlombaan

Kini, saatnya kita membahas asal hadiah perlombaan itu sendiri. Jawaban dari bolehkah mengikuti lomba sains dan menerima hadiah ikut bergantung dari asal usul hadiahnya.

Secara rinci, terdapat tiga jenis hadiah berdasarkan penyedianya. Pertama, berasal dari salah satu peserta lomba, penguasa di luar peserta lomba, dan seluruh peserta lomba:

1. Hadiah yang Berasal dari Salah Satu Peserta Lomba

Jenis hadiah lomba pertama berasal dari salah satu peserta lomba itu sendiri. Misalnya, ia mengeluarkan hadiah berupa uang tunai untuk dijadikan hadiah lomba. Berdasarkan pendapat ulama, hadiah seperti ini hukumnya halal.

إِذَا كَانَتِ الْمُسَابَقَةُ بَيْنَ اثْنَيْنِ أَوْ بَيْنَ فَرِيقَيْنِ أَخْرَجَ الْعِوَضَ أَحَدُ الْجَانِبَيْنِ الْمُتَسَابِقَيْنِ كَأَنْ يَقُول أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ: إِنْ سَبَقْتَنِي فَلَكَ عَلَيَّ كَذَا، وَإِنْ سَبَقْتُكَ فَلاَ شَيْءَ لِي عَلَيْكَ. وَلاَ خِلاَفَ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي جَوَازِ هَذَا

Artinya:

“Jika perlombaan dilakukan antara dua orang atau dua kelompok. Lalu salah satu peserta menyediakan hadiah, semisalnya ia mengatakan: “Jika engkau bisa mengalahkan saya, maka engkau bisa mendapatkan barang saya ini, kalau saya yang menang maka saya tidak mengambil apa-apa darimu”. Maka tidak ada khilaf di antara ulama bahwa ini dibolehkan”. (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 24/128):

Ada satu hal yang menjadi pengingat. Apabila sang pemberi itu sendiri itu menang, ia tidak mendapat apa-apa selain barang yang ia hadiahkan. Sebaliknya, jika lawannya menang, sang pemberi harus memberi hadiah itu.

2. Hadiah yang Berasal dari Penguasa atau Orang Lain di Luar Peserta Lomba

Terdapat pula lomba yang digelar oleh sebuah perusahaan atau pemerintah. Hadiahnya pun berasal dari salah satu dari keduanya. Berdasarkan pendapat ulama, hadiah jenis ini hukumnya halal.

أَنْ يَكُونَ الْعِوَضُ مِنَ الإِْمَامِ أَوْ غَيْرِهِ مِنَ الرَّعِيَّةِ، وَهَذَا جَائِزٌ لاَ خِلاَفَ فِيهِ، سَوَاءٌ كَانَ مِنْ مَالِهِ أَوْ مِنْ بَيْتِ الْمَال؛ لانَّ فِي ذَلِكَ مَصْلَحَةً وَحَثًّا عَلَى تَعَلُّمِ الْجِهَادِ وَنَفْعًا لِلْمُسْلِمِينَ

Artinya:

“Jika hadiah disediakan oleh pemerintah atau dari masyarakat (yang tidak ikut lomba), maka ini dibolehkan tanpa ada khilaf di dalamnya. Baik dari harta pribadi penguasa atau dari Baitul Mal. Karena di dalamnya terdapat maslahah berupa motivasi bagi masyarakat untuk mempelajari berbagai ketangkasan untuk berjihad dan juga bisa bermanfaat bagi kaum Muslimin”. (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, 24/128)

3. Hadiah yang Berasal dari Seluruh Peserta Lomba

Jenis hadiah ketiga adalah yang berasal dari peserta lomba. Bisa dibilang jenis hadiah ini tergolong taruhan atau murahanah. Para ulama pun berbeda pendapat tentang hal ini sebagai berikut:

1. Hadiah jenis ini hukumnya haram karena terdapat unsur judi (qimar) menurut mayoritas ulama.

2. Sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim berkata hadiah jenis ini masih boleh.

3. Hadiah jenis ini boleh asal ada muhallil (peserta yang tidak mengeluarkan harta untuk hadiah)

Hukum Adanya Unsur Taruhan dalam Hadiah

Pada dasarnya, hukum tanpa taruhan masih sangat diperbolehkan. Secara mutlak, jenis lomba seperti lomba olahraga, baik itu memanah dan berkuda, tanpa taruhan adalah halal berdasarkan pendapat ulama Hanafiyah.

وَالْمُسَابَقَةُ عَلَى ضَرْبَيْنِ ؛ مُسَابَقَةٌ بِغَيْرِ عِوَضٍ ، وَمُسَابَقَةٌ بِعِوَضٍ . فَأَمَّا الْمُسَابَقَةُ بِغَيْرِ عِوَضٍ ، فَتَجُوزُ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ تَقْيِيدِ بِشَيْءٍ مُعَيَّنٍ

 Artinya:

“Perlombaan itu ada dua macam: perlombaan tanpa taruhan dan dengan taruhan. Adapun perlombaan tanpa taruhan, itu boleh secara mutlak tanpa ada pengkhususan ada yang terlarang.” (Al-Mughni, 11:29).

Sementara lomba dengan unsur taruhan sedikit kita singgung sebelumnya. Terdapat ketentuan agar lomba seperti itu menjadi boleh. Lomba tersebut harus berupa lomba memanah, berkuda, dan menunggangi unta.

Apabila di luar lomba tersebut yang benar-benar memasang taruhan, termasuk dari uang dari peserta lomba, hukumnya menjadi haram. Hal ini ikut berlaku kalau taruhan itu berupa judi atau qimar. Allah SWT berfirman larangan itu dalam ayat Al-Qur’an berikut:

يسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا

Artinya:

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya’. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘ Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS. Al-Baqarah: 219)

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al-Maidah: 90).

Contoh kasusnya, terdapat pertandingan futsal di mana tim yang kalah harus membayar sewa lapangan secara penuh. Hal ini tergolong sebagai taruhan yang tidak diperbolehkan.

Terdapat pula beberapa contoh lomba yang mengandung unsur perjudian dan menjadi haram. Lomba-lomba ini tetap diharapkan sekalipun tanpa disertai taruhan atau hadiah karena mengandung unsur materi haram.

Contoh paling terkenal adalah adu hewan seperti sabung ayam. Lomba ini sama sekali tidak terkait dengan sarana untuk jihad, melainkan berpotensi merusak kedamaian. Hewan pun bisa saja merasa tersiksa dan akan merasakan terluka hingga mati.

Jawaban dari bolehkah mengikuti lomba sains dan menerima hadiah dari hasil tidak halal (termasuk judi) menjadi haram. Pasalnya, hadiah tersebut berasal dari cara pendapatan tidak halal bagi siapapun karena menyalahi syariat.

Kesimpulan

Pada akhirnya, jawaban dari pertanyaan “bolehkah mengikuti lomba sains dan menerima hadiah” sebenarnya boleh bergantung dari faktor hadiahnya. Asalkan hadiah itu tidak mengandung unsur taruhan atau judi, kita boleh mengikutinya.

Tujuan lomba sains dan keagamaan itu sendiri bertujuan agar kita lebih serius lagi dalam belajar dan mencari ilmu. Kita pasti akan berlomba-lomba untuk menyampaikan ilmu pengetahuan sebaik mungkin demi menjadi pemenang.

Selain mengadu ilmu, lomba yang bertujuan untuk membantu perang dalam memperjuangkan jihad menjadi boleh jika berhadiah. Dalam hadits, lomba paling utama yang diperbolehkan adalah memanah, berkuda, dan menunggang unta.

Demikianlah pembahasan pertanyaan “Bolehkah mengikuti lomba sains dan menerima hadiah?” Semoga sudah terjawab, ya.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment