Penting bagi umat Islam untuk memahami antara hadits shahih dan hadits dhaif atau lemah. Hadits shahih adalah hadits bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya. Kita sendiri bisa membedakannya melalui ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW.
Ciri-ciri ini berdasarkan kesepakatan para ulama yang berkompeten dalam ahli hadits.
Hal ini tentunya sangat berguna bagi kita agar tidak salah dalam mempelajari dan maknanya. Berikut ini ulasan lengkap terkait ciri-ciri hadits Rasulullah SAW.
Daftar ISI
Apa Itu Hadits?
Sebelum mengetahui ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW, tentunya kita perlu tahu terlebih dahulu mengenai apa itu hadits. Dalam ajaran Islam terdapat dua sumber utama dalam menjalankan kehidupan, yakni Al-Qur’an dan hadits.
Al-Qur’an adalah kitab suci Islam yang dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Sementara, hadits adalah catatan laporan, perkataan, tindakan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW.
Hadits menjelaskan dan menguraikan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan memberikan panduan praktis dalam kehidupan. Lebih tepatnya, hadits mencakup perkataan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW dalam berbagai konteks.
Baca juga: Apa Itu Sunnah? Pengertian, Macam dan Contohnya
Alasan Mengapa Hadits Sangat Penting
Tidak hanya Al-Qur’an yang menjadi acuan bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan, namun juga terdapat hadits yang berguna dalam menjelaskan atau menguraikan maknanya.
Adanya hadits dalam ajaran Islam memberikan peran yang sangat penting. Hal ini mencakup pemahaman, interpretasi hingga panduan untuk berbagai konteks.
Karena itu, penting bagi kita dalam mengetahui ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW. Berikut adalah beberapa alasan mengapa hadits sangat penting dalam ajaran umat Islam:
1. Penjelasan dan Konteks
Al-Qur’an adalah kitab suci Islam yang menjadi pedoman utama. Namun, dalam beberapa kasus, Al-Qur’an mungkin memberikan petunjuk yang singkat atau tidak memberikan konteks yang cukup.
Karena itu, adanya hadits memberikan penjelasan, rincian dan konteks tambahan untuk memahami ajaran-ajaran Al-Qur’an dengan lebih baik.
Tentunya ini sangat berguna bagi kita dalam memaknai arti tersebut sehingga tidak terjadi penyimpangan.
2. Panduan dalam Ibadah
Hadits memberikan panduan yang sangat rinci dalam menjalankan ibadah harian, seperti shalat, puasa, haji, zakat dan lain-lain. Mereka merinci langkah-langkah, tata cara dan aturan yang harus diikuti oleh umat Islam dalam menjalankan ibadah ini.
Tanpa hadits, umat Islam mungkin akan kesulitan dalam menjalankan ibadah dengan benar. Pasalnya, di dalam Al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci terkait langkah-langkah atau tata cara dalam menjalankan ibadah tersebut.
3. Hukum Islam atau Fiqih
Hadits digunakan sebagai sumber utama dalam hukum Islam atau fiqih. Mereka memberikan panduan tentang hukum-hukum agama, etika, dan perilaku yang harus diikuti oleh umat Islam.
Para ahli fiqih (ahli hukum Islam) merujuk kepada hadits dalam mengambil keputusan hukum dan menjawab berbagai masalah hukum. Hal ini mengingat hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW.
4. Pendidikan Etika dan Moral
Hadits mengandung ajaran tentang etika dan moral yang baik karena bersumber dari Rasulullah. Terdapat panduan tentang bagaimana berperilaku dengan baik, menjalani kehidupan dengan integritas serta mengembangkan akhlak yang baik.
Tentunya ini menjadi sandaran penting bagi kita umat Islam dalam mengembangkan karakter yang baik. Segala contoh yang diajarkan oleh Rasulullah SAW tentunya diridhoi oleh Allah SWT dan akan mendapatkan ganjaran pahala.
5. Klarifikasi Perselisihan
Hadits digunakan untuk menyelesaikan perselisihan dan perbedaan pendapat dalam agama. Ketika terdapat ketidaksepakatan atau kebingungan tentang suatu masalah, hadits digunakan untuk memberikan klarifikasi.
6. Konteks Pemahaman
Alasan mengapa hadist sangat penting bagi kita lainnya adalah agar tidak terjadi konteks pemahaman yang menyimpang. Pasalnya, hadits digunakan sebagai alat untuk mengontrol kita dalam pemahaman dan praktik agama.
Tingkatan Hadits dalam Islam
Terdapat beberapa tingkatan hadits yang dikategorikan oleh para ulama atau ahli hadits. Tingkatan-tingkatan hadits dalam Islam ini mencerminkan tingkat keabsahan dan kepercayaan yang berbeda terhadap hadits berdasarkan kriteria tertentu.
Berikut adalah penjelasan lengkap dari masing-masing tingkatan hadits yang bisa kita ketahui:
1. Hadits Shahih
Hadits shahih merupakan hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan oleh perawi yang berkualitas serta tidak lemah hafalannya. Selain itu, dalam hadits shahih juga terdapat sanad dan matannya yang tidak ada syadz dan illat.
Pengertian hadits shahih menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar, yakni:
“Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.”
Kemudian, Mahmud Thahan dalam Taisir Musthalahil Hadits menjelaskan tentang pengertian hadits shahih sebagai berikut:
ما اتصل سنده بنقل العدل الظابط عن مثله إلى منتهاه من غير شذوذ ولا علة
Artinya:
“Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya syadz dan ‘illah.” (Mahmud Thahan dalam Taisir Musthalahil Hadits).
2. Hadits Hasan
Hadits hasan memiliki artian yang hampir sama dengan hadits shahih, yaitu hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit serta tidak terdapat syadz dan ‘illah.
Perbedaan dari kedua jenis hadits ini terletak pada kualitas hafalan perawi hadits hasan sehingga tidak sekuat hadits shahih. Secara bahasa, Hasan adalah sifat yang bermakna indah.
Jika menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Nukhbatul Fikar menuliskan tentang definisi hadits Hasan sebagai berikut:
“Hadits yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttashil (bersambung-sambung sanadnya), yang musnad jalan datangnya sampai kepada nabi SAW dan yang tidak cacat dan tidak punya keganjilan.”
Sementara, menurut At-Tirmidzi dalam Al-Ilal menjelaskan tentang pengertian hadits hasan, yakni:
“Hadits yang selamat dari syudzudz dan dari orang yang tertuduh dusta dan diriwayatkan seperti itu dalam banyak jalan.”
Adapun yang dimaksud dengan makhraj adalah tempat di mana dia meriwayatkan hadits itu. Seperti Qatadah buat penduduk Bashrah, Abu Ishaq as-Suba’i dalam kalangan ulama Kufah dan Atha’ bagi penduduk kalangan Makkah.
Klasifikasi Hadits Hasan
Terdapat klasifikasi dalam penentuan hadits hasan agar masih termasuk dalam ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW. Adapun klasifikasi ini dibagi dalam dua kategori, yakni Hasan Lidzatih dan Hasan Lighairih.
Berikut ini pengertian serta contoh dari klasifikasi hadits tersebut yang bisa kita ketahui:
a. Hadits Hasan Lidzatih
Hadits hasan lidzatih merupakan hadist yang telah memenuhi syarat-syaratnya atau hadits yang bersambung-sambung dengan orang yang adil serta kuatnya hafalan dan tidak terdapat padanya perwari berupa syudzudz dan illat.
Adapun contoh dari hadist yang termasuk ke dalam hasan lidzatih, yakni:
“Seandainya aku tidak memberatkan umatku, maka pasti aku perintahkan untuk menggosok gigi setiap waktu shalat.”
b. Hadits Hasan Lighairih
Sementara, hadits hasan lighairih adalah hadist hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur atau tidak nyata keahliannya, mencakup bukan pelupa dari banyak salahnya dan tidak adanya sebab yang menjadikannya fasik.
Selain itu, matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatannya yang apabila semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain. Lebih tepatnya, hadits ini lemah atau dhaif, namun karena ada mu’adhdhid, maka derajatnya sedikit hasan lighairih.
Apabila tidak terdapat ‘adhid, maka bisa diklasifikasikan sebagai hadist yang memiliki kedudukan dhaif atau lemah. Terdapat beberapa contoh hadits hasan lighairih terkait Rasulullah yang memperbolehkan mahar berupa sepasang sandal:
“Apakah kamu rela menyerahkan diri dan hartamu dengan hanya sepasang sandal ini?” Perempuan itu menjawab, “Ya.” Maka nabi SAW pun membolehkannya.”
Asalnya, hadits ini termasuk sebagai hadits dhaif atau lemah karena diriwayatkan oleh Tirmidzi dari ‘Ashim bin Ubaidillah. As-Suyuthi mengatakan bahwa ‘Ashim ini memiliki kedudukan yang lemah dalam hafalannya.
Pada dasarnya, kedudukan dari hadits hasan sesuai dengan tinggi rendahnya ketsiqahan rawinya. Selain itu, hadits hasan sendiri masih memenuhi beberapa syarat atau ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW.
3. Hadits Dhaif
Hadits dhaif atau hadits lemah merupakan sebuah hadits yang tertolak karena sebab tertentu. Hadits dhaif menjadi hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.
Hadits dhaif sendiri merupakan hadits mardud, yaitu hadits yang tidak bisa diandalkan oleh para ulama hadits untuk dijadikan sebagai dasar hukum. Hal ini bisa saja karena kekurangan dari perawinya atau sanadnya tidak tersambung.
Selain itu, bisa saja karena isi atau matannya terdapat kecacatan sehingga terdapat masalah. Hal ini yang menyatakan bahwa hadist dhaif atau lemah tidak termasuk dalam ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW.
Ciri-Ciri Hadits Shahih Rasulullah SAW
Terdapat banyak ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW berdasarkan kesepakatan dari para ahli ulama hadits. Apabila semua ciri-ciri ini dipenuhi, maka sebuah hadits memiliki kedudukan sebagai hadits shahih.
Berikut ini beberapa ciri-ciri hadits shahih yang bisa kita ketahui:
1. Sanad Bersambung
Syarat pertama hadits shahih adalah bahwa rantai sanadnya harus bersambung, artinya setiap perawi dalam rantai perlu menerima hadits secara langsung dari perawi sebelumnya tanpa ada putus.
Hal ini menjelaskan bahwa hadits tersebut harus dapat ditelusuri secara kontinu hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits yang tidak memenuhi syarat sanad yang bersambung, seperti: hadits Munqathi’, Mu’dhal, Mu’allaq, atau Mudallas.
2. Perawi yang Adil
Perawi atau narator hadits adalah individu yang mengalirkan hadits Nabi Muhammad SAW. Mereka harus memenuhi sejumlah syarat, termasuk: beragama Islam, baligh, berakal sehat, tidak fasiq dan menjaga kehormatan.
Selain perawi, orang yang menyebarkan hadits juga harus memenuhi syarat yang sama, yaitu tidak melakukan perbuatan fasik dan harus menjaga kehormatannya. Syarat ini memastikan bahwa hadits tidak akan dipengaruhi oleh kekurangan.
3. Rawi yang Dhabith
Rawi yang dhabith adalah perawi yang memiliki hafalan yang kuat, teliti dan cermat dalam menyampaikan dan menulis hadits. Mereka harus menerima hadits dengan hati-hati, menghafalnya sejak saat mereka menerima hadits.
Selain itu, juga harus mampu dalam menjaganya dari kesalahan atau pengurangan segala aspek. Perawi dhabith dikenal sebagai individu yang terampil dalam melestarikan hadits dan menjaganya dari segala bentuk kesalahan.
4. Selamat dari Syadz
Hadits shahih harus selamat dari syadz yang berarti perawi tidak boleh menyelisihi perawi yang lebih kredibel darinya. Syadz merujuk pada perbedaan pendapat antara perawi yang terpercaya tentang hadits yang mereka riwayatkan.
Hal ini berarti perawi hadits tidak boleh bertentangan dengan perawi yang lebih andal dalam melaporkan hadits yang sama.
5. Hadits Bebas Cacat
Syarat terakhir adalah bahwa hadits shahih harus bebas dari cacat yang dapat merusak keshahihan hadits. Hadits tidak boleh memiliki ‘illah, yaitu kondisi yang sifatnya samar-samar atau tersembunyi yang dapat melemahkan makna hadits.
Misalnya, hadits Mursal (terputus sanadnya) yang disajikan sebagai hadits Maushul (bersambung sanadnya) atau hadits Mauquf (berhenti pada perawi tabi’in) yang disajikan sebagai hadits Marfu’ dan akan merusak keshahihan hadits tersebut.
Contoh Hadits Shahih Rasulullah SAW
Setelah mengetahui ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW, tentunya para ulama akan mengklasifikasikannya sesuai syarat dan ciri-ciri yang didapatkan dari perawi sehingga sampai saat ini kita masih bisa mengetahui hadits tersebut.
Berikut ini beberapa contoh hadits shahih yang bisa kita ketahui dan amalkan untuk kehidupan sehari-hari:
1. Hadits tentang niat
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ
Artinya:
“Sesungguhnya amal seseorang itu tergantung dengan niatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
2. Hadist tentang sabar
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
Artinya:
“Sesungguhnya dikatakan sabar adalah ketika di awal musibah.” (HR Bukhari).
Mengetahui ciri-ciri hadits shahih Rasulullah SAW tentunya menjadi hal yang sangat penting. Pasalnya, saat ini banyak hadits palsu yang bisa dengan mudah kita temukan. Tentunya hadist-hadist palsu ini sangat berpotensi merusak keimanan.