Demokrasi dalam Islam: Pandangan hingga Contohnya di Indonesia

Demokrasi merupakan konsep yang berasal dari Barat dan memiliki akar pandangan yang berbeda dengan ajaran Islam. Demokrasi dalam Islam bahkan memiliki dasar substansial yang berbeda. 

Demokrasi berasal dari pemikiran manusia, sedangkan Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap konsep demokrasi?

Pengertian Demokrasi dalam Islam

Demokrasi pada dasarnya bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan bahasa Yunani. Demokrasi berasal dari kata demos (manusia atau rakyat) dan kratos (hukum atau aturan). Artinya, demokrasi adalah hukum rakyat.

Demokrasi kerap dipandang sebagai sistem yang bertentangan dengan Islam. Alasannya karena sistem ini meletakkan rakyat sebagai hukum dalam suatu negara. 

Misalnya, pada Undang-Undang yang rumusannya berasal dari musyawarah rakyat atau perwakilannya.

Meskipun demikian, di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Contohnya berikut ini:

  • QS. Ali Imran: 159 dan asy-Syura: 38 (tentang musyawarah)
  • QS al-Maidah: 8 dan asy-Syura: 15 (tentang keadilan)
  • QS al-Hujurat: 13 (tentang persamaan)
  • QS al-Nisa’: 58 (tentang amanah)
  • QS Ali Imran: 104 (tentang kebebasan mengkritik)
  • QS al-Nisa’: 59, 83 dan al-Syuro: 38 (tentang kebebasan berpendapat)

Sejumlah ayat tentang prinsip-prinsip demokrasi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada halangan bagi agama untuk berdampingan dengan demokrasi. Islam mengatur elemen pokok demokrasi yaitu As-syura, Al-musawah, Al-‘adalah, Al-amanah, Al-masuliyyah, dan Al-hurriyyah. 

Agar lebih memahaminya, sebaiknya kita mengerti arti dari masing-masing pokok tersebut.

Baca juga: Sejarah Masuknya Islam di Indonesia dan Perkembangannya

1. Asy-Syura

Asy-syura berkaitan dengan musyawarah atau yang kita kenal sebagai cara pengambilan keputusan. Sebagaimana disebutkan dalam QS. As-Syura: 38 yaitu:

وَٱلَّذِينَ ٱسْتَجَابُوا۟ لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Wallażīnastajābụ lirabbihim wa aqāmuṣ-ṣalāta wa amruhum syụrā bainahum wa mimmā razaqnāhum yunfiqụn.

Artinya:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (Asy-Syura: 38).

Sementara itu, prinsip musyawarah juga disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 159 yaitu sebagai berikut:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ

Fa bimā raḥmatim minallāhi linta lahum, walau kunta faẓẓan galīẓal-qalbi lanfaḍḍụ min ḥaulika fa’fu ‘an-hum wastagfir lahum wa syāwir-hum fil-amr, fa iżā ‘azamta fa tawakkal ‘alallāh, innallāha yuḥibbul-mutawakkilīn.

Artinya:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran:159).

Merujuk pada kedua ayat tersebut, jelas bahwa musyawarah dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Adanya musyawarah menunjukkan bahwa keputusan yang dikeluarkan akan menjadi tanggung jawab bersama.

2. Al-‘Adalah

Al-‘adalah berarti keadilan. Pokok demokrasi dalam Islam ini yaitu menegakkan hukum termasuk secara adil dan bijaksana. Dengan kata lain tidak boleh ada kolusi dan nepotisme. 

Arti penting menegakkan keadilan dijelaskan dalam Al-Qur’an pada surat an-Nahl ayat 90 yaitu:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Innallāha ya`muru bil-‘adli wal-iḥsāni wa ītā`i żil-qurbā wa yan-hā ‘anil-faḥsyā`i wal-mungkari wal-bagyi ya’iẓukum la’allakum tażakkarụn.

Artinya: 

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90).

Ayat tersebut menerangkan bahwa keadilan tetap harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Entah kepada keluarga, kerabat, atau musuh sekalipun tetap harus mengambil keputusan secara adil.

3. Al-Musawah

Pokok demokrasi yang ketiga yaitu al-Musawah. Al-Musawah adalah kesejajaran, yang artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari sehingga dapat memaksakan kehendaknya. 

Kesejajaran ini penting demi menghindari hegemoni penguasa atas rakyat. 

Berdasarkan perspektif  Islam, kepercayaan rakyat telah diberikan kepada pemerintah atau institusi dalam bentuk wewenang. Caranya melalui pemilihan yang jujur dan adil serta menegakkan peraturan yang telah dibuat.

Pemerintah memiliki tanggung jawab kepada rakyat atas kepercayaan yang diberikan tersebut. Selain itu, pemerintah juga memiliki tanggung jawab di hadapan Tuhan. Oleh karenanya, pemerintah harus amanah, jujur, dan adil.

Baca juga: 8 Doa agar Jualan Laris Bahasa Arab, Latin dan Artinya

4. Al-Amanah

Demokrasi dalam Islam pada prinsip al-Amanah dapat diartikan sebagai sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain. Itulah sebabnya, amanah harus dijaga dengan baik. 

Amanah juga terkait dengan prinsip adil. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan melalui firmannya dalam surat an-Nisa’ ayat 58:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا

Innallāha ya`murukum an tu`addul-amānāti ilā ahlihā wa iżā ḥakamtum bainan-nāsi an taḥkumụ bil-‘adl, innallāha ni’immā ya’iẓukum bih, innallāha kāna samī’am baṣīrā.

Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (An-Nisa: 58).

5. Al-Mas’uliyyah

Al-Mas’uliyyah adalah tanggung jawab. Seorang pemimpin yang telah diberi kepercayaan oleh rakyat harus memiliki rasa tanggung jawab. Tanggung jawab ini juga memiliki dua pengertian, yaitu tanggung jawab kepada rakyat dan kepada Tuhan.

Sebagaimana sabda Rasul yang artinya: “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggung jawabannya.” Lebih lanjut dikatakan oleh Ibn Taimiyyah bahwa penguasa merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya. 

Dengan kesadaran terhadap prinsip tanggung jawab ini, diharapkan setiap individu berupaya memberikan kontribusi terbaik bagi kepentingan masyarakat secara umum. 

Dengan begitu, para pemimpin tidak ditempatkan dalam peran sebagai penguasa tertinggi umat (sayyid al-ummah), tetapi sebagai pelayan umat (khadim al-ummah).

6. Al-Hurriyyah

Pokok demokrasi yang terakhir yaitu al-Hurriyyah atau kebebasan. Artinya, setiap orang atau setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengekspresikan pendapatnya. 

Sepanjang pendapat itu disampaikan secara bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah. Yang perlu diwaspadai adalah ketika tidak ada yang berani mengkritik terkait ketidakadilan. Itu artinya kondisi kezaliman akan semakin merajalela. 

Rasulullah SAW bersabda terkait hal ini yang artinya: “Barang siapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah diluruskan dengan tindakan, jika tidak mampu, maka dengan lisan dan jika tidak mampu maka dengan hati, meski yang terakhir ini termasuk selemah-lemah iman”. 

Demikian enam elemen penting demokrasi dalam Islam. Jika negara konsisten menerapkan prinsip-prinsip tersebut, roda pemerintahan akan berjalan stabil. Sebab, pemerintah telah mendapat legitimasi dari rakyat.

Contoh Demokrasi di Indonesia

Sebagai negara demokrasi, sudah cukup banyak ditemui praktik demokrasi di Indonesia. Beberapa contohnya yaitu sebagai berikut.

1. Melakukan Musyawarah Pemilihan Ketua RT

Pemilihan pemimpin tingkat rumah tangga (ketua RT) kerap menggunakan sistem musyawarah. Hal ini sejalan dengan prinsip asy-syura yang termasuk pokok demokrasi. 

Setelah bermusyawarah kemudian akan disepakati bersama terkait ketua RT yang terpilih berdasarkan hasil musyawarah.

2. Berlaku Adil kepada Seluruh Anggota Keluarga

Keadilan termasuk salah satu prinsip demokrasi. Contoh nyatanya tercermin dalam keluarga. 

Sudah semestinya kita memperlakukan keluarga secara adil, baik keluarga inti maupun saudara jauh. Dengan begitu hubungan persaudaraan akan terjalin harmonis.

3. Menjaga Keamanan dan Ketertiban dalam Masyarakat

Keamanan dan tatanan dalam masyarakat dipengaruhi oleh warga yang hidup di dalamnya. Apabila terjadi kerusuhan, semua anggota masyarakat memiliki peran dalam bekerja sama untuk menangani situasi tersebut dengan pendekatan kekeluargaan.

Contoh demokrasi di Indonesia ternyata sederhana dan sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari bukan? Semoga pandangan demokrasi dalam Islam disertai contohnya tersebut dapat menjadikan kita lebih toleran dalam hidup bermasyarakat.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment