Mengenal Gharar dalam Jual Beli yang Hukumnya Dilarang dalam Agama Islam

Gharar menjadi salah satu hal penting dalam praktik bisnis yang perlu kita ketahui. Istilah yang sudah tidak asing lagi ini banyak kita temukan dalam ekonomi syariah karena erat kaitannya dengan transaksi jual beli.

Seperti kita ketahui, dalam berniaga mungkin pernah kita jumpai praktik jual beli, dimana pembeli tidak mengetahui kondisi barangnya. Kita tidak tahu seperti apa bentuk, wujud dan hal lain pada barang tersebut.

Lantas, apa hukum jual beli barang yang tidak ada kepastiannya dalam Islam? Apa saja jenis dan contoh jual beli barang tanpa kejelasan ini? Simak penjelasan berikut.

Apa Itu Gharar?

Gharar dalam bahasa arab memiliki arti Al-Khatr (pertaruhan). Menurut Syaikh As-Sadi menyebutkan bahwa arti dari istilah ini adalah sebagai Al-Mikhatharah (pertaruhan) dan juga Al-Jahalah (ketidakjelasan).

Dari penjelasan di atas, ketika kita melakukan jual beli dengan menggunakan Al-Khatr, maka proses jual beli tersebut termasuk kegiatan tidak jelas dan jual beli tidak pasti terhadap barang atau produk dagangan.

Praktik jual beli yang tidak ada kepastian ini ibarat kata membeli kucing dalam karung. Kita tidak mengetahui kondisi barang yang akan kita beli, apakah barang tersebut sesuai yang kita pesan atau tidak?

Tentunya hal ini akan merugikan pembeli saat tidak tahu barang yang mereka jual. Ketidakjelasan barang yang diperjualbelikan ini seperti layaknya sebuah perjudian dan pertaruhan terhadap barang yang kita beli.

Baca juga: Doa Masuk Masjid dan Keluar Masjid: Arab, Latin, dan Artinya

Memahami Gharar dalam Jual Beli

Transaksi jual beli dengan ketidakpastian mirip seperti transaksi manipulasi. Transaksi ini tentunya bisa merusak akad. Apalagi ekonomi Islam telah mengatur tentang nilai keadilan agar tidak merugikan orang lain.

Dampak transaksi gharar dalam jual beli adalah penzaliman kepada salah satu pihak yang melakukan transaksi. Oleh karena itu, syariah transaksi jual beli tidak terpenuhi karena adanya unsur ketidakpastian.

Menurut madzhab Syafi’i, transaksi jual beli dengan pertaruhan adalah sesuatu yang akibatnya tersembunyi dari pandangan. Selain itu, akibatnya akan memberikan sesuatu yang tidak kita harapkan sebelumnya.

Dengan kata lain, transaksi jual beli berdasarkan ketidakpastian merupakan salah satu kegiatan yang bisa membawa akibat atau dampak merugikan pihak lain. Lalu, apa hukum transaksi gharar dalam agama Islam?

Hukum Gharar dalam Agama Islam

Menurut jurnal berjudul “Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi Ekonomi” oleh Nadratuzzaman Hosen. Hukum gharar adalah haram. Hal ini berdasarkan larangan Allah atas pengambilan hak milik orang lain.

Pengambilan harga dan hal milik orang lain secara bathil adalah perbuatan yang sama dengan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan.

Bathil di sini memiliki arti tidak terbuka dan cenderung merugikan pihak lain dalam kegiatan transaksi jual beli. Selain itu, bathil juga merupakan perbuatan yang sifatnya tidak ada faedahnya dan hanya sia-sia.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 29:

“Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa ayat 29).

Menurut surat Al-Baqarah ayat 188, Allah berfirman:

“Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu bisa memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah ayat 188).

Dari kedua ayat di atas, bahwa kita sebagai umat manusia tidak boleh atau dilarang memakan dan mengambil harta orang lain dengan cara yang batil.

Larangan gharar dalam transaksi jual beli memiliki maksud agar harta kita tidak hilang. Kita harus menjaga harta itu dari sikap yang bisa mendatangkan permusuhan dengan orang lain akibat dari jual beli tidak pasti.

Jenis dan Contoh Gharar Jual Beli

Berikut beberapa jenis transaksi gharar yang perlu kita ketahui agar terhindar dari transaksi jual beli yang tidak pasti atau tidak jelas. Salah satu contohnya adalah jual beli hewan yang masih dalam kandungannya:

Adapun jenis dan contoh lainnya sebagai berikut:

1. Beli Barang Belum Ada (Ma’dum)

Salah satu jenis transaksi jual beli yang terlarang dalam hukum Islam adalah ma’dum atau jual beli barang belum ada. Artinya membeli atau menjual barang yang wujud dan bentuknya belum ada secara fisik.

Contohnya adalah jual beli janin hewan ternak (habal al-habalah) seperti jual beli mulaqih dan mudharmin. Mulaqih adalah suatu yang masih ada di dalam tubuh hewan betina seperti susu belum terperah dan janin.

Sementara mudharmin adalah sesuatu yang masih ada di dalam tubuh jantan seperti wol atau bulu hewan yang masih melekat pada kulit tubuhnya.

2. Jual Beli Tidak Jelas Sifatnya

Ketika kita ingin menjual atau membeli barang tentunya tertera sifat dari barang tersebut. Jika barang yang hendak kita beli atau jual tidak jelas sifatnya, maka hal ini termasuk transaksi yang tidak ada kejelasan.

Contohnya adalah pedagang menjual barang dengan harga Rp 10 ribu, tetapi tidak ada kejelasan barang tersebut. Misalnya menjual tanah, namun penjual tidak mengetahui ukuran tanah dan luasnya.

3. Jual Beli Tidak Diserahterimakan

Jenis transaksi jual beli yang tidak ada kepastian ini bisa kita lihat dengan jelas secara langsung. Mengingat, proses transaksi jual beli harus memenuhi syarat seperti adanya barang, penjual, dan pembeli.

Jika ada transaksi yang tidak bisa diserahterimakan, maka hal ini termasuk dalam transaksi ketidakpastian. Contohnya seperti jual kendaraan motor hasil mencuri, atau zaman dulu ada jual beli budak yang kabur.

4. Jual Beli Tanpa Kejelasan Harga

Transaksi jual beli yang tidak adanya kejelasan harga membuat proses transaksi menjadi tidak pasti. Hal ini tentu nantinya akan membingungkan pembeli dalam bertransaksi sehingga bisa saja merugikan.

Contohnya adalah penjual menawarkan barang dengan harga cash senilai Rp 500 ribu, sementara jika mengangsurnya Rp 1 juta. Proses transasinya tanpa menentukan salah satu dari bentuk pembayarannya.

Dari penjelasan mengenai pengertian, hukum gharar menurut agama Islam, dan jenisnya. Kesimpulannya adalah transaksi jual beli model ini memiliki ketidakpastian sehingga hukumnya haram dan dilarang dalam Islam.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment