Hadits Memuliakan Tamu dan Adab Menerima Tamu dalam Islam, Yuk Amalkan!

Memuliakan tamu merupakan perilaku terpuji dan termasuk syariat yang semestinya dilakukan umat Islam. Sebagaimana dalam hadits memuliakan tamu, hal tersebut merupakan ciri-ciri orang beriman.

Tamu menurut syariat Islam adalah kerabat dekat, orang yang masih satu kampung/kota dan para musafir yang datang dari luar kota. 

Orang-orang itulah yang wajib dimuliakan. Hal ini sesuai hadits yang menyebutkan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia.

Hadits Memuliakan Tamu

Para ulama sepakat bahwa memuliakan tamu yang datang ke rumah kita hukumnya wajib. Hal tersebut termasuk akhlak baik yang dianjurkan dalam Islam. Beberapa hadits shahih yang menyebutkannya yaitu sebagai berikut.

1. Memuliakan Tamu Termasuk Beriman kepada Allah SWT

Setiap muslim beriman kepada Allah SWT. Dalam arti ini, yaitu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Nah, memuliakan tamu merupakan kewajiban orang-orang yang beriman. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Artinya: “Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari).

2. Perilaku Terpuji

Hadits Arbain An-Nawawiyah menyebutkan bahwa memuliakan tamu merupakan salah satu perilaku terpuji. Berikut isi haditsnya.

الحَدِيْثُ الخَامِسُ عَشَرَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.

رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 6018, 6019, 6136, 6475 dan Muslim, no. 47].

Baca juga: 4 Doa Pulang Umroh agar Mabrur Arab Latin dan Artinya

3. Wajib Menjamu Tamu

Wajib Menjamu Tamu

Dalam beberapa hadits memuliakan tamu, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat muslim untuk menjamu tamunya dengan baik. 

Dari Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Kedua mataku melihat Rasulullah SAW, dan kedua telingaku mendengar ketika beliau bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ. قَالَ : وَمَا جَائِزَتُهُ ، يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ ، وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ ، وَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ عَلَيْهِ.

Artinya:

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya dengan memberikannya hadiah”. Sahabat bertanya, “Apa hadiahnya itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “(Menjamunya) sehari semalam. Jamuan untuk tamu adalah tiga hari dan selebihnya adalah sedekah.” (HR Al-Bukhâri No. 6019 dan Muslim No. 48).

Sementara itu, hadits riwayat Muslim juga meriwayatkan hadits Abu Syuraih Radhiyallahu ‘anhu. Dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

َالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ ، وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ ، وَ لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقِيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ. قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ يُؤْثِمُهُ ؟ قَالَ : يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَ لَا شَيْءَ لَهُ يَقْرِيْهِ بِهِ.

Artinya:

“Jamuan untuk tamu adalah tiga hari dan hadiah (untuk bekal perjalanan) untuk sehari semalam. Tidak halal bagi seorang muslim menetap di rumah saudaranya kemudian membuatnya berdosa”. Para sahabat bertanya: “Wahai, Rasulullah! Bagaimana ia membuatnya berdosa?” Nabi SAW menjawab: “Ia (tamu tersebut) menetap padanya, namun tuan rumah tidak mempunyai sesuatu untuk memuliakannya.” (HR Muslim (No. 48, Bab: adh-Dhiyâfah wa Nahwiha).

Dalam hadis-hadis tersebut dijelaskan bahwa pemberian makanan kepada tamu dimaksudkan sebagai persiapan untuk satu hari perjalanan. Sementara penyambutan dengan hidangan lengkap disediakan untuk tiga hari. 

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara memberikan hadiah kepada tamu dan penyediaan hidangan lengkap. Bahkan ada riwayat yang menegaskan bahwa hadiah diberikan khusus untuk tamu.

Adab Menerima Tamu dalam Islam

Adab berarti kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti. Pengertian ini berkaitan dengan akhlak atau perilaku terpuji. Menurut para ulama, adab berarti kata atau ucapan tentang segala perkara kebaikan di dalamnya.

Dalam Islam, segala sesuatu ada adabnya. Termasuk untuk menerima tamu,adab melayani tamu sudah diajarkan oleh Nabi Ibrahim. Sebagaimana disebutkan dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 24-30 berikut ini:

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ (24) إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ (25) فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ (26) فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ (27) فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ (28) فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ فَصَكَّتْ وَجْهَهَا وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ (29) قَالُوا كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (30

Hal atāka ḥadīṡu ḍaifi ibrāhīmal-mukramīn. Iż dakhalụ ‘alaihi fa qālụ salāmā, qāla salām, qaumum mungkarụn. Fa rāga ilā ahlihī fa jā`a bi’ijlin samīn. Fa qarrabahū ilaihim, qāla alā ta`kulụn. Fa aujasa min-hum khīfah, qālụ lā takhaf, wa basysyarụhu bigulāmin ‘alīm. Fa aqbalatimra`atuhụ fī ṣarratin fa ṣakkat waj-hahā wa qālat ‘ajụzun ‘aqīm. Qālụ każāliki qāla rabbuk, innahụ huwal-ḥakīmul-‘alīm.

Artinya:

“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: “Salaama”. Ibrahim menjawab: “Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.” Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.  Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan.” (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: “Janganlah kamu takut”, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).” (QS. Adz-Dzariyat: 24-30).

Baca juga: Niat Mengganti Puasa Ramadhan (Qadha) Sekaligus Senin Kamis

1. Mengundang Orang-Orang Bertakwa

Saat kita berniat mengundang tamu untuk datang menghadiri kegiatan, semestinya kita mengundang orang-orang beriman. Bukan malah mengundang orang yang fajir (mudah dalam berbuat dosa). 

Hal ini selaras dengan hadits memuliakan tamu dari sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini:

لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا,وَلاَ يَأْكُلُ طَعَامَك َإِلاَّ تَقِيٌّ

Artinya:

“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Orang-orang bertakwa yang diundang pun tidak dikhususkan bagi orang-orang kaya saja. Akan tetapi, kita perlu mengundang tetangga yang beriman tanpa memandang ekonominya. Nabi Muhammad SAW bersabda:

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ

Artinya:

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)

Meskipun begitu, kita perlu memperhatikan siapa yang akan kita undang. Dalam Islam tidak dianjurkan untuk mengundang seseorang yang sekiranya keberatan kalau diundang.

2. Mengucapkan Selamat Datang kepada Tamu

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang muslim disunnahkan untuk mengucapkan selamat datang kepada tamu. 

Hal seperti ini telah dicontohkan pada zaman nabi. Bahwa ketika utusan Abi Qais datang kepada Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:

مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى

Artinya:

“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari).

3. Menyediakan Hidangan untuk Tamu

Ketika kita kedatangan tamu, sudah semestinya kita berusaha untuk menyediakan hidangan. Hidangan yang disediakan tidak harus makanan mewah, tetapi semampunya saja. Akan tetapi,, kita tetap harus berusaha menyediakan makanan terbaik. 

Dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 26 dan 27, Allah SWT berfirman yang isinya mengisahkan Nabi Ibrahim dan tamu-tamunya. Berikut isi ayatnya.

فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ آلاَ تَأْكُلُوْنَ

Artinya:

“Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-ed) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27).

Pemberian jamuan ini bukan berarti bermegah-megah dalam menyuguhkan hidangan. Akan tetapi,, maknanya adalah untuk meniru perilaku Nabi Muhammad SAW dan para nabi sebelum beliau. 

Dalam memberikan hidangan, kita pun perlu mempercepatnya. Jangan membiarkan tamu terlalu lama datang tetapi belum ada hidangan. Dengan kata lain, kita perlu memberikan hidangan sesegera mungkin setelah kedatangan tamu.

4. Mendahulukan Tamu yang Lebih Tua

Dalam Islam, kita diperintahkan untuk menghormati orang yang lebih tua. Begitu pun saat menjamu makanan yaitu mendahulukan orang-orang tua dahulu daripada saudara muslim yang lebih muda. 

Hal tersebut juga telah diriwayatkan dalam hadits memuliakan tamu yaitu sebagai berikut:

مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلَّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا

Artinya:

“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad). 

Selain mendahulukan tamu yang lebih tua, kita juga dianjurkan untuk mendahulukan tamu di sebelah kanan. 

Islam memandang segala sesuatu baik dari sebelah kanan. Itulah sebabnya adab ini berlaku ketika menjamu tamu. Akan tetapi,, hal ini dilakukan hanya ketika tamu duduk dengan rapi.

5. Mendekatkan Makanan kepada Tamu

Kita pasti sudah sering melihat saat kedatangan tamu, tuan rumah sibuk mendekatkan makanan agar lebih mudah dijangkau. Ternyata, hal seperti ini termasuk adab menerima tamu dalam Islam. 

Dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 27 disebutkan sebagai berikut:

فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ

Artinya:

“Kemudian Ibrahim mendekatkan hidangan tersebut pada mereka.” (Qs. Adz-Dzariyat: 27).

Makanan yang dekat dengan tamu akan membuat para tamu lebih mudah menerima hidangan. Sebagai tuan rumah yang menerima tamu, kita juga tidak boleh mengangkat hidangan makanan jika tamu belum selesai menikmatinya.

6. Masa Penjamuan Tamu

Masa penjamuan tamu mengikuti hadits memuliakan tamu yang dirujuk dari sabda Rasulullah SAW yaitu sebagai berikut:

الضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيَْلَةٌ وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ قاَلُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ يُؤْثِمَهُ؟ قَالَ :يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَلاَ شَيْئَ لَهُ يقْرِيْهِ بِهِ

Artinya:

“Menjamu tamu adalah tiga hari, adapun memuliakannya sehari semalam dan tidak halal bagi seorang muslim tinggal pada tempat saudaranya sehingga ia menyakitinya.” Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana menyakitinya?” Rasulullah SAW berkata: “Sang tamu tinggal bersamanya sedangkan ia tidak mempunyai apa-apa untuk menjamu tamunya.”

7. Melayani Tamu dengan Senang Hati

Saat kedatangan tamu, kita sudah diminta untuk menyambutnya dengan ucapan selamat datang. Lalu kita perlu memberikan hidangan sesegera mungkin. Hal tersebut merupakan beberapa ciri melayani tamu dengan senang hati.

Ketika bertamu pun, tuan rumah sebaiknya mengajak tamu untuk berbincang-bincang dengan topik bahasan yang menyenangkan. Kita tidak boleh tidur saat tamu belum tidur. Kita tidak diperkenankan mengeluhkan keberadaan mereka.

Pada intinya kita harus menunjukkan perasaan bahagia sepanjang tamu datang hingga pamitan. Pada saat akan pulang pun hendaknya mengantarkan tamu sampai ke depan rumah kita.

Itu dia hadits memuliakan tamu lengkap dengan adab menerima tamu. Jelas bahwa tamu merupakan orang yang semestinya kita perlakukan dengan sebaik mungkin. 

Semoga kita termasuk orang-orang yang berperilaku terpuji, salah satunya dengan memuliakan tamu.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment