Hukum Menari, Joget, Dansa dalam Islam dan Dalilnya

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai hukum berjoget dalam Islam. Sebagai umat muslim sudah menjadi kewajiban untuk mentaati perintah dan menjauhi larangan Allah.

Islam mengarahkan dan memberi pedoman berupa Al-Qur’an serta hadits untuk umatnya dalam menjalani hidup. Setiap perintah dan larangan juga memiliki dalil yang dapat dipertanggung jawabkan. 

Termasuk hukum menari, joget, maupun berdansa juga telah diatur dalam Islam, lengkap dengan dalilnya. Penting bagi kita, untuk memahami hukum berjoget serta menari menurut pandangan Islam.

Dalil tentang Hukum Berjoget dalam Islam 

Bukan sesuatu yang mudah untuk kita bisa menilai baik dan buruk. Bersyukur sebagai umat muslim memilih pedoman dalam berperilaku sehingga kita hanya perlu mentaati apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. 

Terlebih di zaman yang serba modern, bercampurnya banyak budaya termasuk salah satunya berjoget dan berdansa yang merupakan budaya barat. Namun, apakah joget dan dansa diperbolehkan dalam Islam?

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

كَانَتِ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَيَرْقُصُونَ وَيَقُولُونَ مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا يَقُولُونَ ». قَالُوا يَقُولُونَ مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ

Artinya:

“Orang-orang Habasyah menari di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menggerak-gerakkan badan (menari) dan mereka mengatakan, ‘Muhammad adalah hamba yang saleh.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, ‘Apa yang mereka katakan?’ Orang-orang menjawab, ‘Mereka sebut bahwa Muhammad adalah hamba yang saleh.’” (HR. Ahmad, 3:152. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).

Sementara itu, dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu juga pernah berkata:

جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِى يَوْمِ عِيدٍ فِى الْمَسْجِدِ فَدَعَانِى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَوَضَعْتُ رَأْسِى عَلَى مَنْكِبِهِ فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِى أَنْصَرِفُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ.

Artinya:

“Ada orang-orang Habasyah menggerak-gerakkan badan (menari) pada hari Id di masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku. Aku meletakkan kepalaku di atas bahu beliau. Aku pun menyaksikan orang-orang Habasyah tersebut sampai aku sendiri yang memutuskan untuk tidak melihat lagi.” (HR. Muslim, no. 892).

Aisyah menyebutkan bahwa tarian yang dilakukan orang-orang Habasyah menggunakan alat perang. Diriwayatkan oleh hadits Bukhari:

كانَ الحَبَشُ يلعبونَ بِحِرابِهم فَسَتَرنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ وأنَا أنْظُرُ ، فمَا زِلْتُ أنظرُ حتَّى كنْتُ أنا أَنْصَرِفُ

Artinya:

“Orang-orang Habasyah bermain-main dengan alat perang mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menabiriku dan aku berusaha untuk tetap melihat. Hal ini terus berlangsung hingga aku sendiri yang memutuskan untuk tidak melihatnya lagi.” (HR. Bukhari, no. 5190).

Maka dari penjelasan dalil tersebut, bahwasanya tarian telah ada di zaman Rasulullah. Sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anhu tentang orang-orang Habasyah yang menari dengan alat perang.

Baca juga: 13 Adab Bertetangga dalam Islam, Dicintai Allah SWT

Firman Tentang Hukum Berjoget dalam Islam 

Selain mengacu pada dalil dan hadits, para ulama juga menggunakan Al-Quran sebagai pedoman dalam menafsirkan atau meriwayatkan sesuatu. Mengenai hukum berjoget dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman:

لَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

Artinya:

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al-marah, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37).

Kemudian, Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menjelaskan mengenai pengertian dan makna dari ayat tersebut:

اسْتَدَلَّ الْعُلَمَاءُ بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى ذَمِّ الرَّقْصِ وَتَعَاطِيهِ. قَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْوَفَاءِ ابْنُ عَقِيلٍ: قَدْ نَصَّ الْقُرْآنُ عَلَى النَّهْيِ عَنِ الرَّقْصِ فَقَالَ:” وَلا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحاً” وَذَمَّ الْمُخْتَالَ. والرقص أشد المرح والبطر

Artinya:

“Para ulama berdalil dengan ayat ini untuk mencela joget dan pelakunya. Al-Imam Abul Wafa bin Aqil mengatakan, ‘Al-Qur’an menyatakan dilarangnya joget dalam firman-Nya janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan cara al marah (penuh kesenangan). Dan ayat ini juga mencela kesombongan. Sedangkan joget itu adalah bentuk jalan dengan ekspresi sangat-sangat senang dan penuh kesombongan.” (Tafsir Al-Qurthubi, 10/263).

Para ulama memiliki pendapat yang berbeda mengenai hukum berjoget dalam Islam. Sejumlah ulama Syafi’iyyah memperbolehkan menari dengan dalil hadits Aisyah radhiyallahu ‘anhu mengenai orang-orang Habasyah. 

Namun, apabila kita maknai dari hadits tersebut. Dijelaskan bahwa yang dimaksud menari-nari adalah memainkan alat perang. 

Hukum Berjoget Menurut Para Ulama

Berbeda pendapat dengan para ulama Syafi’iyah, ulama Hanafiyah, Hanabilah, Malikiyah, dan Al-Qafal dari Syafi’iyyah justru memakruhkan berjoget. Hal ini dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah:

فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالْقَفَّال مِنَ الشَّافِعِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ الرَّقْصِ مُعَلِّلِينَ ذَلِكَ بِأَنَّ فِعْلَهُ دَنَاءَةٌ وَسَفَهٌ، وَأَنَّهُ مِنْ مُسْقِطَاتِ الْمُرُوءَةِ، وَأَنَّهُ مِنَ اللَّهْوِ. قَال الأَْبِيُّ: وَحَمَل الْعُلَمَاءُ حَدِيثَ رَقْصِ الْحَبَشَةِ عَلَى الْوَثْبِ بِسِلاَحِهِمْ، وَلَعِبِهِمْ بِحِرَابِهِمْ، لِيُوَافِقَ مَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ: يَلْعَبُونَ عِنْدَ رَسُول اللَّهِ بِحِرَابِهِمْ وَهَذَا كُلُّهُ مَا لَمْ يَصْحَبِ الرَّقْصَ أَمْرٌ مُحَرَّمٌ كَشُرْبِ الْخَمْرِ، أَوْ كَشْفِ الْعَوْرَةِ وَنَحْوِهِمَا، فَيَحْرُمُ اتِّفَاقًا

Artinya:

“Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Al-Qafal dari Syafi’iyyah memakruhkan joget dengan alasan karena ia adalah perbuatan dana’ah (rendah) dan safah (kebodohan). Dan ia merupakan perbuatan yang menjatuhkan wibawa. Dan ia juga merupakan lahwun (kesia-siaan). Al-Abbi mengatakan, ‘Para ulama memaknai hadits jogetnya orang Habasyah bahwa maksudnya (bukan joget sebagaimana yang kita ketahui) namun sekedar lompat-lompat ketika bermain pedang, dan alat-alat perang mereka.’ Sehingga sesuai dengan riwayat yang lain yang menyatakan bahwa mereka (orang Habasyah) bermain-main di dekat Rasulullah dengan alat-alat perang mereka.’ Demikian pemaparan ini semua dengan asumsi joget tersebut tidak dibarengi dengan hal yang diharamkan syariat seperti minum khamr, membuka aurat, atau yang lainnya. Jika dibarengi hal yang diharamkan maka hukumnya haram menurut sepakat ulama.”

Penjelasan ini dikuatkan oleh Asy-Syaikh Al-Faqih Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, beliau mengatakan:

لرقص مكروه في الأصل ، ولكن إذا كان على الطريقة الغربية ، أو كان تقليداً للكافرات : صار حراماً

Artinya:

“Berjoget/menari hukum asalnya makruh. Namun jika dilakukan dengan cara yang nyeleneh atau meniru orang kafir maka menjadi haram.” (Liqaa Baabil Maftuh, 41/18).

Dari penjelasan para ulama dapat disimpulkan bahwa berjoget hukumnya makruh. Namun, apabila dilakukan tidak sesuai syariat maka hukum berjoget menjadi haram atau tidak diperbolehkan. 

Syariat Islam tentang Berjoget dan Menari

Sebelum melakukan pementasan seni berupa joget atau tarian, hendaknya kita memahami syariat dan aturan yang memperbolehkan joget dalam Islam:

1. Tidak Ditonton yang Bukan Muhrim

Hukum berjoget dalam Islam diperbolehkan apabila yang menari laki-laki di hadapan laki-laki. Begitu pun, jika yang menari atau berjoget wanita maka yang melihat dan menonton adalah kaum wanita. 

2. Menutup Aurat

Hal yang selanjutnya harus diperhatikan adalah berpakaian sesuai syariat. Meski yang melihat dan menonton adalah sesama laki-laki atau wanita tetapi pakaian yang dikenakan tetap wajib menutup aurat. 

3. Menjauhi yang Diharamkan

Berjoget dan menari akan menjadi haram apabila tidak mengikuti syariat atau bahkan mendekati yang haram. Misalnya, laki-laki bergaya seperti wanita, meminum khamr, terdapat iringan musik yang tidak sesuai syariat. 

Apabila dilakukan dengan hal yang semacam ini, maka para ulama menyepakati hukum berjoget haram. Sebab, hal ini menjadi kemudharatan dan mendekati larangan Allah Ta’ala. 

Demikian penjelasan mengenai hukum berjoget dalam Islam. Semoga kita senantiasa menjadi muslim yang taat dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment