Bagaimana hukum bunga bank dalam Islam? Berbicara tentang bank, tidak bisa terlepas dari yang namanya bunga. Tentu saja, yang dimaksud bunga dalam hal ini bukanlah tanaman, tetapi sesuatu yang berhubungan dengan ekonomi.
Bunga bank adalah imbalan berupa dana yang diberikan bank kepada nasabah maupun nasabah kepada bank.
Bagi kamu yang memiliki rekening bank, jika mengecek secara cermat setiap tanggal tertentu pasti ada saldo yang terpotong secara otomatis.
Saldo itulah yang menjadi imbalan untuk pihak bank dan dikategorikan sebagai bunga. Mayoritas bank konvensional pasti menerapkan sistem ini.
Daftar ISI
Jenis-Jenis Bunga Bank
Dalam perbankan, ada 5 jenis suku bunga bank yaitu:
- Suku Bunga Tetap: suku bunga yang jumlahnya tetap dan tidak berubah sampai jangka waktu atau sampai tanggal jatuh tempo.
- Suku Bunga Mengambang: suku bunga yang selalu berubah mengikuti pasaran. Jika suku bunga di pasaran turun, maka suku bunganya juga ikut turun, begitupun sebaliknya.
- Suku Bunga Flat: suku bunga yang perhitungannya berdasarkan pada jumlah pokok pinjaman di awal untuk setiap periode cicilan.
- Suku Bunga Efektif: suku bunga yang perhitungannya berdasarkan sisa jumlah pokok pinjaman setiap bulan seiring dengan menyusutnya utang yang telah dibayarkan.
- Suku Bunga Anuitas: suku bunga yang diatur supaya jumlah angsuran pokok ditambah angsuran bunga yang dibayar agar sama setiap bulan.
Baca juga: Bolehkah Mengikuti Lomba Sains dan Lomba Keagamaan Lalu Menerima Hadiah?
Hukum Bunga Bank dalam Islam Menurut Pandangan Ulama
Tentang bunga bank, memang ada beberapa perbedaan pendapat di antara para ulama. Namun, untuk riba sebagian besar ulama menyatakan haram.
Hal ini menunjukkan bahwa ulama berpandangan bahwa bunga bank itu belum tentu ribu, tetapi riba itu pasti ada di bunga bank. Dasar keharaman riba ini sangat jelas tercantum di dalam Al-Qur’an Surah Al Baqarah Ayat 275:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Alladzîna ya’kulûnar-ribâ lâ yaqûmûna illâ kamâ yaqûmulladzî yatakhabbathuhusy-syaithânu minal-mass, dzâlika bi’annahum qâlû innamal-bai‘u mitslur-ribâ, wa aḫallallâhul-bai‘a wa ḫarramar-ribâ, fa man jâ’ahû mau‘idhatum mir rabbihî fantahâ fa lahû mâ salaf, wa amruhû ilallâh, wa man ‘âda fa ulâ’ika ash-ḫâbun-nâr, hum fîhâ khâlidûn.
Artinya:
“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”
Tidak hanya itu saja, di Surah Al Baqarah Ayat 279 juga diterangkan tentang ancaman Allah SWT terhadap orang-orang yang enggan meninggalkan riba:
فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
Fa il lam taf‘alû fa’dzanû biḫarbim minallâhi wa rasûlih, wa in tubtum fa lakum ru’ûsu amwâlikum, lâ tadhlimûna wa lâ tudhlamûn
Artinya:
“Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).”
Selain itu, dijelaskan juga di dalam Surah Ali Imran ayat 130 yang berbunyi:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ
Yâ ayyuhalladzîna âmanû lâ ta’kulur-ribâ adl‘âfam mudlâ‘afataw wattaqullâha la‘allakum tufliḫûn
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
Baca juga: Haji dan Shalat Tidak Diterima karena Harta Haram?
Berikut ini penjelasan tentang hukum bunga bank dari beberapa ulama ternama di dunia:
1. Majelis Ulama Indonesia
Menurut Majelis Ulama Indonesia praktik pinjaman berbasis bunga hukumnya haram. Hal ini tercantum di dalam Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah).
MUI menganggap bahwa bunga sama dengan riba, yaitu tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Berikut ini isi dari fatwa tersebut:
- Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan hukumnya haram.
- Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, Lembaga Keuangan lainnya maupun individu.
2. Yusuf Qardhawi dan Wahbah Az Zuhaili
Sama halnya seperti Majelis Ulama Indonesia, kedua ulama tersebut juga berpendapat bahwa hukum bunga bank dalam Islam itu haram. Dasar yang mereka gunakan adalah Surah Al Baqarah 275 dan salah satu hadist Rasulullah.
Dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
Artinya:
Dari Jabir, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim, nomor 2994).
Syaikh Dr Yusuf Qardhawi menegaskan dalam Fawa’idul Bunuk:
فَوَائِدُ الْبُنُوْكِ هِيَ الرِّبَا الْحَرَامِ
Artinya:
“Bunga bank adalah riba yang diharamkan.”
Sementara itu, Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu mengatakan:
فَوَائِدُ الْمَصَارِفِ (الْبُنُوْكِ) حَرَامٌ حَرَامٌ حَرَامٌ وَرِبَا الْمَصَارِفِ أَوْ فَوَائِدُ الْبُنُوْكِ هِيَ رِبَا النَّسِيْئَةِ سَوَاءٌ كَانَتِ الْفَائِدَةُ بَسِيْطَةً أَوْ مُرَكَّبَةً
Artinya:
“Bunga bank adalah haram, haram, haram. Riba atau bunga bank adalah riba nasi’ah, baik bunga tersebut rendah maupun berganda.”
3. Syekh Ali Jum’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi, Abdul Wahab Khalaf, dan Mahmud Syaltut
Kelima ulama kontemporer tersebut berpandangan jika bunga bank itu tidak termasuk riba sehingga tidak diharamkan. Dasar yang digunakan yaitu Firman Allah Surah An Nisa ayat 29.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya:
Yâ ayyuhalladzîna âmanû lâ ta’kulû amwâlakum bainakum bil-bâthili illâ an takûna tijâratan ‘an tarâdlim mingkum, wa lâ taqtulû anfusakum, innallâha kâna bikum raḫîmâ.
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dari ayat tersebut ada keterangan ‘suka sama suka’. Ketika kita pertama kali membuka rekening, pihak bank sudah menyatakan bahwa setiap bulannya ada saldo yang terpotong sebagai imbalan dan kita pun menyetujuinya.
Karena saling setuju, maka bunga bank tidak dianggap haram. Lain halnya jika bunga tersebut dilakukan secara sepihak.
Itulah dia penjelasan selengkapnya mengenai hukum bunga bank dalam Islam. Semoga bermanfaat dan dapat kita ambil pelajarannya.