Hukum Gadai dalam Islam, Boleh atau Tidak?

Seiring berkembangnya zaman, banyak muslim yang tidak paham akan unsur tabaruj dalam berkehidupan. Sehingga, seringkali masalah keuangan menjadi urusan pelik dan menyebabkan sebagian orang menggadai barangnya sebagai jaminan. Lantas, apa hukum gadai dalam islam sendiri?

Jika diartikan, gadai merupakan proses transaksi dengan cara menjaminkan barang yang ditukar dengan sejumlah uang. Meski yang dijaminkan adalah dengan kepemilikan sendiri. Apakah sah dalam Islam melakukan transaksi pegadaian?

Mari simak artikel ini, untuk ketahui dasar hukum dan penjelasannya!

Hukum Gadai dalam Islam

Gadai dalam bahasa Arab disebut rahn. Secara etimologis rahn berarti subut (tetap) dan dawam (terus menerus). Sedangkan secara terminologi berarti menjaga harta benda sebagai jaminan hutang agar hutang itu dilunasi (dikembalikan) atau dibayarkan harganya jika tidak dapat mengembalikannya atau seseorang tersebut berhalangan untuk melunasinya.

Secara istilah syari, ar-rahnu (gadai) berarti:

جَعْلُ عَيْنٍ مَالِيَّةٍ وَثِيْقَةً بِدَيْنٍ يُسْتَوْفَى مِنْهَا عِنْدَ تَعَذُّرِ الوَفَاءِ

Artinya: “Menjadikan suatu harta (‘ain maaliyah) sebagai jaminan (kepercayaan, watsiiqah) terhadap utang (dayn) di mana sebagian utang bisa terbayarkan dari harta tersebut ketika ada uzur untuk melunasi.”

Baca juga: Doa Agar Cepat Hamil yang Ada di Al-Qur’an, Yuk Amalkan!

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa hukum gadai dalam Islam diperbolehkan.

Hal ini berdasarkan dalil Al-Qur’an maupun sunnah.

Dalil utama yang menjelaskan disyariatkannya penggadaian adalah firman Allah Ta’ala,

وَإِن كُنتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُواْ كَاتِباً فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ

“Jika kalian berada dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai), sedangkan kalian tidak menemui seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh orang yang memberi piutang)…” (QS. Al-Baqarah: 283)

Dasar hukum gadai dalam Islam juga dapat ditemui dalam beberapa hadis, salah satunya yakni hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

Dari Aisyah ra berkata, “Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besinya.”

Dalam hadis lain dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda:

“Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya.

Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)-nya.”

Rukun dan Syarat Gadai dalam Islam

Rukun dan Syarat Gadai dalam Islam

Meski hukum gadai dalam Islam diperbolehkan, transaksi gadai tidak boleh dilakukan dengan sembarangan agar tidak terhitung sebagai riba. oleh sebab itu, penting bagi seorang muslim mengetahui rukun serta syarat gadai yang disahkan dalam syariat Islam.

Baca juga: Amalkan Doa agar Tidak Malas dan Kiat Hidup Lebih Produktif

1. Rukun gadai dalam Islam

Rukun gadai dibagi menjadi lima hal penting yang perlu diketahui, adapun rukun tersebut adalah sebagai berikut:

  • Ar-Rahin (yang menggadaikan), yang dimaksudkan ialah orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.  dalam menggadaikan perhatikan beberapa yang diharamkan yakni khamar dan benda najis.
  • Al-Murtahin (Penerima gadai), yakni orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).
  • Al-Marhuun (Barang Jamin),yakni  barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.
  • Marhuun bihi (Utang), yakni  sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.
  • Sighat,  yakni adanya ijan, qabul ataupun kesepakatan rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.

2. Syarat-syarat dalam Menggadai

setelah mengetahui hukum gadai dalam Islam, berikut ini beberapa syarat penting yang perlu diketahui bagi seorang muslim, agar saat melakukan transaksi gadai tidak terhitung sebagai riba.

Syarat murtahin, atau Pemberi Hutang

  • Atas pilihan sendiri, tidak dipaksa
  • Ahliyah tabarru, hal ini diartikan sebagai orang yang dibolehkan melakukan akad, yakni orang yang atas pilihan sendiri, baligh, bukan yang sedang diboikot untuk tidak boleh membelanjakan hartanya.

Syarat Marhuun atau Barang Jaminan

  • Ain, hal ini dimaksudkan dengan sesuatu yang berbentuk. Jika barang gadaian berupa utang, maka tidaklah sah karena tidak bisa diserahterimakan.
  • Sah untuk diperjualbelikan, yaitu segala sesuatu yang boleh diperjualbelikan, maka boleh dijadikan barang gadai. Anjing, babi, atau khamar tidaklah bisa dijadikan barang gadai.

Syarat Marhuun Bihi atau Utang

  • Memiliki kepemilikan atas barang gadai. Jika gadai dengan sesuatu dari pinjaman, hasil merampas (magh-shuubah), atau mencuri diam-diam (masruuqah), tidaklah sah karena tidak ada yang jadi watsiqah (jaminan, kepercayaan) sehingga bisa melunasi ketika ada uzur pelunasan.
  • Marhuun bihi (utang) diketahui oleh kedua pihak yang berakad. Utang tersebut diketahui dalam bentuk jumlah dan sifat, sehingga tidaklah sah jika masih majhuul (tidak diketahui).

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Melakukan Transaksi Gadai

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi seorang muslim, salah satunya yakni tidak diperbolehkannya bagi murtahin atau pemberi hutang memanfaatkan barang yang digadaikan.

Sebab segala sesuatu mengenai transaksi hutang piutang yang mendatangkan manfaat terhitung sebagai riba.

Karena pada hakikatnya barang tersebut statusnya masih milik rahin. Sedangkan murtahin hanya berhak untuk menahan barang tersebut, bukan malah memanfaatkannya. Baik dengan izin dari rahin ataupun tanpa seizinnya.

Lain halnya jika barang gadai tersebut berupa hewan tunggangan dan ternak, maka boleh bagi murtahin menunggangi maupun memerah susunya jika memang murtahin tersebut memberi makan hewan-hewan tersebut.

Hal tersebut dijelaskan pada hadis riwayat Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda:

الظَّهْرُ يُرْكَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ نَفَقَتُهُ

“Punggung hewan tunggangan yang digadaikan boleh dinaiki. Begitu pula susu hewan ternak yang digadaikan boleh diminum. Akan tetapi wajib bagi yang menunggangi dan meminum susunya untuk memberi hewan-hewan tersebut makanan.” [HR. Tirmidzi: 1254]

Demikianlah pembahasan terakait hukum gadai dalam Islam serta rukun dan syarat sah dalam melakukannya. Semoga bermanfaat. Assalamualaikum wr.wb.

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment