Hukum Istri Minta Cerai karena Ekonomi, Ini Penjelasannya

Ajaran agama Islam mendorong pasangan suami dan istri untuk berkomitmen menjaga keberlangsungan pernikahan. Tetapi, kadang kala keuangan keluarga tidak sesuai harapan. Jika demikian, bagaimana hukum istri minta cerai karena ekonomi?

Pernikahan adalah ikatan suci antara pria dan wanita. Tidak boleh ada permasalahan hidup yang begitu berat sehingga merusak pondasi rumah tangga tersebut. Tetapi, banyak pasangan suami istri yang mempertimbangkan untuk berpisah karena ekonomi.

Pada dasarnya, keputusan untuk menjatuhkan talak adalah milik suami. Akan tetapi umumnya yang mengajukan permintaan cerai adalah pihak istri. Apakah pilihan seperti ini diperbolehkan dalam Islam?

Hukum Istri Minta Cerai karena Ekonomi

Keputusan bercerai pada dasarnya berasal dari suami. Sementara bagi istri yang meminta cerai tanpa alasan yang jelas, ia diharamkan mencium bau surga. Sebagaimana diriwayatkan dari Tsauban ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّة

Artinya:

“Wanita mana pun yang meminta suaminya untuk menceraikannya, tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka dia diharamkan mencium bau surga.” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth).

Jika suami mengalami kesulitan keuangan setelah masa kelimpahan, tetapi masih mampu memenuhi kebutuhan pokok, maka istri tidak memiliki alasan sah untuk meminta perceraian dan berpisah dari suaminya.

Hal tersebut berdasarkan firman-Nya dalam Surah Ath-Thalaq ayat 7 berikut. 

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Liyunfiq żụ sa’atim min sa’atih, wa mang qudira ‘alaihi rizquhụ falyunfiq mimmā ātāhullāh, lā yukallifullāhu nafsan illā mā ātāhā, sayaj’alullāhu ba’da ‘usriy yusrā.

Artinya: 

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq: 7).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa sudah semestinya suami memberikan nafkah sesuai kemampuannya.

Baca juga: Ini Hukum Istri Mendiamkan Suami Menurut Islam, Sudah Tahu?

Bagaimana Seharusnya Sikap Istri?

Bentuk rumah tangga yang positif adalah ketika istri tetap mendukung suaminya, terutama ketika suami menghadapi tantangan atau musibah. Bukan menghindar dengan mengajukan permohonan perceraian.

Jika istri hanya mau hidup bersama dalam keadaan baik, hal itu adalah tanda hubungan yang kurang sehat. Selain itu, kondisi tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman tentang pernikahan yang seharusnya dibangun di atas dasar cinta dan kasih sayang.

Namun, jika suami menghadapi kesulitan finansial dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga, istri memiliki hak untuk berpisah. Suami pun berhak mengajukan talak ataupun melalui fasakh (pembatalan akad nikah).

Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 229 yaitu sebagai berikut.

ٱلطَّلَٰقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌۢ بِإِحْسَٰنٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا۟ مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْـًٔا إِلَّآ أَن يَخَافَآ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا ٱفْتَدَتْ بِهِۦ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Aṭ-ṭalāqu marratāni fa imsākum bima’rụfin au tasrīḥum bi`iḥsān, wa lā yaḥillu lakum an ta`khużụ mimmā ātaitumụhunna syai`an illā ay yakhāfā allā yuqīmā ḥudụdallāh, fa in khiftum allā yuqīmā ḥudụdallāhi fa lā junāḥa ‘alaihimā fīmaftadat bih, tilka ḥudụdullāhi fa lā ta’tadụhā, wa may yata’adda ḥudụdallāhi fa ulā`ika humuẓ-ẓālimụn.

Artinya: 

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 229).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa suami boleh menceraikan istri dengan cara yang baik. Contohnya karena alasan ekonomi tersebut.

Sementara itu, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa “Jika seorang suami kesulitan memberi nafkah sang istri maka keduanya boleh diceraikan.” (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).

Riwayat lain berasal dari Ibnul Mundzir:

“Diriwayatkan bahwa Umar pernah menulis surat kepada para komandan perang agar mereka memberi nafkah atau menceraikan (istri). Seorang suami diwajibkan untuk rujuk dengan cara yang ma’ruf. Apabila ia hendak rujuk dengan istrinya, pada saat bersamaan ia kesulitan memenuhi kebutuhan (hidup) sehingga dapat menimbulkan bahaya, maka ia diharamkan untuk rujuk dengan istrinya.”

Hadis tersebut menjelaskan bahwa hukum istri minta cerai karena ekonomi adalah diperbolehkan. Dengan syarat jika suaminya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dasar berumah tangga. 

Sebenarnya, permasalahan ini dapat disederhanakan. Ketika kita menyadari bahwa penghasilan suami tidak cukup mencapai konsep “kebahagiaan” yang ideal, segera susun prioritas. 

Tidak semua keinginan dapat dipenuhi hanya dari gaji suami. Utamakan yang paling esensial, lalu yang penting. Kebutuhan yang mungkin bisa ditunda, tidak perlu diwujudkan sekarang. 

Bersabarlah, berdoalah agar mendapatkan kemudahan dalam hidup, sambil mencoba menabung sedikit demi sedikit untuk mewujudkan impian yang kita harapkan.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment