Hukum Menimbun Barang untuk Menjualnya Lebih Mahal

Demi meraup keuntungan lebih tinggi, pedagang sering kali tergiur untuk menimbun barang. Kebanyakan mereka melakukannya tanpa mengetahui tentang hukum menimbun barang dalam Islam.

Padahal praktek menimbun dagangan merupakan hal yang sangat umum, terutama menjelang musim ramai.

Nah, supaya tidak salah kaprah, mari kita mengenal apa hukumnya menurut ajaran Islam.

Hukum Menimbun Barang

Bukan hal yang asing lagi terjadinya lonjakan harga akibat kelangkaan barang di pasar. Salah satu penyebabnya yaitu tindakan para pedagang yang suka menimbun barang.

Dalam ajaran Islam, menimbun barang dagangan disebut dengan istilah ihtikar.

Mengutip Harta Haram Muamalat Kontemporer, pengertian ihtikar adalah membeli barang melebihi kebutuhan dengan tujuan menimbunnya, menguasai pasar dan dijual dengan harga tinggi sekehendaknya pada saat khalayak ramai membutuhkannya.

Semua ulama sepakat bahwa hukum menimbun barang (ihtikar) adalah haram. Alasannya karena ihtikar termasuk tindakan yang menzalimi orang banyak.

Penimbunan barang menyebabkan pada kelangkaan di pasar. Akibatnya, masyarakat kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan mereka.

Kemudian ketika menemukan pedagang yang menyediakan, harga jual barang menjadi jauh lebih mahal daripada biasanya. Hal ini juga bisa menyebabkan kesulitan dari sisi finansial.

Syaikh Zakaria al-Anshari menyatakan pendapatnya dalam kitab Asnal Mathalib, sebagai berikut:

فَيَحْرُمُ الِاحْتِكَارُ  لِلتَّضْيِيقِ عَلَى النَّاسِ

Artinya:

“Maka ihtikar (menimbun barang) hukumnya adalah haram karena ada unsur menyulitkan masyarakat.”

Melansir dari laman Rumaysho, hukum ihtikar yang diharamkan berlaku pada semua jenis barang. Bukan terbatas pada barang yang merupakan kebutuhan pokok saja.

Pasalnya, yang menjadi ilat atau motivasi hukum dalam larangan ihtikar (penimbunan barang) adalah kemudharatan yang menimpa orang banyak.

Nah, kemudharatan (kesulitan) ini tidak hanya terbatas pada kebutuhan pokok seperti makanan dan pakaian. Namun juga mencakup berbagai barang lain seperti bahan bakar, bahan bangunan, mata uang, dan banyak lagi.

Selain itu, ihtikar tidak hanya menyangkut komoditas saja, melainkan bisa mencakup manfaat komoditas dan jasa pemberi jasa. Contohnya, pedagang beras tidak mau menjual berasnya karena menunggu harga naik saat Ramadhan nanti.

Baca juga: 5 Amalan yang Dapat Membuat Seseorang Menjadi Ahli Surga

Dosa Menimbun Barang

Tindakan menimbun barang dapat mendatangkan berbagai kesulitan pada masyarakat umum. Maka dari itu hukumnya diharamkan.

Hal ini juga dipertegas dalam beberapa hadits. Salah satunya yaitu dari Ma’mar bin ‘Abdillah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ

Artinya:

“Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” (HR. Muslim, no. 1605).

Hadits di atas dengan gamblang menyebutkan bahwa melakukan penimbunan barang akan mendatangkan dosa. Selain itu, pelaku ihtikar juga diancam mendapatkan azab dari Allah SWT.

Sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW berikut:

مَنْ اِحْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ ضَرَبَهُ اللَّهُ بِالْجُذَامِ وَالْإِفْلَاسِ

Artinya:

“Barangsiapa melakukan ihtikar atau menimbun makanan kaum Muslimin, maka Allah akan memberinya dengan penyakit kusta dan kerugian.”

Larangan ihtikar berlaku pada semua jenis barang. Meskipun begitu, beberapa ulama berpendapat berbeda, yakni adanya pembatasan pada komoditas makanan yang merupakan kebutuhan paling pokok.

Apalagi beberapa hadits juga menekankan pelarangan ihtikar makanan. Salah satunya yaitu sabda Rasulullah SAW:

من احتكر طعاما أربعين يوما ثم تصدق به لم يكن له كفارة

Artinya:

“Barangsiapa menimbun makanan selama 40 hari dan kemudian disedekahkan, maka hal tersebut tidak cukup menjadi penebus atas dosanya.”

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:

مَن دَخَلَ في شَيءٍ من أسعارِ المُسلِمينَ لِيُغلِيَه عليهم، فإنَّ حَقًّا على اللهِ تَبارك وتَعالى أنْ يُقعِدَه بعُظْمٍ من النَّارِ يَومَ القيامَةِ.

Artinya:

“Siapa yang mempengaruhi harga bahan makanan kaum muslimin sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk menempatkannya ke dalam tempat yang besar di neraka nanti di hari kiamat.” (HR. Ahmad, 4:485).

Sebagai catatan, hadits di atas disebut memiliki sanad dhaif oleh Syaikh Syuaib Al-Arnauth. Sehingga, hadits ini tidak bisa dijadikan dasar hukum.

Melansir dari laman Rumaysho, yang tepat, larangan ihtikar berlaku pada semua jenis barang.

Sanksi Pelaku Ihtikar

Menimbun barang termasuk bentuk kezaliman yang mendatangkan kesulitan pada banyak orang. Oleh karena itu, pelaku ihtikar juga harus dikenai sanksi.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berpendapat, “Terkadang kenaikan harga barang disebabkan oleh tindakan penimbunan barang oleh para pedagang. Pada saat itu, pihak berwenang wajib mematok harga dan memaksa para penimbun menjual barangnya dengan harga normal ditambah laba yang masuk akal, agar mereka tidak dianiaya dan orang banyak pun tidak teraniaya.” (Hasyiyah Ar-Raudhu Al-Murbi’, hlm. 318).

Hikmah Larangan Menimbun Barang

Larangan menimbun barang membawa hikmah untuk mencegah terjadinya kesulitan bagi masyarakat umum.

Sebagaimana pendapat Al-Qadhi Iyadh rahimahullah berkata, “Alasan larangan penimbunan adalah untuk menghindarkan segala hal yang menyusahkan umat Islam secara luas. Segala hal yang menyusahkan umat Islam wajib dicegah. Dengan demikian, bila pembelian suatu barang di suatu negeri menyebabkan harga barang menjadi mahal dan menyusahkan masyarakat luas, wajib untuk dicegah, demi menjaga kepentingan umat Islam. Pendek kata, kaedah ‘menghindarkan segala hal yang menyusahkan’ adalah pedoman dalam masalah penimbunan barang.” (Ikmalul Mu’lim, 5: 161).

Adapun menimbun barang untuk stok tanpa bertujuan mempengaruhi harga pasar, seperti grosir, hukumnya dibolehkan.

Demikianlah pembahasan mengenai hukum menimbun barang. Setelah paham hukumnya haram, mari menghindari perbuatan ihtikar.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment