Bagaimana Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam?

Peran seorang ibu bagi anak amatlah berarti. Sehingga, sudah menjadi kewajiban bagi anak untuk berbakti kepada ibu. Namun, banyak di antara kita belum tahu bagaimana hukum merayakan hari ibu dalam Islam.

Perayaan Hari Ibu di Indonesia jatuh pada tanggal 22 Desember. Hari Ibu bahkan telah ditetapkan sebagai perayaan nasional.

Namun, perlu kita ingat bahwa perayaan maupun peringatan Hari Ibu bukan bagian dari ajaran syariah Islam. Lantas, apakah boleh kita ikut merayakan? Mari simak pembahasannya.

Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam

Jasa seorang ibu begitu besar bagi anak. Beliaulah yang mengandung, melahirkan, hingga membesarkan dan mendidik anak sehingga mampu hidup mandiri. Islam juga mengajarkan kita untuk memuliakan kedua orang tua, terutama ibu.

Perintah untuk menghormati orang tua tercantum dalam firman Allah berikut:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا 

Artinya:

“Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra’: 23).

Meskipun menghormati dan memulakan ibu merupakan kewajiban setiap anak, merayakan Hari Ibu bukan tindakan yang dianjurkan dalam syariah Islam.

Mengutip dari Rumaysho, hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam adalah dilarang.

Hal ini karena perintah berbakti kepada orang tua menurut Islam berlaku setiap hari. Jadi, bukan hanya pada satu hari tertentu. Sebagaimana firman Allah,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (QS. Lukman: 14).

Selain itu, beberapa hadits yang menegaskan keutamaan berbakti kepada orangtua juga mengkhususkan sosok ibu.

Pasalnya, ibu mengalami keletihan dan kelelahan yang tidak bisa dibandingkan selama proses mengandung, melahirkan, dan menyusui anak.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِى قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « أُمُّكَ » . قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ « ثُمَّ أَبُوكَ »

Artinya:

“Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).

Baca juga: 10 Hikmah Puasa Ramadhan, Bukan Hanya Menahan Lapar dan Haus

Sebab Hukum Merayakan Hari Ibu dalam Islam

Terdapat beberapa sebab mengapa merayakan Hari Ibu termasuk hal yang dilarang, antara lain yaitu:

1. Termasuk Bid’ah

Melansir dari laman Almanhaj, semua perayaan yang bukan termasuk hari raya yang disyari’atkan adalah bid’ah.

Sementara itu, Hari Raya bagi umat muslim ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Selain dua hari tersebut, tidak ada hari raya lain dalam syariat Islam.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya:

“Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shulh 2697).

2. Tasyabbuh dengan Orang Kafir

Bukan hanya tidak diajarkan dalam syariat Islam, perayaan Hari Ibu juga berasal dari tradisi non muslim. Maka tindakan ini juga termasuk tasyabbuh atau menyerupai musuh-musuh Allah.

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Artinya:

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.“(HR. Abu Daud no. 4031).

Dalam hadits lain disebutkan larangan serupa:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا لاَ تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلاَ بِالنَّصَارَى

Artinya:

“Bukan termasuk golongan kami yaitu siapa saja yang menyerupai (meniru-niru) kelakukan selain kami. Janganlah kalian meniru-niru Yahudi, begitu pula Nasrani.” (HR. Tirmidzi no. 2695).

Jadi, karena bukan termasuk ajaran Islam, maka jelas sudah bahwa hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam adalah dilarang.

Apalagi, karena perayaan memang mulanya hanyalah tindakan menirukan dari kaum lain.

Umat muslim hendaknya hanya mengikuti hal-hal yang sesuai dengan ajaran syari’at Islam yang sempurna. Sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Artinya:

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agamamu. ” (QS. al-Ma’idah/5: 3).

3. Berpotensi Menyebabkan Lalai pada Kewajiban

Merayakan Hari Ibu juga dapat menyebabkan kita lupa pada hal-hal yang jelas termasuk kewajiban.

Sebagai contoh, seorang istri wajib merawat anak dan mengurus rumah tangga. Namun, istri dapat lalai menjalankan kewajiban tersebut karena justru disibukkan dengan persiapan perayaan Hari Ibu.

Padahal, Hari Ibu bukan perayaan yang diajarkan oleh syari’at Islam. Maka melalaikan kewajiban karena alasan tersebut merupakan hal yang keliru:

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Artinya:

“Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci.” (HR. An Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251).

Nah, demikian pembahasan mengenai hukum merayakan Hari Ibu dalam Islam. Hari Ibu bukan peringatan yang diajarkan oleh agama Islam, maka sudah sepantasnya kita tidak ikut merayakan.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment