Dewasa ini, banyak sekali orang tua yang merasa masih bertanggung jawab saat anak perempuannya menikah. Kebanyakan dari mereka takut anaknya tidak berkecukupan, sehingga melarang tinggal memisah. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum orang tua melarang anaknya ikut suami?
Ketika menikah istri akan berbakti sepenuhnya kepada suami, namun banyak terjadi saat ini bahwa orang tua turut campur urusan rumah tangga anak yang telah menikah.
Padahal, alih-alih membantu, keterlibatan ini justru kerap kali memperkeruh masalah. Bahkan, tidak sedikit kasus perceraian yang disebabkan campur tangan orang tua. Penasaran dengan hukum orang tua melarang anaknya ikut suami? Mari simak penjelasannya di bawah ini!
Hukum Orang Tua Melarang Anaknya Ikut Suami
Ada banyak sekali pertanyaan yang kerap menjadi perdebatan batin bagi seorang istri yang baru saja menikah. Mereka kerap kali dihadapkan beberapa pilihan, yakni harus ikut suami namun ingin menjaga orantua yang sudah menua.
Tentu pembahasan terkait hukum orang tua melarang anaknya ikut suami amat penting untuk memberikan pertimbangan dan jalan tengah terkait hal yang disebutkan di atas.
Pada dasarnya, Islam sendiri mewajibkan seorang istri untuk taat kepada suaminya. Sehingga, setelah menikah ia dianjurkan untuk tinggal satu rumah dengan suaminya.
Ketentuan ini berlaku jika suami tersebut taat kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangan-larangannya. Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila seorang wanita sholat lima waktu, puasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai.” (HR. Ahmad)
Selain itu, membahas mengenai hukum orangtua melarang anaknya ikut suami. Mengingat bahwa terdapat beberapa batasan orangtua kepada anak yang sudah menikah, yang paling utama yakni orangtua dilarang melibatkan diri terlalu jauh dalam masalah rumah tangga anaknya.
Bahkan Rasulullah SAW bersabda, “Hendaknya engkau sibuk dengan privasimu dan jangan terlalu sibuk dengan urusan orang lain.”
Meski hadits di atas tidak secara spesifik melarang orangtua mencampuri urusan rumahtangga anaknya, namun dapat diketahui bahwa umat muslim dilarang mencampuri urusan orang lain, tidak terkecuali itu anak sendiri. Meski begitu hal ini dengan jelas menerangkan bahwa hukum orang tua Melarang anaknya ikut suami tidak diperbolehkan.
Baca juga: Jelaskan Perbedaan Rukun dan Wajib Haji? Yuk Simak
Sebenarnya, dalam ajaran Islam, pasangan yang telah menikah lebih dianjurkan untuk tinggal di rumah sendiri guna menghindari adanya dua kepala keluarga di dalam satu rumah. Hal ini akan menjadi pemicu pertengkaran sebab seringkali satu di antaranya merasa tidak menjadi kepala keluarga yang dapat memutuskan suatu pilihan.
Selain itu, dengan hidup terpisah dari orang tua, pasangan suami istri bisa terus belajar untuk mandiri dan berjuang bersama dari awal untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah.
Oleh sebab itulah, hukum orang tua melarang anaknya ikut suami adalah tidak diperbolehkan. Sebab seorang anak perempuan yang telah menikah, ia wajib menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri kepada suaminya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dan menegaskan kewajiban wanita dalam menunaikan hak suami dalam sabda Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
”Seandainya aku akan memerintahkan seorang untuk bersujud kepada selain Allah, tentulah aku perintahkan wanita bersujud kepada suaminya. Demi (Allah) Dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah seorang wanita menunaikan hak Rabb-nya sampai dia telah menunaikan hak suaminya. Walaupun suaminya meminta dirinya (berhubungan suami istri) di atas pelana onta, ia tidak boleh menolaknya.” (HR. Ibnu Majah dalam kitab as-Sunan No. 1843. Lihat ash-Shahihah No. 1203)
Syaikh al-Albani dalam Adabuz Zifaf menjelaskan tentang hadits ini dengan menyatakan, ‘Pengertiannya adalah anjuran kepada kaum wanita untuk menaati suaminya, ia tidak boleh menolak (ajakan suami) dalam keadaan seperti itu, lalu bagaimana dalam kondisi yang lainnya? (Tentu ia lebih patut menaati suami).’
Berdasarkan hadits di atas, maka tidak diperkenankan bagi orangtua untuk menghalangi seorang istri menjalankan kewajibannya.
Namun disamping pembahasan mengenai hukum orang tua melarang anaknya ikut suami, jika membicarakan mengenai ketaatan, sebenarnya tidak hanya istri yang diwajibkan untuk taat kepada suami, namun suami juga dianjurkan untuk menunjukkan kasih sayangnya kepada istri.
Hal ini sebagaimana dijelaskan secara tersirat dalam Surat Al-Ahzab ayat 37 yang artinya:
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِىٓ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَٱتَّقِ ٱللَّهَ وَتُخْفِى فِى نَفْسِكَ مَا ٱللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى ٱلنَّاسَ وَٱللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَىٰهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَٰكَهَا لِكَىْ لَا يَكُونَ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِىٓ أَزْوَٰجِ أَدْعِيَآئِهِمْ إِذَا قَضَوْا۟ مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ ٱللَّهِ مَفْعُولًا
Wa iż taqụlu lillażī an’amallāhu ‘alaihi wa an’amta ‘alaihi amsik ‘alaika zaujaka wattaqillāha wa tukhfī fī nafsika mallāhu mubdīhi wa takhsyan-nās, wallāhu aḥaqqu an takhsyāh, fa lammā qaḍā zaidum min-hā waṭarā, zawwajnākahā likai lā yakụna ‘alal-mu`minīna ḥarajun fī azwāji ad’iyā`ihim iżā qaḍau min-hunna waṭarā, wa kāna amrullāhi maf’ụlā
Artinya: Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
Demikian penjelasan mengenai hukum orang tua melarang anaknya ikut suami. Hendaknya orangtua dengan ikhlas melepaskan anaknya yang telah menikah untuk membangun bahtera rumah tangganya sendiri.
Begitu juga dengan suami, hendaknya memberikan perhatian dan kemudahan kepada istrinya untuk melakukan kebaikan dan baktinya kepada orangtuanya.