Hukum Potong Rambut saat Haid Menurut Islam, Apakah Boleh?

Selama ini kita mungkin pernah mendengar larangan potong rambut dan kuku bagi wanita yang sedang haid atau menstruasi. Sebenarnya bagaimana hukum potong rambut saat haid jika ditinjau dari Al-Qur’an dan Hadits?

Wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah sholat, puasa, dan sebagainya.

Diibaratkan sedang dalam kondisi kotor. Itulah sebabnya kerap muncul larangan untuk memotong rambut atau kuku yang termasuk bersuci.

Hukum Potong Rambut saat Haid Menurut Islam

Untuk mengetahui hukum suatu peristiwa, semestinya kita merujuk pada Al-Qur’an, hadis, dan kesepakatan para ulama. Mengenai potong rambut saat haid sebenarnya tidak ada dalil eksplisit baik di Al-Qur’an maupun sunnah Nabi.

Berdasar Kisah Aisyah r.a

Tidak ada riwayat yang melarang wanita haid untuk memotong kuku atau rambut. Begitu pula, tidak ada riwayat yang mewajibkan mencuci rambut yang rontok saat mandi setelah haid. 

Sebaliknya, ada riwayat yang memperbolehkan wanita haid untuk menyisir rambut. Terdapat hadis yang berkaitan dengan Aisyah saat mengikuti haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka tiba di Mekkah, A’isyah mengalami haid.

Diriwayatkan dari Imam Bukhari. Aisyah radhiyallahu ’anha berkata, “Kami berangkat (untuk berhaji) ketika mendekati permulaan bulan Dzulhijjah. Lalu Nabi SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang ber-ihlal (berniat untuk memulai) ibadah umrah maka silakan melakukannya. Adapun aku, seandainya aku tidak membawa hadyu (hewan sembelihan) maka aku akan ber-ihlal untuk umrah.” 

Dari sabda Nabi tersebut akhirnya sebagian sahabat ber-ihlal untuk umrah dan sebagian lagi ber-ihlal untuk haji. Sementara Aisyah ermasuk orang yang ber-ihlal untuk umrah. 

Pada saat hari arafah Aisyah mengalami haid. Lalu ia mengadukan hal ini kepada Nabi. Nabi SAW pun bersabda:

دَعِي عُمْرَتَكِ، وَانْقُضِي رَأْسَكِ، وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي بِحَجٍّ

Artinya:

“Tinggalkanlah umrahmu, lepaslah ikatan rambutmu, sisirlah rambutmu dan ber-ihlal-lah untuk haji.” 

Akhirnya Aisyah pun melakukan perintah beliau. Pada malam hasbah (malam keempat belas bulan Dzulhijjah). Nabi SAW mengutus saudara ‘Aisyah yaitu Abdurrahman bin Abu Bakr untuk menemaninya. 

Aisyah keluar sampai di miqat Tan’im dan ber-ihlal untuk umrah dari sana sebagai ganti dari umrahnya. Dari kisah ini, terdapat hadis shahih riwayat Imam Bukhari yang berbunyi sebagai berikut:

وَقَالَ عَطَاءٌ: َيحْتَجِمُ الجُنُبُ، وَيُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ، وَيَحْلِقُ رَأْسَهُ، وَإِنْ لَمْ يَتَوَضَّأ

Artinya:

Orang yang sedang dalam keadaan junub boleh berbekam, memotong kuku, mencukur rambut, meskipun tanpa berwudhu. (HR. Bukhari).

Berdasarkan hadis tersebut, jelas bahwa hukum potong rambut saat haid diperbolehkan. Nabi SAW justru memerintahkan ‘Aisyah yang sedang dalam keadaan haid untuk menyisir rambutnya. 

Padahal menyisir rambut seringkali berpotensi menyebabkan rambut rontok. Hal ini menunjukkan bahwa tidak masalah jika ada anggota tubuh yang terpisah dari badan karena melakukan suatu hajat.

Baca juga: Hukum Memanjangkan Kuku dalam Islam

Pendapat Ulama

Beberapa ulama tidak membolehkan potong rambut dan kuku saat haid. Hukum potong rambut saat haid menurut ulama ini memiliki alasan karena anggota badan yang terpisah saat kondisi berhadas kelak di akhirat akan dikembalikan masih dalam keadaan hadas. 

Adapun ulama yang berpendapat demikian antara lain Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz, Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, dan al-Ghazali. Sementara pendapat Abu Al-Faraj Asy-Syairazi menyatakan bahwa memotong kuku saat haid hukumnya makruh.

Sementara itu, Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa:

“Wanita yang haid boleh memotong kukunya dan menyisir rambutnya, dan boleh mandi junub, … pendapat yang dianut oleh sebagian wanita bahwasanya wanita yang haid tidak boleh mandi, menyisir rambutnya, dan memotong rambutnya maka ini tidak ada asalnya (dalilnya) di dalam syari’at, sebatas pengetahuan saya.”

Ternyata larangan memotong rambut saat haid ditemukan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin. Menurut Imam Al-Ghazali, wanita haid dilarang memotong kuku dan rambutnya.

Alasannya karena kelak di akhirat rambut dan kuku tersebut akan dipanggil dalam keadaan janabah (hadats besar). Lalu meminta pertanggungjawaban pada pelakunya. Pendapat Al-Ghazali ini berdasarkan hadis yang berbunyi:

”Dan tidak sepatutnya seseorang itu mencukur rambutnya, memotong kukunya, bulunya, atau mengeluarkan darahnya, atau memisahkan satu bagian dari dirinya sedang dia dalam keadaan junub. Sebab semua bagian itu akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaan junub, lalu dikatakan pada orang itu: Sesungguhnya setiap rambut ini menuntut padanya mengapa ia dibiarkan dalam keadaan berjanabah (hadats besar).” (Kitab Ihya’ Ulumuddin, jilid 1 hal. 51)

Ulama lain yaitu Al-Bujairimi mengomentari pendapat tersebut. Dalam kitabnya, Tuhfah AlHabib, beliau menuliskan sebagai berikut:

“Ada kritikan terhadap (pendapat al-Ghazali). Yang dimaksud dengan ’bagian itu akan dipanggil pada hari kiamat’ adalah bahwa jasad akan dipanggil pada hari kiamat dalam keadaannya sewaktu ia mati, tidak termasuk kuku atau rambut yang dipotong selama ia hidup. Itu artinya, pendapat ini perlu dirujuk kembali. Al-Qalyubi mengatakan bahwa jika semua rambut dan kukunya yang sempat ia potong selama hidup akan dipanggil menyatu ke jasadnya, niscaya akan buruklah jasadnya itu, saking panjangnya kuku dan rambutnya. Al-Manabighi juga menyampaikan bahwa bagian tubuh terpisah yang akan dipanggil itu adalah seperti tangan yang terpotong, bukan rambut atau kuku.” (Kitab Tuhfah Al-Habib, jilid 1 hal. 247).

Dari pandangan ulama tersebut, kita dapat mengambil jalan tengah. Artinya, sebaiknya kita tidak memotong kuku dan rambut kecuali ada kebutuhan atau alasan yang mendasar. Misalnya rasa risih atau ketidaknyamanan jika dibiarkan panjang. 

Setelah memotong kuku atau rambut, disarankan untuk membersihkan area tempat pemotongan tersebut, bukan potongan kuku atau rambut itu sendiri. Hal ini dilakukan sebagai tindakan pencegahan atau berhati-hati.

Demikian pendapat para ulama mengenai hukum potong rambut saat haid. Pada dasarnya yang dilarang bagi wanita haid hanya enam hal saja.

Ibadah yang Dilarang bagi Wanita Haid

Dalam Islam, kita diberikan kebebasan untuk beribadah asalkan sesuai aturan yang berlaku. Sebab, setiap individu diwajibkan untuk beribadah sepanjang hidup, tak terkecuali wanita haid. 

Wanita haid masih boleh beribadah kecuali enam amalan yang dilarang yaitu sebagai berikut:

1. Sholat dan Puasa

Dari Abu Said radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda:

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا

“Bukankah apabila wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79).

Hadis tersebut menjelaskan bahwa wanita haid dilarang sholat dan berpuasa. Justru jika melakukannya, ia akan berdosa.

2. Thawaf di Ka’bah

Sebagaimana kisah Aisyah, Rasulullah memerintahkannya untuk tidak ikut thawaf hingga ia dalam kondisi suci kembali. Berikut hadis yang menerangkan hal tersebut:

فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

Artinya:

“Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211).

3. Menyentuh Mushaf Al-Quran

Orang yang berhadats (hadats besar atau hadats kecil) dilarang menyentuh mushaf sebagian atau seluruhnya. Sebagaimana dalam firman Allah yaitu sebagai berikut:

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Artinya:

“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al Waqi’ah: 79).

Sementara itu, Nabi SAW juga bersabda mengenai hal ini:

لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ

Artinya:

“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

4. I’tikaf

Mayoritas ulama dari mazhab  Syafii, Maliki, dan Hambali berpendapat bahwa wanita haid dilarang i’tikaf atau berdiam diri di masjid. Sementara madzhab Hanafi menyatakan bahwa wanita haid yang i’tikaf tidak sah. Alasannya karena orang yang I’tikaf harus dalam keadaan puasa pada siang harinya sedangkan wanita haid tidak boleh puasa.

Kita merujuk kembali pada Al-Qur’an. Allah SWT berfirman sebagai berikut:

 ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَقْرَبُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمْ سُكَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا۟ مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِى سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa: 43).

5. Hubungan Intim

Allah SWT berfirman:

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: 

“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222).

Demikian ibadah yang dilarang bagi wanita haid. Selain hal yang telah disebutnya, pada dasarnya hukum potong rambut saat haid berarti tidak dilarang. 

Meskipun demikian, kalian yang sedang haid masih boleh melakukan ibadah lain.  Ibadah yang bisa dilakukan antara lain berdoa, berdzikir, bersedekah, mendengar ceramah, dan sebagainya.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment