hukuman mati masuk dalam kategori qishash dan sudah dipraktikan sejak lama. Bahkan terdapat beberapa ayat yang turut menjelaskan mengenai hukuman mati. Namun, bagaimana sebenarnya hukuman mati dalam Islam itu sendiri?
Hukuman mati dalam Islam ini tidak hanya diterapkan pada kasus pembunuhan saja, melainkan juga perbuatan yang mengakibatkan cacat atau luka.
Dalam pelaksanaannya pun tidak sembarangan dilakukan, sebab ada aturan tertentu dalam qishash yang perlu ditaati. Ingin tahu lebih banyak mengenai hukuman mati dalam Islam? Mari simak penjelasannya di bawah ini!
Baca juga: 8 Doa Mohon Perlindungan dan Keselamatan pada Allah SWT
Perspektif Hukuman Mati dalam Islam
Jika membahas mengenai hukuman mati, maka hal ini akan menjadi pembahasan yang paling berat sebab melibatkan hak asasi manusia yakni hak untuk hidup. Hukuman ini kerap menjadi pro kontra, salah satu sebabnya karena beberapa orang meyakini bahwa hak hidup seseorang hanyalah berada di tangan Sang Pencipta.
Meski demikian, hukum mati dalam Islam sudah dipraktikan sejak lama. Orang-orang yang menerima hukuman mati yakni orang yang melakukan tindakan kasus pembunuhan. Pidana semacam ini dalam hukum Islam disebut dengan qishash.
Selain pembunuhan, hukuman mati dalam Islam ini juga diperuntukan bagi mereka yang melakukan kerusakan di muka bumi atau yang disebut sebagai fasad fil ardh, contohnya yakni pengkhianatan, pemerkosaan, zina, sodomi dan hal lainnya yang bersifat murtad.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, hukuman mati turut dijelaskan dalam Al-Qur’an, yakni pada surat Al-Baqarah ayat 178 yang bunyinya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ بِٱلْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌ فَٱتِّبَاعٌۢ بِٱلْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَٰنٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Yā ayyuhallażīna āmanụ kutiba ‘alaikumul-qiṣāṣu fil-qatlā, al-ḥurru bil-ḥurri wal-‘abdu bil-‘abdi wal-unṡā bil-unṡā, fa man ‘ufiya lahụ min akhīhi syai`un fattibā’um bil-ma’rụfi wa adā`un ilaihi bi`iḥsān, żālika takhfīfum mir rabbikum wa raḥmah, fa mani’tadā ba’da żālika fa lahụ ‘ażābun alīm
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.”
Mengutip tafsir Tahlili yang bersumber Kemenag RI, ayat ini menetapkan suatu hukuman qishash yang wajib dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
- Apabila orang merdeka membunuh orang merdeka, maka qishash berlaku bagi pembunuh yang merdeka tersebut.
- Apabila seorang budak membunuh budak (hamba sahaya), maka qishash berlaku bagi budak pembunuh.
- Apabila yang membunuh seorang perempuan, maka yang terkena hukuman mati adalah perempuan tersebut.
Meskipun telah dijelaskan dalam Al-Qur’an mengenai hukuman mati dalam Islam, tentu terdapat batasan-batasan yang hendaknya diketahui. Pada dasarnya, qishash sama saja dengan hukum yang berlaku pada umumnya, dalam Islam pun permasalah pidana seperti ini juga memiliki asas keadilan, kepastian hukum dan kebermanfaatan.
Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra ayat 33 yang artinya:
وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۗ وَمَن قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِۦ سُلْطَٰنًا فَلَا يُسْرِف فِّى ٱلْقَتْلِ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ مَنصُورًا
Wa lā taqtulun-nafsallatī ḥarramallāhu illā bil-ḥaqq, wa mang qutila maẓlụman fa qad ja’alnā liwaliyyihī sulṭānan fa lā yusrif fil-qatl, innahụ kāna manṣụrā
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”
Adapun syarat hukuman mati dalam Islam, yakni sebagai berikut:
- Jika pelaku adalah pelaku zina yang sudah menikah (muhsan) dan keluar dari Islam. Sedangkan untuk korban yang keluarganya berhak menuntut qishash adalah yang terlindungi jiwanya
- Pembunuhnya adalah seorang mukallaf yaitu dewasa (baligh) berakal. Jika dia seorang anak kecil atau gila maka tidak ada qishash atas pembunuhan yang dilakukan.
- Derajat pelaku sama dengan korban dalam bidang agama, kebebasan, dan penghambaannya. Kedua pihak harus berada di posisi dan kekuatan yang seimbang, sehingga bisa menuntut ganti rugi
- Pelaku bukan orang tua, bapak atau ibu, dan kakek atau nenek dari korban. Orang tua tidak bisa menerima qishash terkait pembunuhan yang dilakukan pada anaknya.
Selain daripada itu, kita dapat menyimpulkan bahwasaanya menjatuhkan hukuman mati dalam Islam haruslah bersandar pada ketetapan Allah dan sunah Rasul-Nya.
Sehingga pada intinya, hukuman mati dalam Islam hanya diperbolehkan apabila terkait dengan pembunuhan, dan merusak muka bumi. Jika tidak, maka hukuman mati tidaklah dibenarkan dalam Islam. Seperti halnya yang dijelaskan dalam salah satu hadits riwayat Bukhari dan Muslim,
“Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya adalah Rasul-Nya, kecuali disebabkan oleh salah satu dari tiga hal, yaitu orang yang telah kawin kemudian berzina (pezina muhshan), orang yang dihukum mati karena membunuh, dan orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jama’ah (murtad).” (HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah persepektif mengenai hukuman mati dalam Islam. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan.