Hutang Piutang dalam Islam: Pengertian, Rukun, Syarat dan Ketentuannya

Meminjam uang menjadi solusi cepat di saat keuangan sedang dalam keadaan tidak baik. Ditambah dengan membludaknya lembaga hutang yang bisa diakses secara offline maupun online dengan mudah. Lantas, bagaimana hukum hutang piutang dalam Islam?

Meski dikatakan mudah dan cepat, sayangnya, banyak sekali lembaga yang memberikan syarat yang dapat memberatkan dikemudian hari seperti bunga yang kerap kali tidak masuk akal.

Lantas, bagaimana kita seorang muslim menanggapi  terkait hutang piutang? Mari simak penjelasannya di artikel ini.

Mengenal Hutang Piutang dalam Islam

Sebelum melangkah lebih jauh untuk mengenal hukum hutang piutang. Perlu diketahui makna dari hutang piutang itu sendiri.

Islam mengatur segala aspek kehidupan dalam Al-Qur’an dan hadis, termasuk mengenai perkara hutang piutang.

Hutang piutang atau qard mempunyai istilah lain yang disebut dengan “dain” (دين). Istilah  “dain”  (دين)  ini  juga  sangat  terkait  dengan  istilah  “qard”  (قرض)  yang menurut bahasa artinya memutus.

Sedangkan, menurut syari atau kaidah Islam, hutang piutang memiliki makna memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapapun yang membutuhkan dan dimanfaatkan dengan benar, serta akan dikembalikan lagi kepada yang memberikan.

Baca juga: Hukum dan Cara Mengqodho Sholat Fardhu yang Terlewat Sesuai Syariat

Hukum Hutang Piutang dalam Islam

Hukum Hutang Piutang dalam Islam

Apakah seorang muslim boleh memiliki hutang? Sebenarnya, hukum dari hutang piutang dalam Islam sendiri adalah mubah, maksudnya yakni, apabila dikerjakan maupun ditinggalkan tidak berdosa dan tidak berpahala.

Selain itu, hukum orang yang akan berhutang adalah mubah sedangkan orang yang memberikan hutang hukumnya sunnah sebab ia termasuk orang yang menolong.

Namun perlu diketahui bahwa hukum orang yang berhutang akan menjadi wajib dan hukum orang yang menghutangi juga wajib, jika peminjam itu benar-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan dan lainnya.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali kecuali seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya satu kali”. (HR. Ibnu Majah)

Selain itu, hukum memberi hutang bisa menjadi haram, jika terkait dengan hal-hal yang melanggar aturan syariat. Misalnya memberi hutang untuk membeli minuman keras, berjudi dan Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:  “Dan Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa- Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 2).

Dari beberapa hal tersebut, kita dapat menentukan hukum hutang piutang dengan menyesuaikan kondisi orang yang sedang akan meminjam. Namun sebetulnya, hutang piutang termasuk ke dalam transaksi akad tabarry atau akad yang ditujukan untuk menolong-menolong.

Sehingga, apabila kita menemui orang yang hendak meminjam uang dengan tujuan terdesak dan memenuhi syarat syar’i, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak meminjaminya padahal kita mampu.

Baca juga: Tata Cara Sholat Istikharah: Niat, Doa, dan Waktu Mustajab

Rukun dan Syarat Hutang Piutang dalam Islam

Dengan mengetahui hukum hutang piutang dalam Islam, kita juga perlu mengetahui rukun dan syarat sah dalam melakukannya. Berikut ini rukun hutang piutang (qard) yakni sebagai berikut:   

  1. Syarat pemberi hutang antara lain ahli tabarru’ (orang yang berbuat kebaikan) yakni merdeka, baligh, berakal sehat, dan rasyid (pandai serta dapat membedakan yang baik dan yang buruk).
  2. Syarat orang yang berhutang. Orang yang berhutang termasuk kategori orang yang mempunyai ahliyah al-muamalah (kelayakan melakukan transaksi) yakni merdeka, baligh dan berakal sehat.
  3. Harta yang dihutangkan berupa harta yang ada padanannya, seperti uang, barang-barang yang ditakar, ditimbang
  4. Harta yang dihutangkan diketahui kadarnya
  5. Sighat ijab kabul atau perjanjian.

Apabila seseorang tidak memperhatikan rukun dan syarat sah dalam berhutang piutang, maka hukum dari akad ini akan menjadi haram dan dijadikan dosa, untuk itu mari pahami penjelasan terkait hutang piutang yang perlu diketahui:

  1. Uang atau harta berharga yang diutangi bersifat jelas dan murni
  2. Uang atau harta berharga yang diutangi adalah sesuatu yang halal.
  3. Pemberi utang tidak mengungkit perihal utang
  4. Pemberi utang tidak menyakiti orang yang berutang.
  5. Peminjam berniat mendapatkan ridho Allah dengan menggunakan utangnya dengan benar.
  6. Pemberi pinjaman tidak menaikkan total uang yang harus dikembalikan peminjam 

Ketentuan-ketentuan Saat Melakukan Hutang Piutang dalam Islam

Meski diperbolehkan, namun penting bagi seorang muslim memperhatikan ketentuan-ketentuan terkait hutang-piutang. Hutang memang tidak dilarang dalam Islam, namun harus dipertimbangkan hal-hal berikut ini sebelum melakukannya.

1. Keadaan yang Terpaksa

Hal yang perlu diperhatikan pertamakali yakni berhutang karena kondisi yang terpaksa. Terutama untuk kebutuhan mendesak dan pokok yang sangat dibutuhkan.

Namun, usahakan untuk tidak berhutang demi memenuhi kebutuhan yang sifatnya hanya memenuhi keinginan konsumtif saja.

Pastikan dan hitung terlebih dahulu serta tentukan apakah kita benar-benar mampu membayarnya di kemudian hari.

2. Tidak Diperkenankan Mengambil Keuntungan dengan Pinjaman

Pemberi hutang tidak boleh mengambil keuntungan atau manfaat dari orang yang berhutang. Jika hal ini terjadi, maka termasuk kategori riba dan haram.

Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah (2) ayat 275:

”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah [2]:275). Hal ini dikuatkan dengan hadis Nabi Saw.: Artinya: “Setiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya riba.” (HR. Al-Baihaqi). Hal ini terjadi jika salah satu pihak mensyaratkan atau menjanjikan penambahan.

3. Beri Kabar Kepada Peminjam Saat Telat Mengembalikan

Apabila terjadi keterlambatan sebab kesulitan keuangan, maka hendaklah orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan hutang, karena hal ini termasuk bagian dari menunaikan hak orang.

Sama halnya dengan yang memberikan jangan berdiam diri atau lari dari si pemberi hutang, karena akan memperparah keadaan, dan merubah tujuan menghutangkan yang awalnya sebagai wujud kasih sayang berubah menjadi permusuhan dan perpecahan.

4. Melunasi Hutang dengan Cara yang Baik

Melunasi hutang dengan cara yang baik, Rasulullah SAW  bersabda:

 “Dari Abu Hurairah Ra. ia berkata: “Nabi mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya”

kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata: “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah Swt. membalas dengan setimpal.” Maka Nabi saw. bersabda,Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian (hutang).” (HR. Al-Bukhari).

5. Jangan Sampai Meninggal dengan Menyisakan Hutang Piutang

Jangan sampai kita sebagai seorang muslim meninggal dengan membawa hutang piutang. Islam sendiri melarang umatnya untuk meninggal dalam keadaan memiliki hutang.

Hutang bisa menjadi pemberat dan penghapus kebaikan kita kelak ketika hisab di akhirat. Seperti yang disampaikan oleh hadis berikut.

Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah)

6. Transaksi yang Tertulis

Usahakan dalam setiap transaksi hutang piutang maka harus ada saksi dan juga bukti tertulis. Hal ini agar tidak terdapat konflik atau permasalahan di waktu yang akan datang.

Misalnya, tidak mengakui hutang, tidak merasa berhutang, atau hal-hal lain yang membuat hutang gagal bayar.

Hal ini turut dijelaskan dalam firman Allah SWT yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.”(QS. Al-Baqarah [2]: 282).

7. Jika Harus Berhutang, Niatkanlah untuk Membayarnya

Ketentuan selanjutnya yakni niatkan segalanya untuk segera membayar jika sudah mampu. Jangan sampai kita terjebak pada hutang dan menunda-nundanya sampai akhirnya ada godaan untuk tidak mau membayarnya. 

Hal ini juga dijelaskan dalam hadis riwayat Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membauarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (HR Bukhari)

8. Memberi Tenggang Waktu Kepada Peminjam

Yanv memberikan pinjaman, hendaknya memberikan tenggang waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi hutangnya setelah jatuh tempo.

Hal tersebut pun dijelaskan dalam firman Allah SWT yang artinya: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 280).

9. Hindari Riba

Riba adalah salah satu cara pengembangan harta yang diharamkan oleh Islam. Jangan sampai kita terjebak oleh riba. Riba adalah hal yang mencekik dan kita sebagai orang yang berhutang akan terlilit.

Dan bagi yang memberikan pinjaman, hendaknya perhatikan beberapa hal mengenai transaksi simpan pinjam, hindari mengambil keuntungan dari pinjaman dengan menambahkan bunga sehingga meraup keuntungan karenanya.

10. Segera Lunasi Hutang

Rasulullah SAW bersabda: “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.” (HR Bukhari).

Untuk itu sebelum kita menjadi golongan orang-orang yang dzalim, maka segera lunasi hutang kita. Apalagi jika kita memiliki kemampuan dan harta yang cukup untuk segera membayar hutang. Jangan tunda dan jangan biarkan hutang menumpuk dalam hidup kita.

Adab Hutang Piutang dalam Islam

Setelah mengetahui hukum, syarat, rukun serta ketentuan-ketentuannya, berikut beberapa adab yang perlu diketahui seorang muslim di bawah ini:

  1. Ada pihak yang dapat dipercaya untuk menjadi saksi
  2. Pemberi hutang tidak mendapat uang selain jumlah yang telah ia pinjamkan atau memberikan bunga atas pinjaman yang diberikan
  3. Peminjam berniat melunasi utang dan membayar dengan cara yang halal bukan dengan mencuri atau merampok.
  4. Ajukan utang pada orang soleh yang berpenghasilan halal
  5. Mengajukan utang piutang hanya dalam kondisi darurat dan mendesak
  6. Hindari utang piutang yang diikuti dengan jual beli atau menguntungkan satu pihak saja
  7. Berikan kabar kepada pemberi pinjaman bila harus terlambat dalam melunasi hutang
  8. Gunakan uang atau harta berharga yang dipinjam dengan baik dan benar.
  9. Pemberi pinjaman dapat menangguhkan utang bila peminjam sedang kesulitan melunasi utangnya.

Nah, itu dia sedikit info mengenai hukum hutang piutang dalam Islam, rukun, syarat, adab dan ketentuannya. Semoga informasinya bermanfaat ya. Terimakasih sudah berkunjung.

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment