Kepemimpinan dalam Islam, Pengetahuan dalam Hidup

Mengenal konsep kepemimpinan dalam Islam yang erat kaitannya dengan proses seseorang untuk mencapai tujuan sebagai pemimpin. Perlu diketahui bahwa kepemimpinan tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial masyarakat yang dianut.

Kepemimpinan dan pemimpin memiliki keterkaitan satu sama lain, kepemimpinan merupakan kegiatan yang dihasilkan oleh seorang pemimpin.

Untuk memahami lebih jelas apa sebenarnya makna dari kepemimpinan dalam Islam, mari simak artikel ini hingga akhir.

Memahami Perspektif Kepemimpinan dalam Islam

Masalah kepemimpinan merupakan tema diskusi menarik yang selalu hangat diperbincangkan dan tidak pernah habis untuk dibahas. Tema satu ini akan selalu hidup dan digali pada setiap zaman dari generasi ke generasi guna mencari formulasi sistem kepemimpinan yang aktual dan tepat pada zamannya.

Tentu hal ini menjadi salah satu indikasi bahwa paradigma kepemimpinan adalah sesuatu yang dinamis dan memiliki kompleksitas yang tinggi, sebab ia lahir dari perilaku individu yang terpengaruh oleh sosio kultural zaman.

Namun, kita dapat memaknai kepemimpinan sebagai suatu keterampilan yang diperlukan atau dibutuhkan oleh seseorang dalam memimpin suatu kelompok. Selain itu, kepemimpinan juga mencangkup kemampuan praktis yang dimiliki seseorang untuk memimpin.

Secara sosiologis, masyarakat dan kepemimpipinan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ketiadaan kepemimpinan menjadi sumber munculnya problem-problem masyarakat.

Kepemimpinan dalam Islam pun sangat dibutuhkan mengingat bahwa Islam adalah agama Allah SWT yang diciptakan sangat mulia, sehingga dalam Islam dibutuhkan pemimpin untuk umat manusia agar terapainya tujuan bersama.

Baca juga: 10 Contoh Ceramah Singkat Ramadhan yang Penuh Makna

Sejarah Islam telah membuktikan pentingnya kepemimpinan ini setelah wafatnya Rasulullah SAW. Para sahabat telah memberi penekanan dan keutamaan dalam melantik pengganti beliau dalam memimpin umat Islam. Umat islam tidak seharusnya dibiarkan tanpa pemimpin, Sayyidina Umar ra. pernah berkata “Tiada islam tanpa jamaah, tiada jamaah tanpa kepemimpinan dan tiada kepemimpinan tanpa taat “.

Namun sayangnya,  fakta ketika Rasulullah SAW meninggalkan kericuhan dalam Islam mengenai perspektif dalam kepemimpinan. Islam terpecah belah akibat perbedaan mengenai pandangan mengenai kepemimpinan dalam Islam. Khususnya mengenai proses pemilihan pemimpin dalam Islam dan siapa yang berhak atas kepemimpinan tersebut.

Sejarah mencatat dengan tinta emas, bahwa kepemimpinan Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat dipimpin oleh Abu Bakar As-sidiq, Umar bin Khattab Al-Faruq, Utsman bin Affan Dinurain, Ali bin Abi Thalib Karomallahu wajhah, Dinasti Umayyah yang didirikan oleh Muawiyyah bin Abi Sufyan, Dinasti Abbasiyyah yang didirikan olen Abdullah bin Abbas As-saffah. Setelah itu, kepemimpinan Islam terpecah-pecah ke dalam kesultanan-kesultanan kecil.

Mengingat bahwa kepemimpinan Islam merupakan fitrah bagi setiap manusia yang sekaligus menjadi motivasi kepemimpinan Islami. Oleh sebab itulah,  pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dhayati oleh setiap umat Islam.

Sebagaimana dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat yang berkaitan dengan masalah kepemimpinan, diantaranya  firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah/1:30 yang berbunyi:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Wa iż qāla rabbuka lil-malā`ikati innī jā’ilun fil-arḍi khalīfah, qālū a taj’alu fīhā may yufsidu fīhā wa yasfikud-dimā`, wa naḥnu nusabbiḥu biḥamdika wa nuqaddisu lak, qāla innī a’lamu mā lā ta’lamụn

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Ayat di atas menjelaskan bahwa khalifah atau pemimpin adalah pemegang wewenang atau kekuasaan Allah SWT untuk mengemban amanah dan kepemimpinan di muka bumi. Para malaikat pernah menentang kekhalifahan manusia di muka bumi sebab kekhawatiran akan kelemahan manusia dengan nafsu, lalu Allah SWT menjelaskan hanya dia yang mengetahui atas pengutusan pemimpin di muka bumi.

Terdapat hal penting bagi seorang muslim memandang konsep kepemimpinan, bahwa kepemimpinan dlaam Islam dipandang sebagai sesuatu yang bukan diinginkan secaa pribadi, akan tetapi lebih dipandang sebagai kebutuhan sosial yang berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan suatu kelompok yang dipimpin.

Al-Qur’an juga telah menjelaskan bahwa definisi kepemimpinan bukan sesuatu yang sembarang atau sekedar main-main, tetapi lebih sebagai kewenangan yang dilaksanakan oleh seseorang yang amat dekat dengan prinsip-prinsip yang digariskan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dalam Islam seseorang yang menjadi pemimpin haruslah memenuhi enam

persyaratan, yaitu:

  1. Mempunyai kekuatan, kekuatan yang dimaksudkan disini adalah kemampuan dan kapasitas serta kecerdasan dalam menunaikan tugas-tugas.
  2. Amanah, yakni kejujuran, dan kontrol yang baik.
  3. Adanya kepekaan nurani yang dengannya diukur hak-hak yang ada.
  4. Profesional, hendaknya dia menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan padanya dengan tekun dan profesional.
  5. Tidak mengambil kesempatan dari posisi atau jabatan yang sedang didudukinya.
  6. Menempatkan orang yang paling cocok dan pantas pada satu-satu jabatan.

Demikianlah perspektif kepemimpinan dalam Islam, pandangan di atas menjelaskan bahwa seorang khalifah tidak pernah memilih kepemimpinannya, melainkan sebab kemampuan yang ia punya untuk memimpin suatu kelompok.

Share:

Seorang wanita akhir zaman yang menyukai sastra dan ingin menjadi penulis yang bermanfaat!

Leave a Comment