Kisah Nabi Ayub AS, Teladan Kesabaran terhadap Ujian

Allah SWT melalui Al-Qur’an telah menceritakan beberapa kisah nabi dan rasul sebagai pembelajaran bagi kita. Kisah-kisah ini memberikan inspirasi, meningkatkan iman, dan memberikan petunjuk. Salah satunya kisah Nabi Ayub yang diuji kesabarannya.

Nabi Ayub terkenal dengan kesabarannya yang luar biasa. Awalnya, Nabi Ayyub a.s. sehat, memiliki harta berlimpah, keluarga, dan banyak keturunan.

Namun, semua yang dimilikinya diambil satu per satu oleh Allah sebagai bentuk ujian Nabi Ayub.

Kisah Nabi Ayub, Sabar Menghadapi Ujian yang Luar Biasa

Allah berkehendak untuk menurunkan ujian kepada hamba-Nya, tidak terkecuali Nabi dan Rasul-Nya. Pada Nabi Ayub, Allah mendatangkan ujian berupa penyakit menular dan kehilangan harta benda serta keluarganya. 

Bagaimana Nabi Ayub dengan penuh kesabaran menghadapi ujian dari Allah SWT? Berikut kisah ujian yang dihadapi Nabi Ayub a.s.:

1. Hilangnya Harta Kekayaan

Ayah Nabi Ayub adalah seorang yang sangat kaya. Dia memiliki berbagai jenis hewan ternak seperti unta, sapi, kambing, kuda, dan keledai. Di wilayah Syam, tidak ada yang bisa menyamai kekayaannya. 

Setelah ayahnya meninggal, seluruh kekayaannya diwariskan kepada Nabi Ayub. Akhirnya, Nabi Ayub pun merupakan orang yang kaya raya sekaligus dermawan.

Nabi Ayub dipilih oleh Allah untuk menyampaikan kebenaran kepada umatnya di daerah Hauran dan Tih. Selama misinya, ia menyampaikan berbagai syariat agama dan membangun masjid untuk kaumnya. 

Di rumahnya, ia juga memiliki beberapa meja makan yang disediakan untuk fakir miskin, tamu, dan orang-orang yang membutuhkan. Ia senang melakukan perbuatan baik seperti membantu anak yatim, para janda, dan memuliakan setiap tamunya.

Meskipun kekayaannya terus bertambah, Nabi Ayub tetap bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Dia selalu berzikir dan menyebut nama Allah. 

Namun, hal itu membuat iblis merasa cemburu dan akhirnya berusaha merusak kebahagiaan Nabi Ayub. Akhirnya iblis naik ke langit ke tujuh dan berkata kepada Allah

“Tuhanku, sungguh Ayub rajin menyembah-Mu karena Engkau telah memberi keleluasaan hidup dan kesehatan. Kalau sekiranya tidak, tentu dia tidak akan menyembah-Mu.”

Allah berfirman, “Hai, iblis terkutuk! Kamu pendusta, sesungguhnya Aku lebih mengetahui bahwa Ayub akan tetap menyembah dan bersyukur kepadaKu meskipun dia tidak mempunyai keleluasaan.”

Mendengar hal tersebut, iblis hendak menggoda Nabi Ayub. Lalu, Allah memberikan izin kepada iblis untuk menguji kesabaran Nabi Ayub. Iblis mengumpulkan pasukan dan merusak rumah serta harta kekayaan Nabi Ayub. Segala kekayaannya tiba-tiba lenyap. 

Ribuan hewan ternak yang dimilikinya mati secara mendadak. Sementara itu, gudang gandumnya habis terbakar, dan hasil panen dari kebunnya mengering. 

Akibatnya, Nabi Ayub menjadi sangat miskin dan hidup dalam kesengsaraan. Bahkan, istrinya harus bekerja agar bisa membeli makanan dan merawat Nabi Ayub.

Baca juga: 10 Dalil Mengenai Hukum Judi dalam Islam, Simak!

2. Kehilangan Keturunan

Kisah Nabi Ayub berlanjut saat iblis mulai mengancam nyawa anak-anaknya yang saat itu berada di rumah saudara tertuanya, Hurmula. Pada saat itu, iblis merusak rumah tersebut yang mengakibatkan kematian mereka semua.

Atas kelakukan tersebut, iblis pun segera mendatangi Nabi Ayub. Lalu iblis berkata, “Hai, Ayyub, lihatlah! Tuhanmu telah merobohkan rumah anakmu hingga anak-anakmu mati. Apakah kamu masih tetap menyembah-Nya?”

Nabi Ayub pun dengan tegas menjawab, “Hai, iblis terkutuk! Allah yang memberi saya, lalu mengambilnya pula dari saya. Semua harta dan anak adalah ujian bagi manusia. Sekarang Allah telah mengambilnya dari saya sehingga saya bisa bersabar dan tenang untuk beribadah kepada-Nya.”

Seperti itulah Allah SWT menguji Nabi Ayub dengan ujian berupa kehilangan keturunannya.

3. Menderita Penyakit Menular

Dari kedua kisah Nabi Ayub mengenai ujiannya, ternyata iblis masih belum puas. Pada usia 51 tahun, Nabi Ayub diuji kesehatan fisiknya. Ia terserang penyakit kulit yang sangat parah yang menyebabkan keluarnya nanah dari seluruh tubuhnya. 

Ujian penyakit menular yang diderita Nabi Ayub telah diterangkan dalam Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

Wa ayyụba iż nādā rabbahū annī massaniyaḍ-ḍurru wa anta ar-ḥamur-rāḥimīn

Artinya:

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiya’: 83).

Kabar tentang penyakitnya tersebar. Akhirnya Nabi Ayub diasingkan. Cobaan ini berlangsung selama 18 tahun, tetapi Nabi Ayub tidak pernah mengeluh. 

Ia terus bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah. Bersamaan dengan itu, Nabi Ayub juga terus berusaha dan berobat untuk mencari penyembuhan dari penyakitnya.

Pada saat menderita penyakit ini, Nabi Ayub hanya tinggal berdua bersama istrinya di pinggiran negeri. Istri Nabi Ayub merupakan contoh istri yang baik. Bahkan ketika suaminya bangkrut dan menderita sakit, ia tetap setia mendampinginya.

Sang istri berkata kepada Nabi Ayub, “Wahai kekasih Allah, sudah 18 tahun engkau tidak pernah berdakwah lagi. Bagaimana jika engkau meminta kepada Allah untuk menyembuhkan penyakitmu, lalu engkau bisa pergi berdakwah lagi.”

Mendengar hal tersebut, Nabi Ayub enggan meminta kesembuhan kepada Allah. Nabi Ayub merasa malu lantaran ia mendapat nikmat sehat yang lebih lama daripada saat diberi cobaan sakit selama 18 tahun itu.

Namun, pada suatu ketika Nabi Ayub akhirnya berdoa memohon kepada Allah SWT agar diberi kesembuhan. Allah menjawab doa Nabi Ayub melalui firman-Nya sebagai berikut.

ٱرْكُضْ بِرِجْلِكَ ۖ هَٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَشَرَابٌ

Urkuḍ birijlik, hāżā mugtasalum bāriduw wa syarāb

Artinya: 

“Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (Q.S Shad: 42).

Allah memancarkan air, Nabi Ayub kemudian mandi dengan air tersebut. Setelah mandi, ia sembuh dan kondisi fisiknya bahkah jauh lebih baik dari sebelumnya. Hal ini dijelaskan juga dalam Al-Qur’an berikut:

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ أَهْلَهُۥ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنَّا وَذِكْرَىٰ لِأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ

Wa wahabnā lahū ahlahụ wa miṡlahum ma’ahum raḥmatam minnā wa żikrā li`ulil-albāb

Artinya: 

“Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Q.S Shad: 43).

Lalu Allah SWT meminta Nabi Ayub berjalan keluar sehingga masyarakat melihat bahwa ia sudah sembuh. Esok paginya, masyarakat beramai-ramai membawakannya hadiah. Alhasil, kekayaan Nabi Ayub dikatakan lebih banyak daripada 20 tahun lalu.

Baca juga: Hukum Menjual Najis, Tinja, Lele yang Makan Tinja, dan Pupuk Kandang

Hikmah Ujian Nabi Ayub

Apa saja yang bisa kita petik dari kisah Nabi Ayub tersebut? Setidaknya ada tiga hal penting yaitu sebagai berikut.

1. Sabar dalam Menghadapi Cobaan

Nabi Ayub dikatakan merupakan manusia paling sabar dalam menghadapi ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Selama 18 tahun ia menderita penyakit menular ditambah kehilangan keluarga serta jatuh miskin. 

Kesabaran Nabi Ayub bahkan diterangkan dalam Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:

وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَٱضْرِب بِّهِۦ وَلَا تَحْنَثْ ۗ إِنَّا وَجَدْنَٰهُ صَابِرًا ۚ نِّعْمَ ٱلْعَبْدُ ۖ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ

Wa khuż biyadika ḍigṡan faḍrib bihī wa lā taḥnaṡ, innā wajadnāhu ṣābirā, ni’mal-‘abd, innahū awwāb

Artinya: 

“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” (Q.S Shad: 44).

Kesabaran Nabi Ayub ditunjukkan dengan sikap tidak mengeluh, tidak bersedih, dan tidak berputus asa. Bahkan, Nabi Ayub semakin mendekatkan diri dengan terus bermunajat kepada Allah SWT. 

Dari kisah Nabi Ayub pun kita bisa mengambil pelajaran. Jika sabar menghadapi musibah, Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. 

2. Ujian Datang sesuai Tingkat Ketakwaan

Setiap individu akan mendapat ujian sesuai tingkat keimanannya. Semakin tinggi keimanan seseorang, semakin berat pula ujian yang mereka hadapi. Ujian ini adalah cara untuk mengukur dan memahami sejauh mana tingkat keimanan kita.

Saat menghadapi ujian, ada empat tingkat reaksi manusia. Pertama, yang lemah, mereka cenderung mengeluh kepada orang lain dan tidak mampu menghadapi ujian dengan ketenangan. 

Kedua, yang bersabar. Mereka menerima ujian dengan ketenangan dan sadar bahwa memang manusia pasti mendapat ujian. Ketiga, yang merasa ridha. Tingkat keimanan lebih tinggi daripada bersabar. Mereka menerima ujian dengan penuh keikhlasan. 

Terakhir, orang-orang yang bersyukur yaitu mereka yang mampu melihat suatu musibah sebagai anugerah. Mereka bersyukur atas pengalaman dan pelajaran yang mereka dapatkan melalui ujian tersebut.

Bagi para nabi, ujian yang diberikan Allah SWT memang berat. Namun, yang pasti Allah tidak akan menguji hamba-Nya diluar batas kemampuan kita.

3. Berdoa kepada Allah SWT dengan Doa yang Baik

Mendapat ujian tersebut tidak berarti Nabi Ayub menjadi berprasangka buruk. Melainkan sebaliknya, ia tetap berprasangka baik kepada Allah. Ia menyadari bahwa semua milik Allah dan akan diambil kapanpun sesuai kehendak-Nya.

Sebagaimana dalam Surah Al-Anbiya ayat 83-84 dijelaskan doa Nabi Ayub kepada Allah SWT. Ia tidak henti berdoa untuk kesembuhannya. Meskipun awalnya Nabi Ayub malu lantaran lebih banyak nikmat yang Allah berikan daripada 18 tahun sakitnya.

Demikian kisah Nabi Ayub. Perjalanan Nabi Ayub menguji kesabarannya yang sangat luar biasa dalam menghadapi ujian dari Allah SWT. Semoga kita dapat mengambil pelajaran berharga dan hikmah yang bisa kita terapkan.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment