Sebagai seorang muslim, memahami dan meneladani kisah para nabi dan rasul adalah hal yang sangat penting. Diantara dari berbagai kisah tersebut yang penting untuk kita ketahui adalah mengenai kisah Nabi Khidir.
Apalagi selama ini masih banyak pro kontra dan perbedaan pendapat yang membahas mengenai kisah Nabi Khidir.
Salah satunya adalah polemik apakah Nabi Khidir masih hidup atau tidak. Tentu untuk menjawab hal tersebut butuh ilmu yang benar.
Lantas, siapa sebenarnya Nabi Khidir itu? Dan bagaimana hubungan guru dan murid antara Nabi Khidir dan Nabi Musa AS? Mari kita bahas kisah Nabi Khidir secara tuntas pada artikel berikut ini.
Daftar ISI
Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa AS: Guru dan Murid
Perjalanan Nabi Khidir dan Nabi Musa sebagai guru dan murid terbilang panjang. Kisah Nabi Khidir ini dapat kita cermati dari riwayat Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu.
Dalam riwayat tersebut beliau menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Pada suatu hari Musa pernah berkhutbah di hadapan Bani Isra’il, maka ada diantara mereka yang bertanya: “Siapakah orang yang paling berilmu?”. Kemudian Musa menjawab Saya. Maka Allah SWT menegurnya karena Musa tidak memiliki pengetahuan dalam masalah ini”.
Dari kejadian tersebut kemudian Allah SWT menurunkan sebuah wahyu kepada Nabi musa, yang berbunyi:
“Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba di pertemuan antara dua buah lautan dan ia lebih berilmu dari padamu. Musa bertanya: “Wahai Rabbku, bagaimana saya bisa mendatanginya?”. Maka dikatakan kepadanya : “Bawalah bekal ikan di dalam wadah bersamamu, jika kamu kehilangan ikanmu itu, maka disanalah orang itu berada”.
Setelah mendengar wahyu tersebut, kemudian Nabi Musa pun berangkat bersama dengan pemuda yang bernama Yusya bin Nun yang merupakan muridnya. Sebagai bekal, mereka berdua tidak lupa membawa ikan.
Di perjalanan, mereka akhirnya sampai di sebuah padang pasir dan memutuskan untuk beristirahat sejenak dan menyandarkan kepala mereka. Tanpa sadar, mereka akhirnya tertidur. Ikan yang ada di dalam bekal tersebut hidup dan meloncat keluar.
Ikan tersebut terus berjalan menggelepar hingga sampai ke tepi pantai. Bagi Nabi Musa dan Yusya (muridnya), kejadian tersebut sungguh aneh. Keduanya pun terbangun dan akhirnya melanjutkan perjalanan yang masih ada.
Ketika pagi tiba, Nabi Musa AS berkata kepada Yusya dan dapat kita lihat pada QS al-Kahfi seperti berikut:
قال الله تعالى : ءَاتِنَا غَدَآءَنَا لَقَدۡ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبٗا – سورة الكهف : 62
Artinya:
“Berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini“. (al-Kahfi/18: 62).
Setelah itu, Nabi Musa pun akhirnya baru sadar bahwa beliau sudah melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah SWT. Hal ini dapat kita lihat pada QS al-Kahfi 63 hingga 64.
قال الله تعالى : قَالَ أَرَءَيۡتَ إِذۡ أَوَيۡنَآ إِلَى ٱلصَّخۡرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ ٱلۡحُوتَ – سورة الكهف :63
Artinya:
“Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu”. (al-Kahfi/18: 63).
Dari sinilah Nabi Musa menyadari bahwa lokasi tadi adalah tempat yang mereka cari. Dari sinilah Nabi Musa dan Yusya akhirnya kembali ke tempat semula.
قال الله تعالى : قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبۡغِۚ فَٱرۡتَدَّا عَلَىٰٓ ءَاثَارِهِمَا قَصَصٗا – سورة الكهف64
Artinya:
“Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”. lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula”. (al-Kahfi/18: 64).
Baca juga: Bacaan Doa Nabi Yunus A.S: Manfaat, Waktu dan Keutamaannyaa
1. Bertemu Nabi Khidir
Setelah kejadian tersebut, Nabi Musa dan Yusya pada akhirnya kembali menyusuri jalan agar dapat kembali ke padang pasir semula. Pada saat itulah kemudian keduanya melihat bahwa ada seseorang yang membentangkan kain bajunya.
Melihatnya, Nabi Musa AS pun memberi salam. Ia bernama Khidir, sesungguhnya saya di negerimu ini menjawab salam, jawabanya. Kemudian Nabi Musa melanjutkan dengan memperkenalkan diri, Saya adalah Musa.
Setelah itu Nabi Khidir meyakinkan: “Musa Bani Isra’il?” Ya jawabanya. Kemudian Nabi Musa mengatakan kepada Nabi Khidir bahwa Nabi Musa ingin mendapatkan ilmu dari Nabi Khidir. Hal ini dapat kita lihat dari QS al-Kahfi 66-67, seperti berikut:
قال الله تعالى : قَالَ لَهُۥ مُوسَىٰ هَلۡ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰٓ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمۡتَ رُشۡدٗا . قَالَ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِيعَ مَعِيَ صَبۡرٗا – سورة الكهف : 66- 67
Artinya:
“Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku”. (al-Kahfi/18: 66-67).
Mendengar hal tersebut, kemudian Nabi Khidir pun berkata:
“Wahai Musa! Sesungguhnya saya mempunya ilmu dari ilmunya Allah SWT yang telah Dia ajarkan kepadaku dan kamu tidak mengetahuinya. Begitu juga sesungguhnya engkau mempunyai ilmu yang telah Allah SWT berikan, aku juga tidak mengetahuinya.”
Kemudian Nabi Musa AS kembali mengatakan kepada Nabi Khidir:
قال الله تعالى : قَالَ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ صَابِرًا وَّلَآ اَعْصِيْ لَكَ اَمْرًا – سورة الكهف 69
Artinya:
“Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan apapun”. (al-Kahfi/18:69).
Pada akhirnya, Nabi Khidir pun akhirnya menyepakati dan berangkat melanjutkan perjalanan bersama dengan Nabi Musa AS. Mereka berjalan menyusuri tepi lautan dan bertemu sebuah kapal yang sedang lewat.
Nabi Khidir berbicara kepada mereka agar mau membawa mereka. Karena penghuni kapal memang mengenal Nabi Khidir, akhirnya mereka bisa naik kapal tanpa harus membayar biaya sedikitpun.
2. Kisah Nabi Khidir: Perjalanan dan Kesabaran
Ketika berada di atas kapal, ada seekor burung yang datang kemudian menukik dan mencelupkan paruhnya ke dalam lautan sebanyak dua atau tiga kali. Nabi Khidir kemudian berkata kepada Nabi Musa AS:
“Wahai Musa! Ibarat sebuah lautan ini, ilmunya Allah SWT dibanding dengan ilmu yang diberikan kepadaku dan padamu tak ubahnya seperti setetes atau dua tetes yang keluar dari paruh burung ini”.
Selanjutnya Nabi Khidir secara sengaja membuat lubang pada salah satu sisi kapal yang mereka sedang naiki. Tentu hal ini membuat Nabi Musa menegur Nabi Khidir karena hal tersebut bisa membahayakan dan membuat kapal tenggelam.
“Mereka telah membawa kita tanpa meminta bayaran, lantas kamu melubangi kapalnya. Bisa-bisa kita semua tenggelam ke laut”. Kemudian Nabi Khidir pun menjawab Nabi Musa AS dengan tenang:
قال الله تعالى : قَالَ أَلَمۡ أَقُلۡ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِيعَ مَعِيَ صَبۡرٗا . قَالَ لَا تُؤَاخِذۡنِي بِمَا نَسِيتُ ..– سورة الكهف: 72-73
Artinya:
“Dia (Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama denganku”. Musa menjawab: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku”. (al-Kahfi/18: 72-73).
Pada kejadian pertama ini Nabi Musa lupa dan mempertanyakan apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir. Kemudian mereka tetap melanjutkan perjalanan seperti biasa.
Akan tetapi, kejadian selanjutnya yang membuat Nabi Musa bertanya-tanya kembali terjadi. Di tengah perjalanan Nabi Khidir menjumpai anak kecil dan kemudian mengambil kepalanya dengan mencabut sehingga anak itu mati.
Karena tidak tahan dengan hal tersebut, Nabi Musa pun langsung bertanya kepada Nabi Khidir:
قال الله تعالى : قَالَ أَقَتَلۡتَ نَفۡسٗا زَكِيَّةَۢ بِغَيۡرِ نَفۡسٖ لَّقَدۡ جِئۡتَ شَيۡٔٗا نُّكۡرٗا ۞ قَالَ أَلَمۡ أَقُل لَّكَ إِنَّكَ لَن تَسۡتَطِيعَ مَعِيَ صَبۡرٗا – سورة الكهف : 74-75
Artinya:
“Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Khidir menjawab: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” [al-Kahfi/18: 74-75].
Setelah kejadian tersebut keduanya tetap melanjutkan perjalanan dan sampai ke suatu negeri.
قال الله تعالى : فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَآ أَتَيَآ أَهۡلَ قَرۡيَةٍ ٱسۡتَطۡعَمَآ أَهۡلَهَا فَأَبَوۡاْ أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارٗا يُرِيدُ أَن يَنقَضَّ فَأَقَامَهُۥۖ قَالَ لَوۡ شِئۡتَ لَتَّخَذۡتَ عَلَيۡهِ أَجۡرٗا – سورة الكهف 77
Artinya:
“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh”. (al-Kahfi/18: 77).
Nabi Khidir kemudian mengucapkan dengan tangannya, tegaklah, lantas dinding tersebut berdiri tegak. Musa berkata padanya:
قال الله تعالى : قَالَ لَوۡ شِئۡتَ لَتَّخَذۡتَ عَلَيۡهِ أَجۡرٗا . قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيۡنِي وَبَيۡنِكَۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأۡوِيلِ مَا لَمۡ تَسۡتَطِع عَّلَيۡهِ صَبۡرًا – سورة الكهف :78 –77
Artinya:
“Berkata Musa: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidir berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (al-Kahfi/18: 77-78).
Mengapa Nabi Khidir Boleh Tidak Ta’at Kepada Nabi Musa AS?
Dari rentetan kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa AS yang sudah kita bahas pada bagian sebelumnya, mungkin muncul pertanyaan di benak kita. Mengapa pada saat itu Nabi Khidir boleh untuk tidak mentaati syariat dari Nabi Musa AS?
Dalam artian Nabi Khidir membunuh dan melubangi kapal sehingga berbahaya. Dimana jelas pada syariat yang Nabi Musa AS bawa, berbagai hal tersebut memiliki hukum yang jelas haram.
Untuk menjawab hal ini, perlu kita pahami dulu bahwa Nabi Khidir mendapatkan wahyu oleh Allah SWT berupa ilmu yang tidak diketahui oleh Nabi Musa AS. Hal ini kembali lagi bisa kita lihat dari QS al-Kahfi ayat 65:
فَوَجَدَا عَبْداً مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْماً
Artinya:
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami” (QS. Al Kahfi: 65).
Kemudian bisa kita lihat juga pada Majmu’ Fatawa, 27/49. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan:
إن موسى عليه السلام لم تكن دعوته عامة ولم يكن يجب على الخضر اتباع موسى عليهما السلام، بل قال الخضر لموسى إني على علم من الله علمنيه الله ما لا تعلمه وأنت على علم من الله علمكه الله لا أعلمه
Artinya:
“Dakwah Musa alaihissalam tidak kepada seluruh manusia, dan Nabi Khidir termasuk yang tidak wajib untuk mengikuti syariat Nabi Musa ‘alaihissalam. Bahkan Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa: ‘Aku melakukan sesuatu berdasarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadaku, yang engkau tidak tahu. Dan engkau melakukan sesuatu berdasarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadamu, yang aku tidak tahu’ ‘ (Majmu’ Fatawa, 27/59).”
Jadi dari penjelasan ini, bisa kita pahami bahwa syariat yang dibawa oleh Nabi Musa AS pada saat itu, tidak berlaku untuk seluruh manusia. Sangat berbeda dengan syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW yang berlaku untuk seluruh manusia.
Artinya, Nabi Khidir diperkenankan atau diperbolehkan untuk tidak mengikuti syariat yang dibawa oleh Nabi Musa AS.
Apakah Nabi Khidir Masih Hidup?
Selama ini banyak sekali orang yang menganggap bahwa Nabi Khidir masih hidup sampai dengan saat ini dan menjadi penjaga di sungai-sungai atau pun lembah dan bisa menolong orang yang tersesat di jalan jika memanggilnya.
Untuk menjawab hal ini, perlu kita pahami bahwa menurut para ulama, Nabi Khidir telah wafat atau meninggal dunia sebelum Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW. Pendapat ulama ini berdasarkan firman Allah SWT dalam QS al Anbiya:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ ۖ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ
Artinya:
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?“. (Al-Anbiya/21: 34).
Selain itu, ada hadist yang menerangkan bahwa Nabi Khidir memang telah meninggal setelah Nabi Muhammad SAW wafat dengan jarak waktu yang sudah ditentukan. Nabi Muhammad pun bersabda mengenai hal ini:
“Tidaklah kalian melihat pada malam kalian ini, bahwa sesungguhnya siapa yang umurnya (berkepala) seratus tahun tidak (tersisa) pada hari ini di atas permukaan bumi seorangpun”. [1]
Jadi kesimpulannya, Nabi Khidir sudah meninggal atau wafat dan tidak bisa mendengar panggilan siapapun yang memanggilnya. Jika ada perkiraan bahwa ia masih hidup sampai sekarang, maka hal tersebut adalah masalah ghaib.
Sebagai seorang muslim, tentu hal ini harus kita sikapi seperti permasalahan ghaib yang lainnya. Tidak boleh bagi kita untuk berdoa kepada hal ghaib tersebut baik dalam keadaan senang maupun susah.
Nah sahabat Muslim sekalian, itulah penjelasan mengenai kisah Nabi Khidir yang pernah menjadi guru dari Nabi Musa AS. Sebagai muslim sudah sewajarnya kita memahami hal ini sehingga tidak ada kesalahan tafsir terhadap sosok Nabi Khidir.
Semoga kita senantiasa menjadi hamba Allah SWT yang tidak lelah menuntut ilmu termasuk memahami kisah Nabi Khidir. Dengan begitu, kita bisa terhindar dari kesalahan penafsiran atau syariat terhadap suatu apapun.