Dalam al-Qur’an, kisah Nabi Zakaria mengandung petunjuk-petunjuk berharga. Salah satu kisahnya yaitu keinginan Nabi Zakaria untuk memiliki anak.
Bukan hanya untuk kebahagiaan pribadinya, tetapi juga memastikan kelangsungan risalah kenabiannya melalui keturunannya.
Selain itu, Nabi Zakaria juga merasa prihatin dengan kondisi sosial masyarakatnya yang semakin menjauhi ajaran Allah. Karena alasan-alasan ini, Nabi Zakaria dengan tekun berdoa siang malam agar dikabulkan oleh Allah SWT.
Nah, kisah ini bisa kita rangkum dalam perjalanan dan pengalaman spiritual Nabi Zakaria dengan berdasar pada ajaran Al-Qur’an.
Daftar ISI
Kisah Nabi Zakaria dan Ujiannya
Nabi Zakaria AS diutus Allah kepada kaum Bani Israil di Palestina. Bani Israil telah terjerumus dalam dosa-dosa besar seperti kezaliman, perbuatan jahat, dan perubahan agama yang dianut ajaran Nabi Musa AS.
Inti pesan dakwah Nabi Zakaria AS adalah mengajak Bani Israil untuk bertaubat dan kembali menyembah Allah SWT. Kegiatan dakwahnya berfokus di Bait-al Maqdis. Salah satu ciri khas dakwah Nabi Zakaria adalah sikap lembutnya.
Dalam perjalanan dakwahnya tentu saja Nabi Zakaria juga mendapat ujian dari Allah SWT. Hal ini banyak diceritakan dalam Al-Qur’an. Berikut beberapa kisah Zakaria AS serta hikmah yang bisa kita ambil.
1. Nabi Zakaria Mendambakan Seorang Anak
Diceritakan dalam Surah Maryam bahwa Nabi Zakaria memiliki keinginan untuk dikaruniakan seorang anak. Dengan penuh kerendahan hati, Nabi Zakaria berdoa kepada Allah SWT dengan suara yang sangat lembut.
Keinginan Nabi Zakaria untuk memiliki seorang putra dipicu oleh keprihatinannya terhadap perilaku dosa yang semakin meluas di kalangan kaumnya. Semakin hari, kaumnya semakin menjauh dari ajaran Taurat.
Nabi Zakaria memiliki keinginan untuk memiliki seorang putra laki-laki yang bisa mewarisi pengetahuannya dan menjadi seorang nabi. Ia berharap putranya nanti akan membimbing kaum mereka dengan menyampaikan ajaran Allah SWT kepada.
Inilah awal dari kisah Nabi Zakaria yang mana terjadi keajaiban yang akan dialami oleh Nabi Zakaria dan istrinya.
Nabi Zakaria merupakan seorang yang usianya telah lanjut, rambutnya sudah berubah. Ia merasa bahwa hidupnya mungkin akan berakhir tidak lama lagi.
Sementara itu, istrinya yang merupakan bibi Maryam juga wanita yang sudah lanjut usia dan mengalami kemandulan. Akan tetapi, keinginan Zakaria ini tidak disampaikannya kepada sang istri. Tapi, tentu saja Allah mengetahui hal tersebut.
Saat mengasuh Maryam, Zakaria kerap mendapati buah-buahan di depan Maryam. Lalu, sesuai Surah Ali ‘Imran ayat 37-38, Zakaria berkata:
“Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?.” Maryam menjawab, “Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya.” (QS. Ali ‘Imran: 37-38).
Melalui kejadian tersebut, Zakaria semakin yakin atas kuasa Allah untuk mewujudkan sesuatu yang mustahil sekalipun. Dalam Al-Qur’an diterangkan doa Nabi Zakaria yaitu sebagai berikut.
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُۥ زَكَرِيَّآ 32) إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥ نِدَآءً خَفِيًّا (2) قَالَ رَبِّ إِنِّى وَهَنَ ٱلْعَظْمُ مِنِّى وَٱشْتَعَلَ ٱلرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُنۢ بِدُعَآئِكَ رَبِّ شَقِيًّا ( 4)وَإِنِّى خِفْتُ ٱلْمَوَٰلِىَ مِن وَرَآءِى وَكَانَتِ ٱمْرَأَتِى عَاقِرًا فَهَبْ لِى مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا (5) يَرِثُنِى وَيَرِثُ مِنْ ءَالِ يَعْقُوبَ ۖ وَٱجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا (6
Zikru raḥmati rabbika ‘abdahụ zakariyyā. iż nādā rabbahụ nidā`an khafiyyā. qāla rabbi innī wahanal-‘aẓmu minnī wasyta’alar-ra`su syaibaw wa lam akum bidu’ā`ika rabbi syaqiyyā. wa innī khiftul-mawāliya miw warā`ī wa kānatimra`atī ‘āqiran fa hab lī mil ladungka waliyyā. yariṡunī wa yariṡu min āli ya’qụba waj’al-hu rabbi raḍiyyā.
Artinya:
“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engka u, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeningalku, sedang istriku adalah seseorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akmi mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorangyang diridahi. ” (QS. Maryam: 2-6).
Dalam kisah Nabi Zakaria dengan penuh kerendahan hati memohon kepada Sang Pencipta tanpa bersuara dengan keras. Ia Meminta agar diberikan seorang anak laki-laki yang bisa mewarisi kenabian, hikmah, keutamaan, dan ilmu.
Zakaria khawatir bahwa setelahnya, kaum Bani Israil akan tersesat karena tidak akan ada seorang pun nabi yang datang setelahnya. Allah SWT dengan kemurahan hati-Nya mengabulkan doa Nabi Zakaria.
2. Doa Nabi Zakaria Dikabulkan
Berkat serangkaian doa yang panjang dan tekun, istri Nabi Zakaria pun hamil. Hal ini dijelaskan dalam Surah Maryam ayat selanjutnya.
يَٰزَكَرِيَّآ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَٰمٍ ٱسْمُهُۥ يَحْيَىٰ لَمْ نَجْعَل لَّهُۥ مِن قَبْلُ سَمِيًّا
yā zakariyyā innā nubasysyiruka bigulāminismuhụ yaḥyā lam naj’al lahụ ming qablu samiyyā.
Artinya:
“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (memperoleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS. Maryam: 7).
Nabi Zakaria yang mendengar kabar tersebut pun kaget. Mengingat kondisinya dan sang istri tidak memungkinkan untuk memiliki seorang putra. Dengan gembira sekaligus penuh keheranan, ia bertanya sebagaimana dijelaskan dalam Surah Maryam.
قَالَ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِى غُلَٰمٌ وَكَانَتِ ٱمْرَأَتِى عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ ٱلْكِبَرِ عِتِيًّ (8) قَالَ كَذَٰلِكَ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَىَّ هَيِّنٌ وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِن قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْـًٔا
qāla rabbi annā yakụnu lī gulāmuw wa kānatimra`atī ‘āqiraw wa qad balagtu minal-kibari ‘itiyyā. qāla każālik, qāla rabbuka huwa ‘alayya hayyinuw wa qad khalaqtuka ming qablu wa lam taku syai`ā.
Artinya:
“Zakaria berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.” Tuhan berfirman: “Demikianlah”. Tuhan berfirman: “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.” (QS. Maryam: 8-9).
Terdapat sebuah hadis yang diceritakan oleh ‘Ikrimâh dan as-Saddi mengenai situasi kebingungan dalam kisah Nabi Zakaria. Pada waktu itu, Nabi Zakaria telah mendengarkan panggilan dari malaikat yang memberikan kabar tersebut.
Namun, kemudian setan mendatanginya dengan tujuan untuk meracuni pikirannya sehingga ia menjadi ragu. Setan berseru kepada Zakaria, “Wahai Zakaria!”
“Sesungguhnya suara yang kamu dengar tidaklah berasal dari Allah. Suara itu berasal dari setan yang berusaha untuk menundukkanmu dan membujukmu. Kalau saja itu benar dari Allah, maka Dia akan mewahyukan secara sembunyi-sembunyi sebagaimana halnya aku memanggilmu sembunyi-sembunyi dan juga sebagaimana kamu diberikan wahyu dalam segala hal.” (Jalal al-Dîn al-Suyûṭî, Dûr al-Manṣûr fî Tafsîr bi al-Ma’ṡûr (Markaz li al-Buhûṡ wa Dirâsat al-‘Arabiyyah: 2003), Jilid 3, Hal. 534.
Karena pengaruh bujukan setan, Nabi Zakaria mulai meragukan kabar gembira yang telah disampaikan oleh Malaikat Jibril. Kemudian, Allah berfirman sebagai berikut.
فَٱسْتَجَبْنَا لَهُۥ وَوَهَبْنَا لَهُۥ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُۥ زَوْجَهُۥٓ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ يُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا خَٰشِعِينَ
Fastajabnā lahụ wa wahabnā lahụ yaḥyā wa aṣlaḥnā lahụ zaujah, innahum kānụ yusāri’ụna fil-khairāti wa yad’ụnanā ragabaw wa rahabā, wa kānụ lanā khāsyi’īn.
Artinya:
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya: 90).
Malaikat memberitahu Nabi Zakaria bahwa ini adalah kehendak Allah SWT. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi.
Tidak ada yang sulit bagi Allah SWT. Semua ciptaan Allah SWT terjadi berdasarkan kehendak-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam Surah Yasin yaitu sebagai berikut.
إِنَّمَآ أَمْرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيْـًٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ
Innamā amruhū iżā arāda syai`an ay yaqụla lahụ kun fa yakụn
Artinya:
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah herkata kepadanya: ‘Jadilah!’, maka jadilah ia. ” (QS. Yasin: 82).
3. Nabi Zakaria Bisu
Kisah Nabi Zakaria bagian selanjutnya yaitu ketika dirinya bisu. Kejadian saat Nabi Zakaria menjadi bisu dimulai setelah ia mengungkapkan keraguannya terhadap berita dari Allah tentang kehamilan istrinya.
Ungkapan Nabi Zakaria tersebut bukanlah bentuk keraguan, tetapi lebih kepada ekspresi keheranannya terhadap berita yang luar biasa itu.
Sekaligus juga menunjukkan kegembiraan dan keinginannya untuk mendengar berita tersebut dikonfirmasi lebih lanjut.
Pada saat itu, Nabi Zakaria memohon kepada Tuhan agar memberikan tanda (ayat) sebagai bukti jika istrinya benar-benar sedang hamil.
قَالَ رَبِّ ٱجْعَل لِّىٓ ءَايَةً ۚ قَالَ ءَايَتُكَ أَلَّا تُكَلِّمَ ٱلنَّاسَ ثَلَٰثَ لَيَالٍ سَوِيًّا (10) فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِۦ مِنَ ٱلْمِحْرَابِ فَأَوْحَىٰٓ إِلَيْهِمْ أَن سَبِّحُوا۟ بُكْرَةً وَعَشِيًّا (11)
Qāla rabbij’al lī āyah, qāla āyatuka allā tukalliman-nāsa ṡalāṡa layālin sawiyyā. Fa kharaja ‘alā qaumihī minal-miḥrābi fa auḥā ilaihim an sabbiḥụ bukrataw wa ‘asyiyyā.
Artinya:
“Zakaria berkata, “Ya Tuhanku, berilah suatu tanda.” Tuhan berfirman: ‘Tanda bagimu adalah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.” Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.” (QS. Maryam: 10-11).
Dalam Surah Ali Imran ayat 41 juga disebutkan hal yang sama, yaitu diterangkan sebagai berikut.
قَالَ رَبِّ ٱجْعَل لِّىٓ ءَايَةً ۖ قَالَ ءَايَتُكَ أَلَّا تُكَلِّمَ ٱلنَّاسَ ثَلَٰثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا رَمْزًا ۗ وَٱذْكُر رَّبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِٱلْعَشِىِّ وَٱلْإِبْكَٰرِ
Qāla rabbij’al lī āyah, qāla āyatuka allā tukalliman-nāsa ṡalāṡata ayyāmin illā ramzā, ważkur rabbaka kaṡīraw wa sabbiḥ bil-‘asyiyyi wal-ibkār.
Artinya:
Berkata Zakariya: “Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung)”. Allah berfirman: “Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari”. (QS. Ali ‘Imran: 41).
Berdasarkan ayat tersebut, kisah Nabi Zakaria diberitahu oleh bahwa ia dalam tiga hari tiga malam tidak mampu bicara, padahal ia dalam kondisi sehat.
Jika hal tersebut terjadi, hendaklah Zakaria yakin bahwa kehamilan istrinya merupakan mukjizat Allah SWT.
Dalam waktu tersebut, hendaklah Zakaria berbicara kepada manusia melalui isyarat. Semestinya ia pun banyak bertasbih kepada Allah SWT pada waktu pagi dan sore hari.
Pada suatu hari, Zakaria keluar dan merasa penuh rasa syukur dalam hatinya. Ia berharap untuk berbicara dengan orang-orang, tetapi menyadari bahwa ia tidak mampu mengeluarkan suara.
Dari hal itu Zakaria menyadari bahwa mukjizat dari Allah SWT telah terjadi.
Dengan isyarat, ia mengajak kaumnya untuk bersujud dan bertasbih kepada Allah SWT pada waktu pagi dan sore. Di dalam hatinya, Zakaria terus bersyukur kepada Allah SWT, tanda rasa kebahagiaan yang mendalam menyelimuti dirinya.
Malaikat kemudian memberitahu Zakaria tentang kelahiran seorang anak laki-laki yang Allah SWT akan beri nama Yahya. Ini adalah kali pertama orangtua tidak memberikan nama kepada anak mereka.
Nama tersebut bukanlah pilihan orang tuanya, melainkan Allah SWT sendiri yang menentukan nama tersebut.
Dengan pemberian nama yang sangat mulia ini, Allah SWT memberikan berita gembira kepada Zakaria.
Beritanya adalah bahwa anaknya, Yahya, akan menjadi seorang nabi yang membenarkan firman Allah SWT. Tidak hanya sebatas nabi, akan tetapi Allah menjaga Yahya dari perbuatan-perbuatan yang tercela.
Mendengar hal tersebut, Zakaria gemetar. Air matanya mulai berlinangan karena saking gembiranya perasaan Zakaria saat itu. Lalu ia sholat kepada Allah SWT sebagai bentuk rasa syukur atas pengabulan doanya.
Hikmah Kisah Nabi Zakaria
Dalam sebuah keluarga, anak dianggap sebagai anugerah terindah yang diberikan oleh Allah kepada orangtua. Anak menjadi aset yang sangat berharga. Melalui anak, orangtua dapat mencapai puncak kebahagiaan sekaligus menghadapi ujian.
Sebagai contoh, jika seorang anak tumbuh menjadi anak saleh, ketika orangtuanya meninggal dunia, mereka terus menerima pahala atas doa-doa anaknya.
Sebaliknya, jika anak tersebut menjadi durhaka, orangtua hanya akan menerima akibat buruk dari anaknya sendiri.
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa anak dapat dilihat sebagai perhiasan (zînah) sekaligus ujian (fitnah). Akan tetapi dalam konteks ini, terdapat pahala besar yang tersimpan bagi hamba-hamba Allah.
Nabi Zakaria sangat menyadari pentingnya memiliki seorang anak. Itulah sebabnya, ia tanpa henti berdoa kepada Allah. Berdoa merupakan salah satu cara yang diperlihatkan dalam kisah Nabi Zakaria untuk berkomunikasi dengan Tuhannya.
Ketika Allah mengirimkan pesan kepada nabi-Nya, ia memiliki kebebasan untuk meresponsnya sesuai dengan kehendaknya sendiri. Tetapi, seringkali manusia cenderung berharap mendapatkan respon positif ketika mereka berdoa.
Akhirnya bisa ada rasa putus asa jika mereka mendapatkan respon negatif. Sebagai akibatnya, Allah bisa menunda atau bahkan tidak mengabulkan doa mereka.
Hamba yang selalu taat dan khusyuk beribadah seperti Nabi Zakaria, harus menunggu bertahun-tahun sebelum doanya dikabulkan.
Hal Ini adalah ujian yang Allah berikan kepada hamba-Nya untuk menguji kesabarannya. Apakah ia akan tetap sabar atau justru putus asa.
Nabi Zakaria menghadapi ujian ini dengan sikap yang optimis, berpikiran positif, pasrah, dan sabar. Sikap pasrahnya tercermin dalam kalimat “wa anta khair al-wâritsîn,” yang berarti “dan Engkaulah ahli waris yang baik.”
Nabi Zakaria sepenuhnya menyerahkan semua hal kepada Allah dan meyakini bahwa segala yang dialaminya adalah bagian dari kehendak Allah.
Itulah hikmah dari serangkaian kisah Zakaria yang sangat sabar dan berserah diri dengan ketetapan dari Allah SWT.
Sudah semestinya kita turut meneladani perilaku tersebut, yaitu tidak putus asa dalam berdoa meskipun untuk sesuatu yang terlihat mustahil.
Memahami kisah Nabi Zakaria dapat membuka wawasan dan pengetahuan kita tentang peristiwa dan perjuangan nabi dalam misi untuk menyampaikan ajaran-Nya. Merenungkan kisah tersebut, semakin memperkuat keyakinan kepada Allah.
Berbagai peristiwa luar biasa yang terjadi pada zaman nabi dan rasul terdahulu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah.
Kepercayaan kepada nabi dan rasul juga merupakan salah satu dari rukun iman keempat. Oleh karena itu, sudah semestinya kita belajar dan mengambil hikmah dari kisah nabi.