Membayar Fidyah: Cara, Besaran, Niat, dan Waktu Pembayaran

Membayar fidyah adalah kewajiban bagi seorang muslim yang karena alasan tertentu tidak mampu mengerjakan puasa Ramadhan seperti sakit parah, ibu menyusui, atau orang tua yang sudah renta dan tidak sanggup menjalankan puasa secara penuh.

Pada dasarnya, seorang muslim akan diminta untuk mengqadha puasanya di waktu lain terlebih dahulu jika pada bulan Ramadhan tidak bisa melaksanakannya. Akan tetapi, jika hal itu dirasa terlalu berat, maka bisa menggantinya dengan fidyah.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukum fidyah ini? Bisakah fidyah menggantikan qadha puasa? Berapa besaran fidyah yang harus kita bayarkan? Untuk mengetahui jawabannya, mari simak pembahasan beserta dalilnya berikut ini!

Penjelasan Fidyah

Fidyah merupakan salah satu bentuk kompensasi atau pengganti bagi umat muslim yang tidak dapat menjalankan puasa selama bulan Ramadhan karena ada udzur tertentu. Dalam bahasa Arab, “fidyah” memiliki makna “penebusan” atau “penggantian.”

Membayar fidyah akan relevan jika seseorang memiliki alasan kuat dan sah yang menghalanginya untuk berpuasa selama bulan suci Ramadhan. Alasan tersebut bisa berupa kondisi yang menyebabkan mereka tidak memungkinkan untuk berpuasa.

Dalam Islam, kondisi tersebut bisa berupa sakit yang mengharuskan seseorang untuk minum obat atau makan, wanita hamil atau menyusui yang berpotensi membahayakan kesehatan diri dan bayinya, atau kondisi medis lainnya.

Orang tua yang sudah sakit-sakitan dan tidak mampu lagi melaksanakan puasa secara penuh juga termasuk dalam kondisi udzur di atas. Mereka inilah yang diwajibkan untuk membayar fidyah kepada orang-orang yang telah ditentukan.

Fidyah sendiri dapat dilakukan dengan cara memberikan makanan atau bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan seperti fakir miskin, yatim piatu, atau mereka yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi dalam masyarakat Muslim. 

Siapa yang Wajib Membayar Fidyah? Bagaimana Caranya?

Seperti sudah kita bahas bersama di atas, ada beberapa orang yang dibolehkan meninggalkan ibadah puasa, tetapi wajib menunaikan pembayaran fidyah di kemudian hari. Orang-orang dengan kategori tersebut terdiri dari:

1. Wanita yang Hamil atau Menyusui

Kategori orang pertama yang boleh meninggalkan puasa dan menggantinya dengan fidyah adalah para wanita yang sedang hamil atau menyusui. Alasannya adalah karena khawatir jika ia berpuasa dapat membahayakan dirinya dan juga bayi.

Meski begitu, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa penggantian puasa wanita hamil atau menyusui adalah dengan mengqadhanya di lain hari. Sementara fidyah bisa menjadi pilihan jika merasa bahwa mengqadha puasa adalah hal yang terlalu berat.

Sebagai contoh, jika seorang wanita menjalani masa kehamilan dan menyusui selama beberapa tahun secara berurutan sehingga membuatnya tidak bisa puasa secara penuh, maka pada kondisi tersebut tentu hutang puasanya sudah terlalu banyak.

Oleh karena itu, sebagian ulama membolehkan kondisi tersebut cukup dengan fidyah saja sebanyak jumlah puasa yang ia tinggalkan.

2. Orang Tua yang Sakit-sakitan

Selanjutnya, mereka yang wajib membayar fidyah karena kondisinya tidak memungkinkan untuk berpuasa Ramadhan adalah para orang tua yang sudah sakit-sakitan. Terlebih jika mereka bergantung dengan konsumsi obat setiap hari.

Meski begitu, tidak semua orang tua boleh meninggalkan puasa ramadhan, tetapi hanya bagi mereka yang kondisi kesehatannya sudah tidak memungkinkan lagi. Jadi, bilamana ia memaksakan puasa dapat menyebabkan kesehatannya terganggu.

Baca juga: Hukum Istri Minta Cerai karena Ekonomi, Ini Penjelasannya

3. Orang dengan Sakit Parah

Selain wanita hamil atau orang tua, mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu juga diperbolehkan untuk menggantinya dengan fidyah. Beberapa penyakit seperti diabetes atau gagal ginjal biasanya cukup ketat dalam hal pola makan.

Jika memang dengan berpuasa dapat membahayakan kondisi kesehatannya, tentu saja Islam memberikan keringanan untuk tidak berpuasa. Akan tetapi, kita wajib menggantinya dengan fidyah.

4. Orang Meninggal 

Dalam hal ini, orang meninggal yang wajib membayar fidyah adalah mereka yang masih memiliki utang puasa dan belum sempat mengqadhanya padahal ia mampu. Itulah kenapa sangat penting bagi para muslim untuk mencatat hutang puasanya.

Untuk pembayaran fidyah bagi mereka yang sudah meninggal diambilkan dari harta peninggalan si mayit dan dilakukan oleh ahli warisnya. 

Menurut qaul qadim (pendapat lama Imam Syafi’i) para ahli waris boleh memilih untuk membayarkan hutang puasa dengan pembayaran fidyah atau berpuasa untuk si mayit. 

Sementara pendapat lain mengatakan jika puasa tidak boleh dilakukan untuk menanggung hutang puasa dari orang lain. Meski begitu, hukum membayar fidyah ini tidak wajib jika orang yang meninggal memiliki udzur, bahkan sampai ia meninggal.

Ia juga diketahui tidak meninggalkan hutang puasa yang harus dibayar selama sehat. Dalam kondisi tersebut, maka ahli waris tidak memiliki kewajiban untuk membayar puasanya atau menggantinya dengan fidyah.

Di dalam Al-Qur’an, perintah melaksanakan fidyah juga tertuang di dalam Surat Al-Baqarah Ayat 184, yang berbunyi:

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Ayyāmam ma’dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au ‘alā safarin fa ‘iddatum min ayyāmin ukhar, wa ‘alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa’āmu miskīn, fa man taṭawwa’a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta’lamụn

Artinya:

“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): Memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Baca juga: Amalkan Doa agar Tidak Malas dan Kiat Hidup Lebih Produktif

5. Orang yang Menunda Qadha Ramadhan

Berikutnya, seseorang yang belum membayar hutang puasanya sampai tiba kembali di bulan Ramadhan padahal sebelumnya ia mampu, maka orang tersebut telah berdosa dan wajib untuk melakukan pembayaran fidyah.

Dalam hal ini, Syekh Jalaluddin al-Mahalli memberikan penjelasan bahwa orang yang menunda-nunda membayar qadha puasa sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, maka ia termasuk orang yang berdosa dan wajib membayar fidyah.

Adapun besaran fidyah adalah 1 mud makanan. Hal ini juga berdasarkan penjelasan dari al-Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzab yang ia kutip. 

Sementara itu, orang yang memiliki udzur atau senantiasa bepergian hingga tiba kembali ke bulan ramadhan, maka keadaan tersebut tidak mewajibkannya untuk mengeluarkan fidyah.

Berapa Besaran Fidyah yang Kita Bayar?

Fidyah berbeda dengan sedekah yang nilainya bisa berapa saja sesuai dengan keinginan kita. Besaran fidyah memiliki ketentuannya sendiri sehingga jelas berapa banyak harga yang perlu kita bayar untuk menunaikannya.

Adapun besaran fidyah yang harus kita bayar adalah satu mud makanan pokok untuk satu hari puasa yang telah kita tinggalkan. Jika diubah ke dalam hitungan gram, maka satu mud akan setara dengan 675 gram atau 6,75 ons.

Dari laman baznas.co.id, Imam Malik, Imam Syafi’i menyebutkan bahwa besara fidyah adalah 1 mud gandum (setara 6 ons = 675 gram = 0,75 kg). Ukuran tersebut setara dengan tangan yang menengadah saat berdoa.

Sementara itu, ulama Hanafiyah menyatakan bahwa besara fidyah adalah 2 mudh atau senilai ½ sha’ gandum (1 sha’ = 4 mud atau setara 3 kg, maka ½ sha’ = 2 mudh atau setara 1,5 kg). Aturan ini umumnya berlaku untuk makanan pokok berupa beras.

Bagi para wanita hamil atau menyusui, pembayaran fidyah bisa dilakukan dengan menghitung jumlah puasa yang ia tinggalkan dan menggantinya dengan fidyah sebanyak puasa yang ia tinggalkan tersebut.

Misal, Ibu Irma tidak berpuasa selama 30 hari, maka Ibu Irma harus menyediakan 30 takar fidyah (masing-masing 1,5 kg). Pembayaran bisa kepada 30 orang fakir miskin, atau bisa juga 2 orang saja dengan masing-masing mendapatkan 15 takar.

Selain itu, kalangan Hanafiyah juga membolehkan pembayaran fidyah menggunakan nominal uang. Untuk masyarakat Arab, nominal uang tersebut setara dengan harga 3,25 kg anggur atau kurma dikali jumlah puasa yang ditinggalkan.

Sementara untuk wilayah Indonesia, nilai tersebut menyesuaikan harga makanan pokok di setiap daerahnya.

Dalam hal ini, BAZNAS mengeluarkan SK Ketua No.7 Tahun 2023 berkaitan tentang ketentuan zakat fitrah dan fidyah khusus untuk wilayah DKI Jakarta. Adapun besaran uang yang harus dibayarkan adalah Rp 60.000/jiwa dalam satu hari.

Penting untuk dipahami bahwa fidyah bukanlah suatu bentuk pengampunan atas kewajiban berpuasa, tetapi lebih merupakan solusi yang diberikan oleh agama Islam untuk mereka yang tidak dapat berpuasa karena udzur tertentu. 

Ketentuan terkait membayar fidyah ini memungkinkan umat muslim untuk tetap menjalankan kewajiban agama. Akan tetapi, di saat yang sama juga dapat membantu mereka yang membutuhkan, terutama dalam hal ekonomi. 

Fidyah juga harus dibayar dengan niat yang tulus sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah SWT dalam menjalankan perintah agama Islam.

Bagaimana Bacaan Niat Membayar Fidyah?

Seperti sudah kita bahas di atas, ada beberapa kategori orang yang wajib mengeluarkan fidyah karena udzur tertentu. Adapun niat mengeluarkan fidyah dari masing-masing orang dengan udzur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Niat Fidyah untuk Wanita Hamil atau Menyusui

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ على فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyata ‘an iftari shaumi ramadhana lilkhawfi a’la waladii ‘alal fardha lillahi ta’aala.

Artinya: 

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anakku, fardu karena Allah.”

2. Niat Fidyah bagi Orang Tua yang Lemah atau Sakit Keras

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyatal iftah haumi ramadhana fardha lillahi ta’aala.

Artinya: 

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardu karena Allah.”

3. Niat Fidyah untuk Orang Meninggal

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyatal ‘anshaumi ramadhani fulaanibni fulaaninfardha lillahi ta’aala.

Artinya: 

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadan untuk Fulan bin Fulan (disebutkan nama mayitnya), fardu karena Allah.”

4. Niat Fidyah untuk yang Terlambat Mengqadha Puasa

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu an ukhrija hadzihil fidyatal ‘an ta khiiri qadhaa i shaumi ramadhaana fardha lillahi ta’aala.

Artinya:

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadan, fardu karena Allah.”

Niat di atas bisa kita bacakan ketika hendak menyerahkan fidyah berupa bahan makanan tersebut kepada fakir miskin. Bisa juga ketika akan menyerahkannya kepada wakil yang ditunjuk untuk menyalurkan fidyah.

Sebagai tambahan, kita juga diperbolehkan untuk menambahkan lauk untuk melengkapi fidyah tersebut jika berupa bahan-bahan pokok. Dengan begitu, manfaatnya bisa langsung diterima oleh mereka yang berhak mendapatkannya.

Kapan Waktu Pembayaran Fidyah?

Jika qadha puasa dilakukan dari selesainya bulan Ramadhan sampai bulan Ramadhan berikutnya, lalu pembayaran fidyah kapan harus dilakukan?

Dalam hal pelaksanaan fidyah, para ulama menjelaskan bahwa pembayaran bisa dilakukan sejak seseorang membatalkan puasanya di hari Ramadhan. 

Artinya, jika orang tersebut tidak melakukan puasa di hari tersebut, maka saat itu juga ia boleh membayarkan fidyah, yaitu sejak terbitnya fajar subuh. 

Lalu, bagaimana jika seseorang yang memang benar-benar tidak bisa lagi menunaikan puasa dan ingin membayar saja puasanya dengan fidyah, bolehkah langsung membayar untuk 30 hari ke depan padahal Ramadhan baru akan dimulai?

Dalam hal ini, para ulama hanya membolehkan pembayaran fidyah untuk satu hari saja, yaitu hari di mana seseorang tidak sanggup melaksanakan puasa. Hal ini juga disarankan oleh Mazhab Syafi,i. 

Jika kita ingin membayarkan secara langsung untuk seluruh total puasa yang ditinggalkan, maka bisa menunda pembayaran setelah bulan Ramdhan selesai. Setelah itu, kita bisa melakukan kalkulasi dan membayar total fidyahnya.

Wallahu A’lam Bishawab

Dalam ajaran Islam, ada cukup banyak kewajiban yang harus dijalani oleh para umatnya, termasuk untuk ibadah puasa Ramadhan. Akan tetapi, Allah juga telah memberikan keringanan bagi mereka yang memang tidak sanggup mengerjakannya.

Bagi mereka yang tergolong ke dalam orang-orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa, maka wajib hukumnya untuk membayar fidyah dengan ketentuan seperti yang sudah kita bahas di atas.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment