Muamalah Adalah: Pengertian, Jenis, dan Tujuannya

Muamalah adalah salah satu istilah dalam Islam yang cukup sering kita dengar. Tapi, sudahkah kita paham dengan apa yang disebut sebagai muamalah? Jika belum memahaminya, mari coba kita pelajari dengan seksama dalam artikel ini. 

Islam telah mengajarkan kita banyak hal untuk hidup di dunia. Bahkan sampai dengan aturan yang berhubungan dengan tata cara untuk hidup bersama dengan manusia. Muamalah, merupakan istilah yang mencakup aturan-aturan tersebut. 

Aturan ini memang patut kita ikuti sebagai umat Islam agar terjalin hubungan yang harmonis antar sesama manusia, agar manusia tak terpecah belah, dan agar kehidupan kita di dunia ini bisa sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya. 

Muamalah Adalah

Dalam syariat Islam, Muamalah adalah kegiatan yang mengatur seluruh hal yang berhubungan dengan kegiatan sesama manusia. 

Secara etimologi, makna muamalah sama dengan al-mufa’ala yakni saling berbuat. Muamalah ini ada agar hubungan baik antar sesama manusia bisa dijaga. 

Tujuan utamanya yakni demi membuat masyarakat yang lebih rukun sekaligus harmonis ketika menjalani kehidupannya sehari-hari. 

Lantaran berhubungan dengan hampir seluruh tata cara hidup, cakupan dari muamalah memang cukup luas. 

Misalnya saja kegiatan muamalah berupa kegiatan jual-beli, sewa-menyewa, bahkan hingga utang-piutang juga termasuk ke dalam muamalah. 

Intinya, semua upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari juga termasuk pada muamalah. 

Selain itu, muamalah adalah suatu hubungan manusia di dalam interaksi sosial sesuai dengan syariat. 

Alasannya karena manusia merupakan makhluk sosial yang pastinya tak bisa hidup sendiri. 

Pada hubungan dengan manusia lain, manusia dibatasi syariat ini yang terdiri dari hak juga kewajiban. 

Lebih jauh lagi, interaksi antar sesama manusia membutuhkan kesepakatan buat kemaslahatan bersama. 

Secara arti yang luas, muamalah adalah aturan Allah untuk semua manusia dalam bergaul bersama dengan manusia yang lainnya ketika berinteraksi. 

Ada juga arti khusus dari muamalah adalah aturan langsung dari Allah bersama dengan manusia lain dalam hal mengelola juga mengembangkan harta benda. 

Baca juga: Hak dan Kewajiban Suami Istri Lengkap, Simak Yuk!

Muamalah Sebagai Ilmu

Muamalah merupakan cabang dari ilmu syari’ah yang masih berada dalam cakupan ilmu fiqih. 

Sedangkan muamalah itu sendiri juga memiliki cukup banyak cabang. Di antaranya yakni muamalah sosial, politik, dan ekonomi. 

Secara umum, muamalah mencakup dua aspek: aspek adabiyah juga madaniyah. 

Pertama, aspek adabiyah yaitu kegiatan muamalah yang ada hubungannya dengan kegiatan adab juga akhlak. Contohnya yakni menghargai sesama, saling ridho, jujur, sopan, dan lainnya. 

Sedangkan untuk aspek madaniyah merupakan aspek yang ada kaitannya dengan kebendaan. Contohnya halal, haram, mudharat, syubhat, juga yang lainnya. 

Jenis-Jenis Muamalah

Muamalah ini merupakan urusan tukar-menukar sesuatu di dalam fiqh Islam. Maka dari itu, muamalah terbagi ke dalam beberapa jenis. Ada apa saja? Ini dia: 

1. Muamalah Jual Beli

Jenis pertama adalah muamalah jual beli. Muamalah jual beli merupakan kesepakatan tukar menukar benda agar bisa memiliki benda tersebut selamanya. 

Jual beli ini dibenarkan sesuai dengan firman dari Allah SWT yakni pada Surat Al-Baqarah ayat 275: 

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya: 

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Di dalam jual beli ada tiga rukun yakni:

  • Ada penjual dan pembeli. 
  • Ada uang dan barang. 
  • Ada ijab qobul. 

Rasulullah SAW pun pernah bersabda tentang muamalah jual beli, “Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban).

2. Muamalah Utang Piutang

Selanjutnya ada jenis muamalah utang piutang. Yap, Islam juga telah mengatur hal ini. Utang piutang, merupakan penyerahan harta atau benda pada seseorang tapi dengan catatan di kemudian hari akan dikembalikan.

Pengembaliannya pun tidak dapat mengubah keadaan. Contoh sederhananya yakni ketika kita mungkin harus berhutang sebesar Rp100 ribu. Maka, di kemudian hari kita harus mengembalikan sebesar Rp100 ribu juga. 

Dalam agama Islam, pemberian utang pada seseorang yang sangat membutuhkannya merupakan tindakan yang sangat dianjurkan. 

Adapun rukun dari utang-piutang itu ada tiga yakni yang berutang dan berpiutang, harta maupun barang, juga kesepakatan. 

Salah satu hal yang paling penting adalah menghindari riba. Riba merupakan penetapan bunga dengan melebihkan jumlah pengembalian berdasarkan prosentase jumlah pokok pinjaman yang dibebankan pada peminjam. 

Secara bahasa, riba artinya ziyadah atau disebut juga tambahan. Ada ulama yakni Syekh Abu Yahya Al-Anshary yang mendefinisikan riba sebagai: 

“Riba adalah suatu akad pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui padanannya menurut timbangan syara’ yang terjadi saat akad berlangsung atau akibat adanya penundaan serah terima barang baik terhadap kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya saja.” (Syekh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary, Fathul Wahâb bi Syarhi Manhaji al-Thullâb).

3. Muamalah Sewa Menyewa

Di dalam fiqh Islam, kegiatan sewa menyewa disebut juga dengan ijarah. Maknanya yakni imbalan yang akan diterima seseorang atas jasa yang telah diberikan. 

Jenis jasanya berbagai macam seperti penyediaan tenaga, pikiran, hewan, bahkan tempat tinggal. 

Jenis muamalah satu ini memiliki dasar hukum. Adapun dasar hukumnya ada di Surat Al Baqarah ayat 233: 

وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ

Artinya: 

“..Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut…”

Rukun jenis muamalah sewa menyewa yakni orang yang menyewa, pihak yang menyewakan, barang atau sesuatu yang disewa, juga sigat. 

Sigat ini merupakan pembicaraan langsung atau lewat orang yang dipercaya guna mewakili salah satu pihak. 

4. Syirkah

Di dalam ilmu muamalah, syirkah adalah akad yang mana terdapat dua pihak yang ingin bekerja sama dengan tujuan mendapatkan keuntungan. 

Syirkah pun dapat dimaknai sebagai dua pencampuran antara dua bagian menjadi satu sehingga satu dengan yang lainnya tidak lagi berbeda. 

Rukun dari syirkah di antaranya barang harus halal, pihak yang membuat akad memang cakap mengelola harta, objek pekerjaan dan modal. 

Dengan ini, kita bisa lebih paham bahwa muamalah memang memiliki cakupan yang luas. Kita bisa paham bahwa Allah SWT telah mengatur segala hal seperti bagaimana hubungan antar manusia. 

Sebab ini, muamalah adalah suatu hal yang memang mendapatkan peranan penting di dalam Islam. 

Tujuan Muamalah

Setelah memahami muamalah adalah hal yang amat penting dalam kehidupan, sekarang waktunya kita memahami apa yang tujuan sebenarnya dari muamalah. 

Adapun tujuannya yakni terciptanya hubungan harmonis antara manusia dan akhirnya bisa tercipta masyarakat rukun dan tentram. 

Dengan memahami muamalah, kita bisa lebih tahu bagaimana mekanisme bermasyarakat sesuai dengan aturan dari Allah SWT. 

Hal yang perlu kita perhatikan lainnya, yakni Allah memerintahkan kepada seluruh hamba-Nya agar saling membantu, terutama dalam berbuat baik sekaligus melarang berbuat kejahatan, kezaliman, dan kebatilan. 

Prinsip-Prinsip Muamalah

Dalam Islam, kita juga mengenal yang namanya Fiqih yang memiliki arti atau bersinonim dengan istilah hukum. Nah, seluruh hal yang mengatur hubungan satu individu manusia dengan lainnya tertuang di dalam Fiqih Muamalah. 

Ada beberapa prinsip dari Fiqih Muamalah yang sedikit banyak perlu kita ketahui. Berikut ini penjelasannya: 

1. Secara Mendasar, Semua Bentuk Muamalah Adalah Mubah

Ada satu prinsip yang mengatakan bahwa semua bentuk muamalah merupakan hayang mubah. Ini dasarnya: 

اَلأَصْلُ فِى الْأَشْيَاءِ (فِى الْمُعَامَلاَتِ) الإِبَاحَةُ، إِلاَّ مَا دَلَّ الدَّلِِيْلُ عَلَى خِلاَفِهِ

“Pada dasarnya (asalnya) pada segala sesuatu (pada persoalan mu’amalah) itu hukumnya mubah, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan atas makna lainnya.”

2. Atas Dasar Sukarela tanpa Adanya Paksaan

يآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَضٍ مِنْكُمْ وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا. -النساء: 29

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu sekalian, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29).

3. Dilakukan Berdasarkan Pertimbangan untuk Mendapatkan Manfaat

عَنْ عُباَدَةَ ابْنِ صَامِتِ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قََضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. -رواه أحمد وابن ماجة

Artinya:

“Dari Ubadah bin Shamit; bahwasanya Rasulullah saw menetapkan tidak boleh berbuat kemudharatan dan tidak boleh pula membalas kemudharatan”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

4. Sebagai Pemeliharan Nilai Keadilan

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُوْنَ وَلاَ تُظْلَمُوْنَ. -البقرة: 279

Artinya:

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS. Al-Baqarah: 279).

Ayat-Ayat Al-Qur’an tentang Muamalah

Dalil tentang perkara muamalah juga tertera di dalam Al-Qur’an. Beberapa di antaranya yakni: 

1. Ayat tentang Pemenuhan Akad Perjanjian

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ ۚ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ ۗ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu [perjanjian sesama manusia]. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya,” (QS. Al Maidah [5]: 1).

2. Haramnya Riba

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya: 

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya,” (QS. Al-Baqarah [2]: 275).

3. Anjuran Mencatat Utang-Piutang

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Artinya: 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai (pinjam-meminjam harta) untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya. Hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mendiktekan, maka hendaklah walinya mendiktekan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS. Al-Baqarah [2]: 282).

Hadits-Hadits tentang Muamalah

Hadits merupakan sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an. Kehadiran hadits tentu amat penting lantaran dapat menjadi pedoman di dalam hidup manusia. 

Ini dia sejumlah kumpulan hadits muamalah yang akan sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari: 

1. Hadits tentang Pinjam Meminjam

Di dalam bahasa Arab, pinjam meminjam merupakan ariyah. Hukum pinjam meminjam bisa berubah tergantung situasi juga kondisi. 

Dapat menjadi wajib ketika peminjam sedang dalam keadaan darurat walaupun si pemilik barangnya tak memperoleh kemudaratan. 

Kemudian, hukumnya bisa menjadi sunnah jika peminjam bisa merasakan manfaat dari pinjaman. Syaratnya, barang-barang yang dipinjam tidak dipakai untuk hal-hal makruh apalagi untuk maksiat. 

Nah, kegiatan pinjam-meminjam ini bisa juga jadi haram. Utamanya jika kita melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama. Misalnya, pinjam linggis untuk membobol toko, pinjam pisau untuk melukai orang, atau pinjam motor untuk mencopet. 

Intinya jika penggunaannya ke arah kemaksiatan, kegiatan pinjam-meminjam menjadi haram. Adapun haditsnya: 

“Siapa yang meminjam harta manusia dengan kehendak membayarnya maka Allah akan membayarkannya, barang siapa yang meminjam hendak melenyapkannya, maka Allah akan melenyapkan hartanya.” (HR. Buhari).

Pada hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Sampaikanlah amanat orang yang memberikan amanat kepadamu dan janganlah kamu khianat sekalipun dia khianat padamu.” (HR. Abu Dawud).

2. Hadits Upah-Mengupah

Muamalah adalah semua kegiatan dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga mengenai upah dan pengupahan. 

Upah merupakan hal yang diperoleh pekerja setelah menyelesaikan pekerjaan atau kewajibannya. Upah juga merupakan kewajiban untuk pemberi kerja atas hasil kerja dari karyawannya. 

Dalam hal upah-mengupah ini, setiap Muslim harusnya mendasarkan kegiatan ini dengan kesepakatan. 

Sehingga terdapat keadilan atas hak juga kewajiban dari masing-masing pihak. Ini dia hadits yang akan mendasarinya:

Rasulullah SAW bersabda: 

“Berilah upah kepada para pekerja sebelum mengering keringatnya.” (HR. Ibnu Madjah).

Di hadits lain diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pun pernah bersabda, ,“Tiga orang yang aku akan menjadi musuhnya pada hari Kiamat; seseorang yang memberikan janji kepada-Ku lalu ia mengkhianati, seseorang yang menjual orang merdeka lalu memakan hartanya, dan seseorang yang menyewa pekerja lalu ia menunaikan kewajibannya (namun) ia tidak diberi upahnya.” (HR. Ibnu Madjah).

3. Hadits tentang Harta

Harta merupakan kebaikan juga nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada semua hamba-Nya. 

Namun, kita perlu tahu bahwa harta bukan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan saja. Melainkan bisa juga sebagai ujian dari Allah SWT. 

Sehingga akhirnya umat Islam wajib menggunakan hartanya dengan bijak. Salah satunya dengan cara memakai hartanya untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya pada orang lain. 

Nah, mengenai harta ini, juga sudah disampaikan oleh Rasulullah yang telah diriwayatkan dalam sejumlah hadits berikut: 

Ada hadits yang sumbernya dari Khaulah al-Anshariyyah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Ada sejumlah orang yang membelanjakan harta Allah secara serampangan atau asal-asalan dengan cara yang tidak benar, maka untuk mereka neraka pada hari kiamat.” (HR. Bukhari).

Pada hadits lain juga dikatakan kalau seorang Muslim, harusnya tidak menjadi budak atau diperbudak harta benda. Pasalnya, kita bisa menuju kehancuran jika diperbudak oleh harta. 

Rasulullah SAW pun bersabda, “Celakalah hamba (orang yang diperbudak) dinar, dirham, beludru dan kain bergambar. Jika dia diberi dia ridha, jika tidak diberi dia tidak ridha.” (HR. Bukhari).

Itulah sedikit penjelasan yang bisa kita pelajari mengenai muamalah. Muamalah adalah sesuatu yang mengatur kehidupan kita sehari-hari untuk berinteraksi dengan manusia lain agar tercipta masyarakat yang harmonis. 

Penting bagi kita untuk mempelajari. Tak cukup belajar saja, melainkan kita pun juga harus mengamalkannya dalam kehidupan.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment