Selama ini, banyak orang yang terlalu terburu-buru ketika membagi warisan sampai lupa bahwa ada tata cara pembagian warisan menurut Islam. Hal ini berakibat seringnya muncul sengketa antara saudara yang merasa menerima warisan.
Pembagian warisan pun menjadi hal yang sangat sensitif dan bila tidak berhati-hati sengketa yang terjadi bisa mengakibatkan hancurnya hubungan keluarga. Dalam Islam sendiri sudah terdapat tata cara pembagian warisan yang rinci.
Panduan ini tentu sangat bermanfaat untuk menghindari adanya sengketa tersebut berdasarkan syariat Islam. Lantas, seperti apa pembagiannya? Mari kita simak pada ulasan berikut.
Daftar ISI
Pengertian Warisan
Melansir dari laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), warisan adalah sesuatu yang diwariskan seperti harta, nama baik, atau harta pusaka. Dalam hukum dan syariat Islam, pengertian warisan pun tidak jauh berbeda.
Dalam Islam, warisan adalah aturan yang dibuat untuk mengatur peralihan atau pindahnya harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli waris. Ahli waris ini bisa berupa orang lain atau keluarga.
Pengertian lain bisa kita lihat dalam Kompilasi Hukum Islam, tepatnya di pasal 171 yang memang membahas mengenai waris. Berikut adalah pengertiannya:
“Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing”.
Baca juga: 7 Doa untuk Menenangkan Hati dari Sedih dan Gelisah
Jadi berdasarkan pengertian tersebut, dapat kita tahu bahwa dalam hukum waris Islam sudah terdapat aturan yang menentukan siapa yang berhak menerima warisan atau ahli waris. Sekaligus jumlah bagian mereka.
Pengertian ahli waris sendiri adalah orang yang memiliki hubungan nasab atau hubungan perkawinan dengan pewaris yang telah meninggal dunia. Selain itu, ahli waris juga beragama Islam dan tidak terhalang hukum untuk mendapatkan warisan.
Tata Cara dan Ketentuan Pembagian Warisan Menurut Islam
Tata cara pembagian warisan dalam Islam sendiri sebenarnya tidak rumit. Karena sudah ada rincian dan ketentuan tersendiri mengenai ahli waris. Berikut adalah rinciannya:
1. Ahli Waris dari Laki-laki
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
- Ayah
- Kakek dan seterusnya ke atas
- Saudara laki-laki
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) walaupun jauh (seperti anak dari keponakan)
- Paman
- Anak laki-laki dari paman (sepupu) walaupun jauh
- Suami
- Laki-laki yang memerdekakan budak
Baca juga: Tata Cara Sholat Nisfu Syaban: Niat, Doa, dan Waktu Pelaksanaannya
2. Ahli Waris dari Perempuan
- Anak perempuan
- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan seterusnya ke bawah
- Ibu
- Nenek dan seterusnya ke atas
- Saudara perempuan
- Istri
- Wanita yang memerdekakan budak
Jadi dari pembagian ahli waris tersebut bisa kita lihat bahwa penggolongan ahli waris terbagi menjadi 2 (dua) yaitu berdasarkan hubungan nasab dan hubungan perkawinan.
Untuk hubungan nasab, yang termasuk adalah ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, kakek, ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek. Sementara untuk hubungan perkawinan terdiri dari janda ataupun duda.
Jika ketika pewaris meninggal dan semua ahli waris ada, maka pihak yang berhak mendapatkan warisan hanyalah anak, ayah, ibu, janda atau duda. Urutan selengkapnya dari ahli waris tersebut adalah:
- Anak laki-laki
- Anak perempuan
- Ayah
- Ibu
- Paman
- Kakek
- Nenek
- Saudara laki-laki
- Saudara perempuan
- Janda
- Duda
3. Hak Waris yang Tidak Bisa Gugur
Hak warisan tidak akan bisa gugur khususnya untuk suami dan istri, ayah dan ibu, serta anak kandung. Baik anak laki-laki maupun perempuan.
4. Pihak yang Tidak Mendapatkan Warisan
Selain itu, ada juga beberapa pihak yang tidak mendapatkan warisan. Pihak tersebut adalah:
- Budak laki-laki atau perempuan
- (Mudabbar) budak yang merdeka karena kematian tuannya
- (Ummul walad) budak wanita yang melahirkan anak dari tuannya
- (Mukatab) budak yang merdeka karena berjanji membayar kompensasi tertentu kepada majikan
- Pembunuh yang membunuh pewaris
- Orang yang melakukan murtad
- Pemeluk agama yang berbeda.
5. Ashabul Furudh
Ashabul furudh merupakan orang yang memperoleh warisan dengan kadar yang sudah ada ketentuannya dalam kitabullah. Rincian kadar warisan untuk Ashabul furudh adalah sebagai berikut:
- Mendapat ½ : untuk anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki atau cucu perempuan, saudara perempuan seayah dan seibu, saudara perempuan seayah, dan suami jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki
- Mendapat ¼ : suami jika istri memiliki anak atau cucu laki-laki, istri jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki
- Mendapat ⅛ : istri jika memiliki anak atau cucu laki-laki
- Mendapat ⅔: dua anak perempuan atau lebih, dua anak perempuan dari anak laki (cucu perempuan) atau lebih, dua anak perempuan seayah dan seibu atau lebih, dan dua saudara perempuan seayah atau lebih
- Mendapat ⅓ : ibu jika pewaris yang meninggal tidak dihajb, dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang seibu
- Mendapat ⅙ : ibu jika memiliki anak atau cucu, atau memiliki dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan, nenek ketika tidak ada ibu, anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan).
Dan masih ada anak perempuan kandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seayah dan seibu, ayah jika ada anak atau cucu, kakek jika tidak ada ayah, dan saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu.
6. Hajb
Selain itu, hal lain yang perlu kita ketahui adalah soal hajb atau yang merupakan penghalang dalam waris. Berikut adalah beberapa golongan yang termasuk ke dalam hajb:
- Nenek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ibu
- Kakek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ayah
- Saudara laki-laki seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu (laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas
- Saudara laki-laki seayah dan seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah
- Saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara laki-laki seayah dan seibu.
Rukun Warisan dalam Islam
Selain ketentuan jumlah dan ahli waris, hal lain yang perlu kita perhatikan adalah soal rukun. Sama dengan persoalan yang lain, pembagian warisan menurut Islam pun memiliki rukun yang harus terpenuhi.
Hal ini menjadi sangat penting untuk kita perhatikan karena jika ada salah satu rukun yang tidak terpenuhi, maka warisan tidak bisa dibagi. Ahli waris pun tidak bisa mendapatkan bagiannya.
Nah, supaya hal ini tidak terjadi berikut adalah rukun pembagian warisan menurut Islam yang harus kita ketahui:
- Al-Muwarrits adalah orang yang mewariskan harta. Atau dengan kata lain, orang yang telah meninggal berhak dan bisa mewariskan harta benda yang mereka miliki
- Al-Warits adalah orang yang bisa mendapatkan harta atau orang yang mewarisi harta dari pewaris. Dalam hal ini mereka adalah orang yang memiliki ikatan kekeluargaan dengan Al-Muwarrits atau orang yang meninggal
- Al-Mauruts adalah sebutan untuk harta benda yang akan diwariskan setelah kematian Al-Muwarrits.
Syarat Ahli Waris Bisa Mendapatkan Warisan
Dalam hukum Islam, ada beberapa persyaratan untuk ahli waris yang berhak mendapatkan warisan. Inilah beberapa persyaratan pembagian warisan menurut Islam:
- Pihak yang mewariskan atau pewaris telah meninggal dunia atau meninggal secara hukum dalam artian dinyatakan oleh hakim
- Para ahli waris masih hidup ketika akan mendapatkan warisan
- Ketentuan hubungan ahli waris dengan pewaris harus berdasarkan hubungan pernikahan, hubungan nasab, atau memerdekakan budak
- Baik yang memberikan warisan atau pihak yang menerima harus sama-sama menganut agama Islam.
Selain persyaratan tersebut, ada beberapa dokumen yang perlu ahli waris miliki agar bisa mendapatkan hak mereka. Beberapa dokumen tersebut adalah:
- Akta waris dan SK waris yang sudah mendapatkan pengesahan dari lurah serta sudah mendapatkan penetapan dari camat. Dokumen ini untuk ahli waris yang merupakan WNI (Warga Negara Indonesia)
- Akta waris atau notaris untuk WNI yang merupakan keturunan dari Arab, Eropa, India, ataupun Tionghoa.
Untuk bisa membuat dokumen waris, kita harus mempersiapkan berbagai berkas atau dokumen yang penting. Mulai dari fotocopy KK ahli waris, KTP ahli waris, surat pengantar dari RT dan RW yang bertindak sebagai saksi dan sudah ditandatangani.
Selain itu, perlu mempersiapkan juga surat nikah pewaris dan akta kelahiran milik ahli waris. Apabila seluruh persyaratan dokumen ini telah terpenuhi, kita bisa menunjukkannya pada kelurahan terkait dan mendapatkan pengukuhan camat.
Cara Melaporkan Peralihan Hak Properti Ahli Waris
Selain memahami tata cara pembagian warisan menurut Islam, hal lain yang perlu ahli waris perhatikan adalah mengenai prosedur peralihan properti. Seperti yang kita tahu, properti adalah salah satu bentuk warisan yang umum di Indonesia.
Umumnya, properti yang diberikan sebelumnya menggunakan nama pewaris. Ketika ahli waris ingin melakukan peralihan nama atau hak milik, maka harus melewati prosedur tertentu. Berikut adalah prosedur tersebut:
- Pertama, silahkan mengisi form atau formulir permohonan untuk peralihan hak properti. Ahli waris sebagai pemohon juga nantinya harus menandatangani surat permohonan tersebut
- Apabila pemohon dikuasakan, maka harus melampirkan surat kuasa
- Setelah itu siapkan juga beberapa dokumen seperti fotocopy KTP dan KK ahli waris, surat kuasa (jika dikuasakan), PBB dan SPPT sesuai tahun yang berjalan.
Tujuannya untuk kemudian dicocokkan dengan yang asli. Pihak yang mencocokan adalah petugas dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional di loket
- Jangan lupa juga untuk membawa sertifikat asli dari warisan properti, akta wasiat dari notaris, dan SK waris sesuai dengan peraturan perundang-undangan
- Jika perolehan properti bernilai lebih dari Rp60.000.000, maka harus menyerahkan bukti SSB atau BPHTB
- Terakhir, menyerahkan bukti pembayaran yang pemasukan.
Biaya prosedur peralihan nama properti ini nantinya bisa sangat bervariasi. Pasalnya, hal ini tergantung dengan nilai properti yang dikeluarkan oleh lembaga atau pihak berwenang.
Kemudian kita perlu sabar juga menunggu karena proses peralihan nama ini pasti membutuhkan waktu. Umumnya proses tersebut adalah sekitar 5 hari jam kerja sampai peralihan hak properti bisa selesai.
Bahaya Ancaman Terhadap Orang yang Mengubah Ketentuan Warisan
Sudah banyak sekali kejadian perselisihan karena pembagian warisan yang tidak adil pada keluarga. Tentu hal ini menjadi hal yang sangat disayangkan karena sudah ketentuan pembagian warisan menurut Islam yang bisa dijalankan.
Selain itu, perlu selalu kita ingat juga bahwa ketentuan hukum waris sesuai ketetapan Allah SWT adalah wajib hukumnya. Hal ini seperti yang tercantum pada QS. An-Nisa’:
فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS. An-Nisa’ [4]: 11).
Lebih lanjut, Allah SWT juga telah berfirman:
تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ؛ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah batasan-batasan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya.
Dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya.
Dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. An-Nisa’ [4]: 13-14).
Artinya, kita sudah sepantasnya tidak mengubah ketentuan ketika membagi warisan. Ketentuan pembagian warisan menurut Islam sudah menjadi panduan terbaik dan bisa menghindarkan manusia dari adanya perselisihan yang tidak baik.
Ketentuan Pembagian Warisan di Indonesia
Di Indonesia sendiri pembagian harta warisan diatur berdasarkan 3 (tiga) jenis hukum. Pertama adalah pembagian warisan menurut Islam atau hukum waris Islam, hukum waris adat, dan yang terakhir adalah hukum waris perdata.
1. Hukum Waris Adat
Pembagian warisan berdasarkan adat akan mengacu pada hukum yang berlaku dari satu generasi ke generasi lainnya. Dengan kata lain, hukum waris adat adalah peraturan yang mengatur peralihan harta atau barang dari generasi ke generasi.
Di Indonesia, sistem kekerabatan terbagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu matrilineal, bilateral, dan patrilineal. Klasifikasi inilah yang nantinya berpengaruh besar terhadap warisan yang akan diterima oleh para ahli waris.
Jika menggunakan kekerabatan patrilineal, maka akan mengikuti garis dari pihak ayah atau bapak. Umumnya kedudukan pria akan jauh lebih menonjol daripada wanita untuk pembagian warisan.
Kekerabatan matrilineal berarti mengambil garis keturunan dari garis ibu. Artinya, kedudukan wanita cenderung lebih menonjol daripada laki-laki. Sementara itu, sistem bilateral atau parental mengambil dari kedua belah pihak, bapak dan ibu.
2. Hukum Waris Perdata
Pembagian warisan menurut hukum perdata hanya bisa berjalan karena kematian. Jika menggunakan hukum ini, maka ada 2 (dua) cara yang bisa kita lakukan, yaitu berdasarkan undang-undang atau surat wasiat.
KUH Perdata telah membagi ahli waris menjadi 4 (empat) golongan, yaitu:
- Golongan I yang meliputi suami atau istri, anak-anak sah, dan keturunannya
- Golongan II yang meliputi ayah, ibu, saudara, dan keturunan saudara
- Golongan III yang meliputi kakek, nenek, dan saudara dalam garis lurus ke atas
- Golongan IV meliputi saudara garis ke samping seperti paman, bibi, saudara sepupu, hingga derajat keenam.
Itulah pembagian warisan menurut Islam yang bisa kita ketahui. Pada dasarnya, Allah SWT sudah mengatur sedemikian rupa pembagian warisan berdasarkan ilmu dan hikmah. Artinya, hukum Allah SWT adalah hukum yang terbaik untuk manusia.
Jika pembagian berdasarkan logika manusia saja, maka sangat rawan terjadi perpecahan atau perselisihan. Sebab, belum tentu manusia bisa membaginya secara adil karena pasti ada hawa nafsu dan kebodohan di dalamnya.
Oleh karena itu, selalu pastikan kita menerapkan ketetapan Allah SWT dalam setiap sendi kehidupan termasuk dalam hal membagi warisan. Dengan begitu hidup bisa menjadi lebih tentram dan terhindar dari keburukan.