Fiqih Adalah: Pengertian, Sumber Hukum, Ruang Lingkup, dan Contohnya

Keseharian seorang muslim tidak terlepas dari permasalahan fiqih. Fiqih adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum syariah yang diambil dari dalil-dalil. Setiap muslim wajib mengenal fiqih untuk dapat melaksanakan kewajibannya dalam beribadah.

Dalam menjalankan ibadah, kita harus mengetahui hukum-hukum dan tata caranya.

Sebagai contoh pada hukum sholat, zakat, dan haji tentu ada ketentuan tersendiri. Tanpa mempelajari fiqih, kita tidak bisa melaksanakan ibadah tersebut.

Pengertian Fiqih Adalah

Secara bahasa, fiqih berarti paham atau memahami. Sementara itu, secara istilah fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariah. Hukum ini diperoleh dan diketahui melalui proses ijtihad. 

Sebagaimana Imam Abu Ishak As-Syirazi menjelaskan sebagai berikut:

والفقه معرفة الأحكام الشرعية التي طريقها الاجتهاد

Artinya:

“Fiqih ialah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat melalui metode ijtihad,” (Abu Ishak As-Syirazi, Al-Luma’ fî Ushûlil Fiqh, Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah, 2010, halaman 6).

Pengertian fiqih juga berbeda dengan pengetahuan yang tidak perlu proses ijtihad. Misalnya syariat yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an seperti puasa hukumnya wajib, dilarang mendekati zina, dan sebagainya. 

Ayat-ayat mengenai hal itu telah jelas diterangkan sehingga tidak perlu ijtihad. Artinya, pengetahuan tersebut bukanlah fiqih.

Agar lebih memahami fiqih, berikut pemaparan Jalaluddin Al-Mahalli dalam kitab Syarh Al-Waraqat.

وهو معرفة الأحكام الشرعية التي طريقها الاجتهاد، كالعلم بأن النية في الوضوء واجبة، وأن الوتر مندوب وأن النية من الليل شرط في صوم رمضان، وأن الزكاة واجبة في مال الصبي، وغير واجبة في الحلي المباح، وأن القتل بمثقل يوجب القصاص، ونحو ذلك من مسائل الخلاف

Artinya:

“(Fiqih) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang cara mengetahuinya adalah dengan ijtihad. Salah satunya pengetahuan bahwa niat dalam wudhu adalah wajib, witir (hukumnya) sunah, niat di malam hari merupakan syarat (sah) puasa di bulan Ramadhan, zakat (hukumnya) wajib pada harta anak kecil, tidak wajib (hukumnya) pada perhiasan yang diperbolehkan, dan membunuh dengan benda berat bisa menyebabkan qishas, serta contoh-contoh permasalahan khilaf lainnya,” (Jalaluddin Al-Mahalli, Syarh Al-Waraqat, Surabaya, Al-Hidayah, 1990, halaman 3).

Fiqih lalu berkembang secara berkelanjutan sejak zaman Nabi. Salah satu alasan perkembangan fiqih adalah karena kebutuhan umat untuk mengetahui hukum mengenai berbagai permasalahan yang baru. 

Sumber Hukum Fiqih

Terdapat empat sumber hukum fiqih Islam yaitu Al-Qur’an, hadis, ijma, dan qiyas. Berikut penjelasan lengkapnya.

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman yang menuntun manusia menuju jalan kebenaran. Menurut Ali Syari’ati, di dalam Al-Qur’an terdapat tiga bentuk petunjuk.

  • Pertama, petunjuk dalam bentuk doktrin atau pengetahuan tentang struktur realitas dan kedudukan manusia di dalamnya. Misalnya norma-norma moral dan hukum yang menjadi dasar syariat.
  • Kedua, petunjuk yang terkandung dalam ikhtisar sejarah manusia, baik itu kisah nabi, para raja, dan sebagainya.
  • Ketiga, petunjuk dalam bentuk mukjizat, yaitu kekuatan yang berbeda dengan yang dapat dipelajari. Banyak ayat Al-Qur’an yang memiliki daya luar biasa atau diartikan dengan cara yang berbeda oleh umat Islam.

Kitab suci Al-Qur’an menjadi sumber utama bagi hukum fiqih Islam. Artinya, jika menemukan permasalahan, pertama kali harus merujuk kepada Al-Qur’an.

Sebagai contoh berkaitan dengan jual beli dan riba, dalam Al-Qur’an sudah terdapat hukumnya. Kita bisa melihat QS. Al baqarah ayat 275 maka jelaslah hukum tersebut. 

Dengan demikian, Al-Qur’an sangat erat kaitannya dengan fiqih lantaran menentukan hukum Islam.

Baca juga: 13 Ayat dan Hadis Tentang Ibu, Kunci Surgamu!

2. As-Sunnah atau Hadits

As-Sunnah atau Hadits

As-sunnah sumber hukum fiqih adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan. 

Hadis Nabi ini menjadi sumber hukum Islam kedua setelah al Qur’an. Artinya, jika kita tidak mendapatkan jawaban dalam Al Qur’an, kita merujuk kepada as-Sunnah.

Saat mendapatkan hukum dari hadis, kita pun wajib mengamalkannya. Namun, dengan syarat bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber dari Nabi SAW dengan sanad yang shahih.

As-sunnah atau hadis Nabi berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an. Hal-hal yang masih umum dalam Al-Qur’an kemudian diperjelas melalui as-sunnah. Misalnya mengenai permasalah sholat. 

Dalam Al-Qur’an telah jelas perintah sholat, tetapi terkait tata caranya didapatkan dari hadis Nabi yang artinya “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR Bukhari no. 595).

As-sunnah terdiri atas perkataan/sabda, perbuatan, dan persetujuan Nabi. Berikut beberapa contohnya.

  1. Contoh perkataan/sabda Nabi: “Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Bukhari No. 46, 48, Muslim No. 64, 97, Tirmidzi No. 1906,2558, Nasa’i No. 4036, 4037, Ibnu Majah No. 68, Ahmad No. 3465, 3708)
  2. Contoh perbuatan Nabi: Apa yang dinyatakan dalam Hadis Riwayat Bukhari (Bukhari no. 635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi No. 3413, dan Ahmad No. 23093, 23800, 34528) bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: “Apa yang biasa dilakukan Rasulullah di rumahnya?” lalu Aisyah menjawab: “Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”
  3. Contoh persetujuan Nabi: Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits No. 1267) bahwa Nabi pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya: “Shalat subuh itu dua rakaat”, orang tersebut menjawab, “sesungguhnya saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi SAW terdiam. Diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat Sunat Qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya.

Baca juga: 110 Quotes Islami Bermakna dan Mendalam dalam Hidup

3. Ijma’

Ijma berarti ‘kesepakatan’ atau konsensus dan ketetapan untuk melakukan sesuatu. Selain itu, ijma’ dapat juga didefinisikan sebagai kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Nabi SAW dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i.

Pada generasi sahabat Nabi atau sesudahnya maka kesepakatan mereka adalah ijma’. Adapun mengikuti hukum ijma’ hukumnya wajib. 

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 2093 dan Ahmad 6/396 bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar). 

Ijma’ menjadi sumber rujukan ketiga setelah Al-Qur’an dan hadis. Artinya, jika tidak mendapatkan solusi didalam Al Qur’an dan sunnah, kita dapat melihat apakah hal tersebut telah disepakati oleh para ulama muslimin. Apabila sudah, maka wajib bagi kita beramal dengan kesepakatan tersebut.

Adapun fungsi ijma’ yaitu:

  • Menghindarkan kesalahan-kesalahan dalam berijtihad yang mungkin terjadi jika ijtihad dilakukan secara perorangan.
  • Menggabungkan berbagai pendapat yang beragam menjadi satu kesepakatan yang tercapai
  • Menjamin interpretasi yang akurat terhadap Al-Qur’an dan keaslian hadis.

4. Qiyas

Sumber hukum fiqih adalah qiyas. Qiyas merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur’an, as Sunnah dan Ijma’. 

Qiyas yaitu mencocokan perkara yang tidak didapatkan dalam hukum Islam sebelumnya dengan perkara lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya.

Qiyas dilakukan lantaran adanya persamaan sebab atau alasan antara kedua permasalahan tersebut. Dengan kata lain qiyas digunakan jika kita tidak mendapatkan nash dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’.

Dalam pelaksanaanya, qiyas harus memenuhi empat rukun qiyas yaitu sebagai berikut:

  • Ashl (Maqis alaih) adalah masalah yang akan diqiyaskan. Maksudnya adalah masalah tersebut sudah ada ketetapan hukumnya atau sudah ada nashnya, baik dari Al-Qur’an maupun hadits.
  • Furu’ (Maqis) yaitu masalah yang sedang dicari ketetapan hukumnya.
  • Hukm Ashl yaitu hukum masalah yang terdapat pada dalil
  • Illat yaitu kesamaan sebab atau alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan. Syarat kesamaan tersebut yaitu sifatnya nyata (dapat dicapai dengan indera), konkrit tidak berubah, dan sesuai dengan tujuan.

Itu dia empat sumber hukum fiqih. Sudah semestinya kita menaati sumber hukum mulai dari yang paling tinggi yaitu Al-Qur’an. Jika tidak ada solusi dalam Al-Qur’an, kita dapat mengikuti hadis, ijma’, atau qiyas.

Ruang Lingkup Fiqih dan Contohnya

Ruang lingkup fiqih Islam mencakup seluruh perbuatan manusia dalam segala aspek kehidupan. Nah, agar teratur, kita perlu memperhatikan semua aspek dengan memahami hukum-hukum Islam yang berlaku.

Fiqih Islam sebagai hukum yang mengatur segala kebutuhan manusia beserta sesuai syariat. Memperhatikan sumber-sumber hukum fiqih kesemuanya menjadi pedoman bagi kehidupan baik bersifat pribadi maupun bermasyarakat. 

Berikut ruang lingkup fiqih:

  • Fiqih ibadah merupakan hukum-hukum beribadah kepada Allah seperti puasa, wudhu, shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya. 
  • Fikih Al Ahwal As sakhsiyah adalah hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah kekeluargaan. Contohnya pernikahan, talaq, nasab, nafkah, warisan, dan lainnya. 
  • Fiqih Muamalah adalah hukum-hukum yang mengatur perbuatan manusia dan hubungan antar manusia. Misalnya hukum jual beli, sewa menyewa, pengadilan, dan sebagainya.
  • Fiqih Siasah Syar’iah berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). 

Contohnya yaitu menegakan keadilan, memberantas kezaliman, dan menerapkan hukum-hukum syariat yang dianut, serta kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. 

  • Fiqih Al ‘Ukubat merupakan hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. 

Misalnya seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, dan lainnya.

  • Fiqih As Siyar mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Contohnya berkaitan dengan pembahasan perang atau damai
  • Adab dan akhlak berkaitan dengan akhlak dan perilaku baik ataupun buruk.

Sekarang kita sudah lebih paham mengenai pengertian fiqih adalah memahami hukum-hukum Islam, sumber hukum, hingga ruang lingkup dan contohnya. Ternyata fiqih sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan.

Semoga dengan pengetahuan ini semakin menambah pemahaman dan rasa ingin belajar terkait hukum-hukum syariat, terutama mengenai persoalan sehari-hari. Ingat bahwa belajar fiqih hukumnya wajib agar kita mampu melaksanakan kewajiban beribadah dan hubungan bermasyarakat.

Share:

Reskia pernah menjabat sebagai Sekretaris Divisi Media Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel tahun 2020. Ia senang berbagi pengetahuan yang ia peroleh. Because sharing is caring.

Leave a Comment